Rabu, 27 Mei 2015

Sebuah Rumah Baca untuk Menampung Aspirasi



Seorang teman di facebook pernah menuliskan status seperti ini: 
“Ada teman yang nanya gini, “Elo kan nggak suka baca buku, tapi elo kok sering menang lomba nulis sih?” Lalu saya mikir, “Iya juga ya, saya nggak suka baca buku, tapi saya bisa nulis tuh. Buktinya, saya sering menang lomba nulis. Entahlah, dari mana saya bisa nulis nih. Ternyata nggak perlu baca buku untuk bisa nulis, hahahaha…..””


Duh, rasanya saya seperti tertampar membaca status tersebut. Memang, si penulis status itu “pintar” menulis dan cukup sering menang lomba menulis, tapi apakah manfaat membaca buku hanya agar bisa menulis? 

Buku adalah jendela dunia. Begitu kalimat yang sering kita dengar. Mustahil teman saya itu tidak pernah baca buku, setidaknya dia membaca buku pelajaran kan? Kalau tidak, mana mungkin dia bisa lulus sarjana? Apa dia menyontek? Entahlah, hahahaha… *lho kok saya jadi ikut tertawa. Intinya, kita tidak bisa melepaskan peran sebuah buku dari kehidupan intelektual. Kita bisa menulis dan membaca, pasti karena kita belajar membaca dan menulis dari buku a-b-c-d. Belum pernah saya menemukan anak sekolah yang tidak memerlukan buku pegangan. 

Banyak informasi yang berasal dari  buku. Saya tidak bisa memungkiri keterlibatan buku dari kehidupan saya, karena saya sudah jatuh cinta pada buku sejak kecil. Saya pun bisa menulis karena rajin membaca. Terserah deh kalau teman saya itu tidak mau mengakui peran buku dalam hidupnya, tapi saya sangat berterima kasih kepada buku-buku. Buku adalah guru saya yang ketiga, setelah orang tua dan guru-guru di sekolah. Saya bisa belajar otodidak dari  buku tanpa harus menempuh sekolah khusus. 

Saya mengoleksi banyak buku, sampai-sampai tidak muat di lemari buku. Sebagian besar, saya simpan di dalam kardus. Kasihan sih melihatnya, ada yang dikerubungi semut, jamur, sampai debu-debu, hiks…. Saya ingin memiliki lemari  buku yang besaaar, yang bisa menampung semua buku itu. 

What is your aspiration in life?

Nah, ini dia. Apa aspirasi saya dalam hidup yang berkaitan dengan buku-buku? Saya ingin membuat sebuah RUMAH BACA. Barangkali ini bukan ide yang unik, tapi inilah yang ingin saya lakukan. Sejak lama, saya bercita-cita membuat sebuah rumah baca, semacam perpustakaan tapi tak hanya meminjamkan buku-buku. Di dalam rumah baca itu juga ada aktivitas berkenaan dengan membaca dan menulis. 

Minat baca penduduk Indonesia ini masih rendah dibandingkan dengan penduduk di negara-negara maju. Tak heran, kehidupan para penulis di negara maju seperti Inggris dan Amerika jauh lebih baik daripada di Indonesia. Kelihatannya sih begitu. Lihat saja JK. Rowling bisa menjadi orang terkaya di Inggris, padahal dia hanya berprofesi sebagai penulis. Di Indonesia? Memang ada beberapa penulis dengan penjualan buku yang fantastis, tapi belum bisa disebut sebagai orang terkaya.

Sejak beberapa tahun lalu, banyak orang yang bergiat di komunitas dan organisasi kepenulisan, berbondong-bondong mengampanyekan gemar menulis. Anehnya, kegemaran menulis itu tidak sebanding dengan kegemaran membaca. Contohnya ya teman saya yang menulis status di atas. Dia bisa menulis, tapi tidak suka membaca. Bisakah Anda bayangkan jika jumlah buku yang ditulis lebih banyak daripada jumlah buku yang dibaca? Pastinya, buku-buku menjadi tidak laku. Sekarang saja sudah terasa, menjual  buku di Indonesia itu begitu sulitnya. Sebagai salah seorang penulis buku, saya juga merasakan betapa tidak mudahnya mencetak buku best seller, kecuali buku anak-anak.

Menurut teman saya yang berprofesi sebagai penjual buku, buku anak-anak selalu laris manis. Mungkin karena para orangtua sudah banyak yang termotivasi untuk memasukkan kegemaran membaca pada diri anak-anaknya dengan membelikan buku-buku anak. Bagaimana dengan buku remaja dan dewasa? Itu dia..... Apakah hanya anak-anak yang perlu membaca buku? Jawabannya saya serahkan kepada Anda. Kalau saya masih suka membaca buku, walaupun sudah beranak tiga hehe…. Malah anak-anak saya suka komplen, “Mama, kok Mama terus sih yang beli buku? Buku buat Dede mana?” 

Harga buku memang sudah mahal, apalagi harga kertas naik terus. Sebenarnya, itu bukan masalah kalau kita sudah kecanduan membaca buku. Saya berteman dengan maniak buku, dan mereka berusaha membeli buku sebulan sekali, menganggarkan uang bulanan untuk beli buku. Menabung recehan setiap hari, hasilnya bisa dibelikan buku. Nah, sekarang targetnya: bagaimana membuat orang jadi kecanduan membaca? Ya, pinjami buku dulu. Buat mereka mau membaca lagi, lagi, dan lagi. Nanti kalau sudah kecanduan, dengan sendirinya mereka akan berusaha menyisihkan sebagian uang untuk membeli buku.

Beli baju tiap bulan saja mampu, masa beli buku tidak mampu?

Makan di restoran setiap minggu saja mampu, masa beli buku tidak mampu?

Pelesiran ke luar negeri saja mampu, masa beli buku tidak mampu?

Beli tas branded saja mampu, masa beli buku tidak mampu?

Dan lain-lain…. *semoga ini bukan termasuk menyindir yaa xixixi….
 
Kok bengong? Bukunya dibaca, dong!
Saya ingin meminjami  buku-buku saya melalui rumah baca yang saya dirikan. Koleksi buku saya sudah berjibun, rasanya kok ya sayang kalau hanya ditumpuk di kardus. Insya Allah, akan lebih bernilai sedekah kalau saya pinjami ke orang-orang. Siapa tahu nanti mereka jadi kecanduan buku dan akhirnya jadi suka beli buku. 

Di rumah baca itu nantinya tidak hanya meminjamkan buku-buku, tapi juga ada kegiatan yang berkaitan dengan membaca dan menulis. Saya ingin membuka kursus menulis untuk semua kalangan: anak-anak, remaja, dan orangtua. Saat ini saya sudah memulai membuka kursus menulis, tapi hanya via online. Apa yang sudah saya lakukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut?


  1. Menambah koleksi buku: Ini jelas, supaya pengunjung tidak bosan  dengan koleksi buku yang itu-itu saja.  
  2. Menetapkan lokasi: Di sekitar rumah saya sih masih banyak lahan kosong, tapi harus ada dananya dulu nih kalau mau dibeli. Masalahnya, lokasi rumah saya juga terpencil. Tetangga satu-satunya juga memelihara anjing yang dibiarkan bebas. Nah, susah kan?
  3. Kerjasama dengan teman yang punya asrama: Ini juga sedang saya pikirkan. Kebetulan ada teman yang punya asrama dan sering dijadikan tempat kursus membaca Al Quran. Siapa tahu ada spot untuk menaruh buku-buku dan dijadikan rumah baca. 


Mudah-mudahan dengan menuliskan aspirasi ini, tekad saya semakin kuat untuk mewujudkan. Kalau poin 1 dan 2 masih lama diwujudkan, bisa langsung ke poin 3. Syaratnya, ya saya harus ikhlas koleksi buku-buku saya berpindah tempat, hehehe…. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar