Sepatu yang ungu untuk adik saya :-) |
Jadi anak pertama itu ada enak, ada nggak enaknya. Enaknya, selalu dapat barang-barang yang baru: baju, buku, sepeda, meja belajar, dan sebagainya. Kata orang, "Masa anak pertama dikasih barang bekas?" Otomatis, orangtua pun berusaha memberikan barang baru untuk putra/ putri pertamanya, walaupun nggak selalu begitu. Nggak heran, adik-adik saya kerap melontarkan kata-kata yang bernada iri, terutama ketika ibu kami masih hidup, "Ah, Mbak mah enak, mau apa-apa, pasti dibeliin Mamah. Kalau kita cuman dapat bekasnya." Hihihi.....
Nggak enaknya? Ya, gantian deh anak pertama harus "ngasih" ke adik-adiknya, apalagi kan kebanyakan anak pertama itu lebih dulu mentas dan sukses (walaupun ada beberapa kasus yang kebalikannya). Lebih dulu lulus, lebih dulu nikah, lebih dulu lahiran anak, lebih dulu ngawinin anak, dan sebagainya. Nah, pas anak pertama nikah, adik-adiknya masih sekolah. Ya, masa adik-adiknya ngasih kado? Begitu juga pas anak pertama melahirkan, adik-adiknya belum juga kerja. Masa mau kasih kado? Nasib... nasib.... Tapi, nggak begitu kalau adik-adiknya yang menikah dan melahirkan. Anak pertama pasti akan kasih kado untuk para keponakannya itu, hahahaha....
Udahlah selalu ngasih ke adik-adik, gimana nggak pahit coba ya pas dengar salah satu adiknya nyeplos, "Ah, Mbak mah pelit." Maksudnya, disebut pelit itu bukan karena nggak ngasih, tapi nggak sering ngasih! Catat: SERING. Jadi, sebagai kakak, harus diingat nih agar sering-sering ngasih ke adik-adiknya. Cakep deh kalau adiknya ada sembilan, dijamin rambutnya cepat ubanan kayak ayah saya, haghaghag.... Serius ini mah, nggak bohong. Ayah saya anak pertama dari 10 bersaudara, dan saya anak pertama dari 4 bersaudara. Ayah saya pernah menjadi tulang punggung untuk adik-adiknya. Syukurlah, karena adik saya perempuan semua dan sudah menikah, jadi sudah ditanggung oleh suami masing-masing. Tinggal si bungsu aja yang masih sekolah dan masih sering "minta-minta." Termasuk, dia itu yang nyebut saya "pelit," bwahahahaha....
Saya dan si bontot |
Dalam rangka menghapus imej pelit itulah, pas kemarin saya pesan sepatu, saya inget adik saya dong. Saya pesankan dua sepatu. Berhubung sepatunya itu handmade, dibuat berdasarkan pesanan, adik saya bisa memilih model yang diinginkan. Ukurannya juga ngukur sendiri. Ternyata dia percaya dengan model yang saya pilihkan. Ya sudah, saya pilihkan model yang kira-kira dia suka, karena dia suka warna ungu. Nggak berapa lama, pesanan sepatu pun datang. Wuiih, cepet banget dari sejak saya order sampai ke rumah hanya butuh waktu seminggu. Oh, pantes pakai jasa pengiriman yang sudah terpercaya itu lho. Saya foto dan kirim fotonya via BBM. Sepatunya nanti menyusul kalau saya sudah ke rumah orangtua, karena adik saya masih tinggal dengan orangtua kami.
Sejujurnya, saya was-was bagaimana tanggapan si bontot yang fashionable itu. Dia lumayan melek fashion dan sangat pemilih. Kalau dia nggak suka dengan sepatu, baju, aksesoris apa pun yang diberikan ke dia, dia pasti nggak bakal mau pakai. Dibiarkan teronggok di lemari sampai ada yang mengadopsi. Dan, begitu saya kirim BBM, dia cepat membalas, "Mauuuuuu...!" Semangat banget ya, sampe berentet gitu huruf "U" nya. Minggu lalu, saya sudah ke rumah orangtua dan memberikan sepatu itu kepada adik saya. Dia terlihat antusias, langsung dicoba, "Ini buat Echa? Makasih ya, Mbak Elaaaa...." katanya, kesenangan.
Alhamdulillah, saya pun mesem-mesem, sambil berharap semoga dia nggak lagi-lagi nyebut saya "pelit," huhuhu..... Sepanjang ingatan saya, itulah kado terindah yang pernah saya berikan kepada seseorang yang menyebut saya "pelit." Walaupun tentu saja saya sering memberikannya kado, hehehehe....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar