Rabu, 26 November 2014

Menunggu Sempurna, Kapan Punya Bukunya?

Novel Dag, Dig, Dugderan di toko buku Lotus
Tanjung Pinang. Foto dari Riawani Elyta
Beberapa waktu lalu, ada seorang pembaca setia buku-buku saya (jiyaaah.. setia :P) mengetag link goodreads novel pertama saya "Oke, Kita Bersaing." Setelah hampir 7 tahun berlalu, saya malah baru membaca komentar-komentar pembaca goodreads terhadap buku itu. Wow! Ternyata banyak juga yang komentar, padahal dulu saya nggak main di goodreads. Saya baru buka akun goodreads setahun belakangan, karena mau ikut lomba resensi :P 


Apa yang saya baca di sana? Komentar pertama justru memberikan rating 2! Iya, 2! Komentarnya pun panjang dan "pedas." Cukup membuat panas hati. Barangkali kalau saya membacanya 7 tahun lalu, saya akan meledak-ledak nggak terima. Syukurlah, sekarang saya sudah semakin teruji oleh kritik, jadi senyum-senyum. Apalagi si komentator bilang: "Andai novel ini saya baca saat masih SMP, saya pasti suka. Andai novel ini saya baca saat masih SMA, ya masih bisa suka. Tapi, saya bacanya setelah dewasa dan novel ini banyak kekurangannya." Nah, kaaan... berarti dia salah baca. Sebab, novel "Oke, Kita Bersaing" memang ditujukan untuk pembaca remaja, bukan yang "sok" dewasa seperti dia :P 

Andai waktu itu saya menunggu dewasa dulu supaya bisa menghasilkan tulisan yang "dewasa" atau sempurna, barangkali novel "Oke, Kita Bersaing" nggak akan terbit. Novel itu juga nggak akan bisa memenangkan sayembara penulisan novel remaja di sebuah penerbit. Dan nggak akan ada pembaca setia yang mengetag  link goodreads novel tersebut, saking dia suka banget sama novel itu sampai dicarinya pula di goodreads (jiyaaaah :P). 

Saya bersyukur sudah mulai menulis sejak remaja. Ketika membaca novel-novel lama, saya juga membatin, "Aduh.... tulisanku dulu kok gini, yaa?" Tentu saja, karena otak saya sudah berkembang. Gaya menulis juga berkembang. Mudah-mudahan sih semakin bagus, ya. Alhamdulillah, saya nggak menunggu tulisan jadi sempurna dulu, baru dipublikasikan. Kalau iya, barangkali sampai sekarang saya belum juga punya buku karena tulisan saya nggak akan pernah menjadi sempurna. Bukankah nggak ada seorang pun yang sempurna selain Allah Swt? 

Sesempurna apa pun tulisan kita di mata kita, pasti kelak akan mendapatkan kritik juga dari pembaca. Memangnya penulis-penulis senior yang sering dipuji macam Dee, Andrea Hirata, dan Tere Liye nggak pernah dikritik? Pasti pernah! 

Begitu juga saat mengikuti lomba menulis. Saya lebih sering kalah daripada menang. Dulu saat pertama ikut lomba blog, saya rajin mengikuti semua lomba dan rajin kalah. Saya memaksakan diri untuk mengikuti banyak lomba, bukan semata untuk meraih kemenangan. Yang utama adalah, mempertahankan konsistensi menulis. Sebagai penulis, saya juga sering dilanda rasa malas menulis, nggak mood, jenuh, pura-pura sibuk, dan sebagainya. Kalau saya berhenti menulis, nggak ada orang yang rugi. Justru saya sendiri yang rugi. Maka, saya paksa terus untuk menulis walaupun hasilnya jelek. Ya itulah, hasilnya... nggak menang lomba :D

Kadang-kadang saya bisa memprediksi, mana tulisan yang bakal menang, mana yang nggak. Biasanya, kalau saya sedang mood nulisnya, insya Allah menang. Tapi, kalau saya nggak mood, hasilnya memang nggak bagus. Setidaknya saya sudah mengalahkan rasa malas menulis. Lumayan toh blog ini dan blog-blog lain bisa update terus. 

Ada lagi penulis yang nggak mau nulis buku karena nggak pede, "siapa yang nanti baca bukuku? Aku bukan orang terkenal." Jiyaaaaaaah.... ngapain mikirin itu? Novel-novel saya nggak begitu banyak diapresiasi di facebook dan twitter, tapi ada aja pembaca yang kirim imel. Berarti dia nggak facebookan dan twitteran. Jadi, yakin deh novel kita pasti ada yang baca. 

Eheeem.. ngapain ya saya nulis begini? Ntar jadi banyak yang pengen nulis buku dan nyaingin saya nih... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar