Rabu, 29 April 2015

Saya #BeraniLebih Bersaing!



Hidup ini adalah persaingan. Tempat terbaik hanya tersedia bagi orang-orang yang kuat mental, pantang menyerah, pekerja keras, dan #BeraniLebih bersaing.

“Aduh, pesertanya banyak bangeeet… Nggak jadi ikutan, aaaah….”
“Gue kapok ikut lomba! Kalah melulu! Yang menang dia lagi… dia lagi…”
“Ih, temanya susah bo…. Mau nulis apa, ya? Gak ada ide ah!”
“Aarrrggh… laptop rusaak! Gimana bisa ikut lomba, niih?”
“Ya, ampuuun….  Deadlinenya mepet banget, yak… Bisa atau enggak nih gue ikut lombanya?” 


Sudah sekitar tiga tahunan ini saya hobi mengikuti lomba menulis. Kalah menang, sudah biasa. Lebih banyak kalahnya daripada menangnya. Lama-lama, mungkin saya lelah, sehingga  kalimat-kalimat di atas itu sering berseliweran di dalam kepala. Alhasil, banyak lomba yang saya lewatkan. Setiap kali berhadapan dengan laptop, saya sudah minder duluan. Belum-belum sudah mikir, “Tulisan saya bagus nggak ya? Nanti saya menang nggak ya? Kalau kalah, males banget deh. Udah cape-cape nulis, eh kalah. Buang-buang waktu saja!” 

Namun, setelah beberapa minggu tidak mengikuti lomba, saya merasa kangen dan seperti ada yang hilang. Yap! Semangat bersaing! Bersaing atau berlomba-lomba dalam kebaikan, tentu. Selama tulisan yang kita tulis itu baik, kenapa tidak? Saya coba mengumpulkan alasan mengapa saya harus #BeraniLebih bersaing dalam lomba menulis:


  • Mengasah kualitas tulisan: semakin sering menulis, otomatis tulisan kita akan semakin terasah. Seperti golok saja yang harus sering diasah supaya tajam. Setiap kali kalah, saya akan segera membaca tulisan pemenang. “Oh, kayak gini toh yang menang.” Saya jadi tahu kelemahan tulisan-tulisan saya.  
  • Menguatkan mental: dalam berlomba, kita bukan hanya harus menyiapkan mental untuk menang, tapi juga untuk kalah. Siapa sih peserta lomba yang mau kalah? Sayang, hadiah dalam sebuah perlombaan itu seringnya hanya untuk tiga peserta. Mau tidak mau, kita memang harus siap menang, siap kalah. Semakin sering menerima kekalahan, semakin saya berpikir “nothing to lose.” Tidak apa-apa kok kalah, besok pasti ada kesempatan yang lebih bagus buat saya.
  • Berbagi ide, pikiran, inspirasi, dan motivasi: tulisan saya mungkin tidak menang, tapi tetap ada manfaatnya untuk pembaca. Beberapa kali saya membaca komentar pembaca di blog ini yang terbantu dengan tulisan-tulisan saya di blog ini, padahal  beberapa di antaranya saya ikutkan dalam lomba blog, dan… kalah!
  • Menyingkirkan keterbasan: ada banyak alasan untuk tidak menulis. Tidak ada ide, tidak ada laptop, tidak ada internet, tidak ada waktu, malas, dan sebagainya. Keterbatasan saya adalah kesibukan mengasuh anak-anak yang masih kecil-kecil dan membutuhkan perhatian penuh, karena saya tidak punya asisten pengasuh anak. Saya menyiasatinya dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, menulis saat anak-anak sedang tidur dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Seorang penulis blog membutuhkan fasilitas internet. Jatah internet saya hanya paket Rp 60 ribu per bulan yang akan habis dalam dua minggu. Selebihnya, supeeer lelet, kecuali di malam hari ada bonus kuota yang lumayan. Nah, saya harus rajin bangun malam supaya bisa rutin update blog :D 
  • Bahagia ketika menang: satu kali mendapatkan kemenangan itu rasanya melenyapkan ribuan kekalahan sebelumnya. Suer! Salah satu kemenangan yang berkesan adalah ketika saya mendapatkan hadiah liburan ke Bali gratis! 




Dan akhirnya, saya #BeraniLebih bersaing mengikuti kompetisi tulisan pendek dari komunitas Light of Women, meskipun pesertanya sangat banyak :D  

Twitter: @LeylaHana 






Selasa, 28 April 2015

#SetahunDream: Berani Meraih Mimpi bersama Dream.co.id



Era digital telah memudahkan kita memperoleh berita dan informasi melalui ujung jari. Tinggal klik, maka terbukalah situs-situs berita yang menyediakan berbagai informasi dari seluruh dunia. Saya juga sudah memanfaatkan internet untuk mengetahui berita-berita dari dalam dan luar negeri. Saat senggang, saya akan membaca-baca situs berita supaya tidak kudet (kurang update). 

Saya sering menemukan berita-berita yang bersumberkan dari  Dream. Saya jadi penasaran  dan mulai sering membacanya. Ternyata, usianya baru setahun! Setahun itu, bila berwujud manusia, berarti masih belajar berjalan dan berbicara, tetapi Dream terlihat sudah lancar berjalan dan berbicara. Berikut adalah pendapat saya terhadap website Dream dalam #SetahunDream.

Tampilan Web Dream
Dare (Berani): Dream berani mengangkat berita-berita unik dan berani, yang jarang diangkat oleh website lain. Tidak banyak website yang mengangkat berita-berita dari dunia Islam, terutama yang sedang berkonflik, tetapi Dream berani. Dream sering menayangkan berita-berita dari Palestina, yang saat ini masih dijajah Israel, sehingga menimbulkan rasa empati kita terhadap perjuangan rakyat Palestina. 

Religious (Agamis): Nuansa agama Islam sangat terasa ketika membaca Dream, sesuai dengan taglinenya: Situs Berita Muslim Populer. Saat membutuhkan siraman ruhani, bacalah kisah-kisah para mualaf,  kita akan semakin mensyukuri hidayah iman dan Islam yang telah kita dapatkan. Ada juga  berita-berita lain yang bernuansa agamis, seperti: keindahan bangunan-bangunan Masjid yang ada di Indonesia dan dunia,  berbisnis sesuai syariah,  artikel-artikel yang berkaitan dengan hukum Islam, bahkan ceramah keagamaan. Dream komplit sekali menyajikan artikel-artikel islami yang bisa menjadi pelepas dahaga dari rasa haus akan nilai-nilai spiritual Islam.

Energizing (Berenergi): Membaca Dream membuat saya berenergi, menambah semangat beraktivitas. Ada kisah perjuangan menjadi sukses yang dirintis dari bawah, membuat saya yakin bahwa saya juga bisa meraih sukses. Energi itu juga bisa didapatkan dari makanan. Di rubrik Cullinary, Dream menyajikan informasi tempat-tempat hang out keren dengan makanan dan minuman yang enak. 

Amazing (mengagumkan): Ketika pertama kali mengunjungi website Dream, maka yang terlintas di benak saya adalah “Amazing!” Website ini “cewek abiss” tapi cowok juga boleh baca. Tampilannya berwarna-warni, dari mulai logo sampai judul rubrik-rubriknya. Ada 11 (sebelas) rubrik yang memikat: News, Dinar, Lifestyle, Fresh, Orbit, Your Story, Jejak, Community, Photo, Video, dan Cullinary. 

Marvelous (Menakjubkan): Bagi saya, secara keseluruhan, website Dream ini menakjubkan. Saya menjadi semakin berani meraih mimpi usai membaca berita-berita yang dimuat oleh Dream, karena tak hanya berisi berita-berita populer, tetapi juga motivasi dan inspirasi. Ada rubrik Community di mana pembaca bisa mengirimkan tulisan yang sudah diposting di blog dan dipublikasikan di website Dream dengan menyertakan link blognya. Tulisan kita bisa makin populer, karena Dream memiliki jejaring sosial yang lengkap: Twitter, Google Plus, Fanspage, dan Instagram dengan jutaan pengikut.  Saya sering menemukan berita-berita dari Dream terpampang di Yahoo Mail, setiap akan mengecek email. Untuk blogger yang postingan blognya dimuat di website Dream, tentu akan meningkatkan trafik blog. 

Dream memang membuat saya berani mewujudkan mimpi!







http://www.dream.co.id/your-story/ayo-kirimkan-artikel-kamu-dalam-lomba-blog-setahundream-150417v.html

Senin, 27 April 2015

IDE HEBAT: Kreatif Mengolah Makanan Non Beras



Beberapa minggu lalu, harga beras sempat melambung. Saya yang biasanya membeli beras seharga Rp 7000-Rp 7500 per liter, tiba-tiba harus membeli beras seharga Rp 9000-Rp 10000 per liter. Disinyalir, kenaikan itu disebabkan oleh fluktuasi kenaikan harga BBM dan adanya mafia beras[1]. Selisih harga Rp 2000-Rp 3000 itu kelihatannya kecil, tapi kalau beli berasnya sekarung ya tidak kecil lagi. Sedangkan uang belanja yang diberikan oleh suami tidak mengalami kenaikan, karena gaji suami pun tidak naik. Pembantu saya saja mengeluh. Biasanya dia bisa mendapatkan beras seharga Rp 6000, kemarin tidak lagi. Pertama kalinya seumur hidup, dia harus memakan beras seharga Rp 9000/ liter. 


“Belum makan namanya kalau belum makan nasi,” begitu kata sebagian besar orang Indonesia, jika belum menyentuh nasi dalam sehari. Saya juga begitu. Makanya, saat sekolah anak saya mengumumkan aturan “ONE DAY NO RICE,” saya sempat kelimpungan. Anak saya sekolah di full day school, berangkat pagi, pulang sore. Dari rumah, dia membawa bekal snack pagi dan nasi untuk makan siang. Kalau tidak boleh bawa nasi, makan siangnya pakai apa? Hari pertama peraturan itu diterapkan, saking bingungnya, saya membawakan anak saya bihun. Akibatnya, bihun itu tidak dimakan karena dia tidak suka! 

Nasi mengandung karbohidrat sebagai sumber energi. Kalau sudah makan nasi, rasa kenyangnya bisa bertahan hingga berjam-jam karena karbohidrat memang lama diserap tubuh. Kalau kita muntah saja ya, nasi yang kita makan dari lima jam lalu pun bentuknya masih seperti nasi yang baru kita makan. Itu kenapa nasi bisa membuat kenyang. Orang Indonesia tidak cukup hanya makan roti, pasti tidak langsung kenyang. Itu karena terbiasa makan nasi, padahal orang bule sudah cukup makan roti dan mentega, burger, kentang, dan sebagainya. Ketergantungan terhadap nasi membuat kita kelimpungan sendiri begitu harga beras dinaikkan. Nasi adalah makanan pokok dan utama yang harus ada di meja makan pada jam makan pagi, siang, dan sore.

Tak heran, kasus kejadian penyakit diabetes di Indonesia ini paling tinggi di Asia dan masuk 10 besar penderita diabetes terbesar di dunia. Posisi Indonesia ada di nomor tujuh dengan jumlah penderita sebanyak 8,5 juta orang[2]. Menurut Dokter Kartono Muhammad, nasi putih merupakan makanan yang memberikan sumbangan paling besar dibandingkan dengan makanan lain untuk penyakit diabetes, karena mengandung zat karbohidrat dan kadar gula yang tinggi[3]

Selain itu, lahan pertanian di Indonesia terus berkurang, karena banyak dikonversi menjadi pemukiman dan bangunan industri[4]. Generasi muda pun sudah banyak yang malas turun ke sawah. Kelak, mungkin kita akan kesulitan memperoleh nasi kalau tidak disiapkan alternative penggantinya dari sekarang.

Lalu, apa makanan pengganti beras yang juga mengandung karbohidrat dan bisa membuat kenyang? Banyak, sebetulnya. Hanya saja kita perlu membiasakan memakannya agar tidak lagi bergantung pada nasi. Dalam 100 gram nasi terdapat 180 kilokalori energi. Berikut adalah makanan pengganti nasi:

Jagung, mengandung 154 kilokalori dalam 100 gramnya.
Singkong, mengandung 154 kilokalori dalam 100 gramnya.
Kentang, mengandung 64 kilokalori dalam 100 gramnya.
Ubi, mengandung 100 kilokalori dalam 100 gramnya.
Talas, mengandung 120 kilokalori dalam 100 gramnya[5]

Uniknya, orang Indonesia menjadikan makanan-makanan di atas sebagai cemilan dan bukannya makanan pokok, padahal ketiganya mengandung kalori yang nyaris setara dengan nasi. Bisa dibayangkan berapa banyak kalori yang masuk ke dalam tubuh jika keempatnya dikonsumsi bersama-sama? Itu mengapa kita harus membiasakan mengonsumsi makanan-makanan yang mengandung karbohidrat secara terpisah. Sebagai ibu, saya berniat mengolah makanan dari bahan-bahan tersebut secara kreatif, agar anak-anak menyukainya dan bisa menjadi pengganti nasi.

Tentunya, olahan makanan ini juga bisa dijadikan peluang usaha. Saya pernah mendengar ada usaha kuliner berbahan utama singkong dan talas. Mengapa tidak kita coba olah makanan lain dari kentang, ubi, jagung, dan lain-lain? Bagi ibu rumah tangga, berjualan makanan-makanan ini bisa dijadikan tambahan penghasilan. Tahu sendiri kan harga-harga barang mengalami kenaikan sejak subsidi BBM dicabut sedikit demi sedikit, sedangkan gaji suami tidak naik. Saya belum piawai memasak, jadi olahan yang saya buat ini masih untuk konsumsi pribadi dan anak-anak. Bukan tidak mungkin ke depannya nanti saya benar-benar mewujudkan ide bisnis ini sebagai peluang usaha yang menjanjikan. 

Bahan-bahan pokok pengganti nasi tersebut juga lebih mudah ditanam daripada menanam padi. Di depan rumah, saya sudah menanam singkong. Tetangga saya menanam ubi dan talas. Lain halnya dengan menanam padi, kita membutuhkan lahan yang luas, pengairan yang cukup, dan pengawasan dari hama pengganggu. Ubi kayu (singkong) dilempar ke kebun pun jadi (tumbuh), walaupun akan lebih baik kalau tanahnya digemburkan dulu. 

Saya baru mencoba resep Kue Ubi Kubus, yang diperoleh dengan mengolah ubi agar lebih menarik dan enak dinikmati.  

Bahan-bahan yang dibutuhkan:
Dua buah ubi, dikukus lalu dihaluskan.
100 gram tepung terigu
Dua butir telur
150 gram gula pasir
150 gram margarin, dicairkan
Pewarna makanan hijau dan cokelat. 
Susu cair cokelat 100 ml.

Bahan-bahan yang digunakan
Cara membuatnya:
Telur dan gula pasir dikocok sampai mengembang, lalu masukkan tepung terigu dan ubi yang sudah dihaluskan sedikit demi sedikit. Tambahkan margarine cair, aduk sampai merata. Pisahkan menjadi dua bagian, dan campur dengan pewarna hijau dan cokelat. Campurkan susu cair cokelat. Aduk rata. Kukus selama 30 menit.  

Kue Ubi Kukus
Setelah makanan ini jadi, bagaimana strategi pengembangan idenya? Saya masih harus terus menguji coba resep kue ubi kukus (dan makanan non beras lainnya) yang enak dan lain daripada yang lain. Siapa tahu ke depannya nanti saya bisa menemukan resep yang lebih lezat lagi. Pemasarannya bisa dimulai dari sekitar rumah dulu, seperti yang dilakukan oleh ibu-ibu tetangga yang menitipkan makanan di beberapa warung. Jadi, selain bisa mengganti nasi dengan makanan lain yang juga kaya karbohidrat, saya juga bisa mendapatkan tambahan uang belanja. Ibu-ibu lain yang lebih jago masak, bisa memikirkan peluang usaha ini dengan lebih kreatif mengolah makanan non beras. Sebenarnya, bahan-bahan makanan di atas bisa dikonsumsi dengan hanya direbus atau digoreng (singkong rebus, ubi rebus, dan lain-lain), tetapi orang-orang jarang yang mau memakannya (apalagi anak kecil) karena penampilannya yang tidak menarik. Buktinya, kue kukus ubi itu disukai oleh anak-anak saya, daripada kalau saya hanya menyajikannya dalam bentuk ubi rebus. Memakan kue ini dua potong saja sudah kenyang.

Barangkali resep kue ubi kukus ini bukanlah hal yang baru, karena saya juga tidak piawai memasak. Setidaknya saya ingin berbagi ide mengenai pentingnya kreativitas mengolah makanan non beras dan menghilangkan ketergantungan pada nasi. Untuk diperhatikan, ketika mengonsumsi kue ubi kukus ini, sebaiknya tidak bersama atau berdekatan waktunya dengan saat memakan nasi. Kue ubi kukus ini bisa dimakan sebagai menu sarapan. Makan siangnya, barulah kita bisa memakan nasi. Makan malam, kita ganti dengan menu non beras lain. Bila kita membiasakan memakan makanan non beras, lambat laun kita bisa rutin mempraktekkan ONE DAY NO RICE, bahkan kalau perlu THREE DAYS NO RICE for a week.


[1] http://economy.okezone.com/read/2015/02/23/320/1109204/penyebab-harga-beras-naik-tinggi
[2] http://www.tempo.co/read/news/2013/11/14/060529766/Indonesia-Masuk-10-Besar-Negara-dengan-Pengidap-Diabetes
[3] http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/14/10/22/ndufin-nasi-putih-penyebab-terbesar-penyakit-diabetes
[4] http://www.tempo.co/read/news/2014/06/11/173584243/Konversi-Lahan-Pertanian-di-Indonesia-Mencemaskan
[5] http://www.tempo.co/read/news/2012/10/31/060438718/Ada-Banyak-Pilihan-Pengganti-Nasi