"Duh, jangan pakai kata 'asongan' dong... mending pakai kata 'multiwriting.'"
"Tapi kan jadinya nggak fokus kalau semua genre ditulis....."
"Yang penting seneng ajalah nulisnya...."
Multiwriting, saya mengenal istilah itu dari Riawani Elyta, partner mentoring dalam kelas privat menulis novel. Ditujukan untuk penulis yang menulis segalanya, ya cerpen, novel, puisi, esai, feature, blog, dan lain-lain. Saya, salah satunya. Pertama kali mengenal dunia tulis menulis, saya hanya menulis cerpen dan novel (fiksi). Lama-lama, saya menulis buku nonfiksi, dan sekarang menekuni blog. Penulis asongan?
Hey, kenapa harus disebut penulis asongan, sih? Seperti pedagang asongan gitu yah, yang menjual beraneka ragam dagangan. Padahal, supermarket besar dan mall-mall juga menjual beraneka ragam dagangan. Kalau kita bisa menggunakan kata yang lebih positif, mengapa tidak? Jadi, kenapa saya memilih multiwriting? Tidak fokus ke novel saja, misalnya?
Jawabannya hanya satu: BOSAN. Iya, saya ini pembosan berat. Ada kalanya saya bosan menulis novel. Ada kalanya saya hanya ingin menulis yang ringan-ringan, seperti blog. Bahkan, sekarang saya lebih sering menulis blog daripada novel, walaupun ide-ide novel masih terus bermunculan. Dan... dengan berbagai macam tulisan yang saya hasilkan itu, saya bisa bertahan. Bertahan menjadi penulis. Bertahan menulis.
Tahu kan kalau penulis itu sering terkena Writer Block? Atau, kemandegan menulis. Saya juga sering. Untuk mengatasinya, saya memilih menulis apa saja yang sedang saya suka. Tidak harus novel. Bahkan, sekadar tulisan seperti ini pun sudah cukup membuka penyumbat otak. Bagi saya, lebih baik menulis apa saja daripada tidak menulis sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar