Rabu, 15 Juli 2015

Minum Jamu? Siapa Takut...?!

Minum jamu??? Nggak gaul amat sih, hari gini masih minum jamu. Ngopi dong, ngopiii! Eh, siapa yang nggak gaul? Kamu, keleeus... Itu lho, peserta konfrensi Asia Afrika di Bandung (April, 2015) aja minum jamu! Serius? Ya, iyalaaah...! Coba aja baca ceritanya di sini: "Jamu Jadi Minuman Wajib Delegasi Selama KAA." Menurut Putri K. Wardhani, Presiden Direktur PT. Mustika Ratu kepada CNN Indonesia, jamu dijadikan minuman wajib delegasi selama KAA. Jamu itu tak hanya disajikan saat pembukaan konfrensi, melainkan juga tersedia di tempat acara konfrensi dan hotel-hotel yang dijadikan tempat menginap para delegasi. Tujuannya untuk memperkenalkan jamu sebagai warisan budaya dan ikon Indonesia, karena sekarang ini jamu sudah mulai dilupakan. Pemerintah berupaya mengglobalkan jamu agar menjadi terkenal seperti halnya batik. 


Lestarilah Jamu Indonesia
Jamu di acara Konfrensi Asia Afrika

Ah, masa sih jamu sudah dilupakan? Coba saya tengok diri sendiri. Masih minum jamukah? Hmm.... saya hanya bisa nyengir lebar. Oh iya yah, kapan terakhir saya minum jamu? Entahlah,  saya lupa. Tukang jamunya nggak pernah lewat di depan rumah saya. Sebagai orang Solo, mestinya saya malu! Malu karena sudah melupakan tradisi warisan ibu saya itu! Dulu saat masih kecil, ibu saya selalu membeli jamu dari Mbak Gendong. Saya biasa minum jamu beras kencur. Pernah juga minum jamu daun pepaya dan daun sirih yang rasanya pahit, untuk menghilangkan bau badan dan jerawat. Pas haidnya tidak lancar, saya minum jamu kunyit asam. Pas zaman kuliah, saya sering minum jamu kunyit putih untuk menghalau kanker dan penyakit-penyakit berbahaya. Nah, sekarang? Jadi malu nih sama artis Holloywood Shailene Woodley, pemain film Divergent, ternyata dia rutin minum jamu sejak kecil! Saya baca beritanya di artikel ini "Rahasia Cantik Luar Dalam Artis Holliwood Shailene Woodley." 

Lestarilah Jamu Indonesia
Si Shailene juga minum jamu!

Hiyaaaa....! Masa saya kalah sama artis Hollywood??? Padahal, saya sudah merasakan khasiat jamu yang terbuat dari tanaman-tanaman herbal Indonesia. Ketika anak saya sakit, beberapa kali saya menggunakan tanaman herbal untuk menyembuhkannya. Misalnya, saat anak saya masuk angin dan muntah-muntah. Teman saya menyarankan agar saya memberikan satu sendok perasan kunyit yang dicampur madu. Alhamdulillah, manjur! Anak saya langsung buang air besar yang beberapa hari susah dikeluarkan. Perutnya pun bebas dari rasa kembung. Pernah juga si kecil terkena lemparan batu yang bikin kepalanya berdarah. Ada ibu tetangga yang langsung menumbuk Daun Binahong dan ditempelkan ke kepala anak saya. Darahnya langsung mampet dan lukanya mengering! Informasi mengenai manfaat dan kegunaan daun binahong bisa dibaca di poster yang diterbitkan oleh Biofarmaka IPB ini. 

http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/593-herbal-plants-collection-binahong

Sesungguhnya, upaya untuk melestarikan jamu itu sudah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, perusahaan swasta yang giat memasarkan jamu tradisional, penjual jamu keliling, selebritis, dan sebagainya. Pusat Studi Biofarmaka IPB yang terletak di Kampus IPB Taman Kencana Bogor termasuk salah satu institusi yang giat mempopulerkan jamu, salah satunya melalui lomba blog menulis tentang jamu yang saya ikuti ini. Juga telah bekerjasama dengan PT. Biofarmaka Indonesia dengan mengadakan penelitian-penelitian dan pengembangan biofarmaka, pembuatan ekstrak tanaman obat terstandar, bahkan memproduksi jamu-jamu yang siap dikonsumsi dalan bentuk kapsul, minuman, permen, dan sebagainya. 

Jadi, tinggal kitanya sendiri, mau atau tidak melestarikan jamu dengan rutin mengonsumsi dan membudidayakannya. Budidaya jamu bisa lho dilakukan di pekarangan rumah atau di pot-pot, jika memang tanamannya sulit didapat. Seperti yang dilakukan oleh tetangga saya itu, dia menanam Daun Binahong di depan rumah, di dalam pot. 

Luka anak saya diobati dengan Daun Binahong

Beberapa cara melestarikan jamu yang sudah dilakukan ini sangat diharapkan bisa menjangkau daerah-daerah lain, sehingga jamu bisa meng-Indonesia, bahkan mendunia:

Jualan Jamu di Mall
Harus diakui, orang sekarang lebih suka ke mall daripada pasar tradisional, karena mall bisa dijadikan tempat kumpul-kumpul gratis dengan suasana nyaman dan bersih. Pergi ke mall bukan saja untuk berbelanja, bisa jadi hanya untuk cuci mata, jalan-jalan, rekreasi keluarga, arisan, dan sebagainya. Beberapa perusahaan jamu sudah berinisiatif menjual jamu di mall, salah satunya Serambi Botani, yang memasarkan produk jamu hasil penelitian Institut Pertanian Bogor di beberapa mall. Konsepnya keren, desainnya oke, produk-produknya pun dikemas secara modern. Jadi, tunggu apa lagi? Tinggal dibeli dan dikonsumsi aja!

http://www.plasafranchise.com/post/1000000503/garap-pasar-lokal-serambi-botani-targetkan-10-gerai-di-tahun-2014/
 

Belajar Membuat Jamu melalui Jamu Class
Belajar bikin jamu? Kenapa tidak? Saya juga mau deh belajar bikin jamu, supaya bisa bikin sendiri. Di Bali, sudah banyak kelas-kelas membuat jamu. Jangan-jangan lebih banyak pesertanya itu orang asing. Bagaimana dengan kita? Apa tidak tertarik belajar membuat jamu? Hmmm.... Kalau kita bisa  bikin jamu sendiri, bukan saja bisa dikonsumsi sendiri tapi juga kelak bisa jadi mata penghasilan. Menjadi pengusaha jamu adalah salah satu cara untuk melestarikan jamu.

http://baliherbalwalk.com/jamu_class.html


Kampanye Jamu melalui Film, Sinetron, Buku, dan Komik
Artis adalah public figure yang banyak ditiru oleh masyarakat, dari mulai gaya bicara, berpakaian, sampai gaya hidupnya secara keseluruhan. Kalau banyak artis yang minum jamu dan mempromosikannya,  masyarakat pun akan terbiasa meminum jamu. Film-film zaman dulu sering memasukkan tokoh Mbak Jamu Gendong. Kenapa tidak dibuat lagi kampanye jamu melalui film, sinetron, buku, dan komik? Pesannya tidak harus tersurat, bisa tersirat. 

Blogger Juga Minum Jamu
Saat ini, blog sudah menjadi media promosi yang efektif. Banyak sponsor yang menyewa blogger untuk mempromosikan produknya. Kenapa tidak kita ikut mempromosikan jamu yang notabene warisan budaya Indonesia? Semoga dengan begitu, jamu Indonesia semakin lestari, dikenal, dan dikonsumsi tak hanya di Indonesia, melainkan juga dunia. 

Diikutsertakan dalam:


Referensi:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar