Senin, 28 September 2015

Divergent: Misi Memusnahkan Orang dengan Kecerdasan Ganda



Sumber gambar: Wikipedia

Bicara soal film favorit, sebenarnya banyak film yang saya suka. Film itu buat saya pribadi menjadi salah satu pemantik ide menulis novel, apalagi film dengan imajinasi tinggi yang bisa menceburkan kita ke dunia khayalan. Namun, saya kurang suka film fiksi fantasi dan fiksi ilmiah yang agak sulit dimengerti. Jadi, ketika saya pertama kali melihat promo film Divergent yang diangkat dari novel berjudul sama, saya nggak tertarik. Ah, fiksi ilmiah, males! Saya lebih suka nonton film action yang ceritanya normal, film romantis, dan film bencana alam. 


Whaaat? Film bencana alam? Iyah, saya suka nonton film bencana alam, seperti gempa bumi, tornado, banjir, gunung meletus, kiamat, dan sebagainya. Mungkin karena spesial efeknya yang bagus.  Saya sempat nggak mau menonton Divergent, sampai kemudian saya ditakdirkan untuk menontonnya! Ceritanya, suami pulang dari kantor bawa hard disk yang berisi download film-film terbaru. Setelah selesai menonton film kartun anak-anak, film romantis, dan film bencana alam, tiba-tiba saya tergerak ingin nonton Divergent. 

Saya belum tahu kalau novel Divergent itu sedang booming. Nantinya saya baru tahu setelah selesai menonton film ini, tergugah, dan penasaran! Oya, untuk urusan nonton film, saya sering lupa nama-nama tokohnya, apalagi nama asli artis dan aktornya, kecuali mereka sudah benar-benar terkenal. Nah, saya belum kenal kedua pemeran utama film ini, jadi lupa namanya hehehe…. Filmnya dimulai dengan nuansa hitam putih di perumahan faksi Abnegation. Beatrice, yang kelak akan dipanggil “Tris” hendak menghadiri acara pemilihan faksi. 

Jadi, di kota tersebut, ada empat faksi: Erudite, Abnegation, Dauntless, dan Candor. Setiap anak yang memasuki usia 17 tahun, akan menghadapi ujian pemilihan faksi. Mereka, yang sebelumnya ikut orangtua, harus memilih kelak akan masuk ke faksi mana. Kebanyakan anak memilih tetap ikut faksi orangtuanya, tapi ada juga anak-anak berani yang mengikuti hasil ujian. Misalnya, walaupun mereka lahir dari orangtua yang masuk faksi Erudite, tapi saat ujian itu hasilnya mereka harus masuk Abnegation, mereka akan masuk Abnegation. Banyak anak yang merahasiakan hasil ujian tersebut, karena tetap ingin bersama dengan orangtuanya. 

Tiap-tiap faksi mewakili kecerdasan, keinginan, dan pilihan hidup setiap orang. Faksi tertinggi adalah Erudite, karena di sanalah berkumpul orang-orang cerdas yang memiliki sikap hidup pemimpin. Mereka ciri-cirinya itu, bekerja di gedung-gedung modern, memiliki dan menciptakan teknologi tinggi, berpenampilan elegan, dan punya sikap pemimpin. Sudah kebayang dong mereka itu siapa? Hihihi…. 

Abnegation, adalah orang-orang yang lurus, sederhana, nggak neko-neko, suka beribadah. Mereka ini seperti penganut Buddha, nggak punya ambisi hidup, berpakaian sederhana (hitam putih dan gaya rambut yang sama semuanya), dan hidup apa adanya. Beatrice berasal dari faksi ini dan dia merasa tertekan. Dia bosan dengan menu makanan yang vegetarian tanpa garam, gaya penampilan yang klasik, dan terutama, sikap hidup yang tenang. Sedangkan dalam hatinya penuh pemberontakan. 

Dauntless, adalah orang-orang sangar, preman, bebas, mereka ini bekerja pada bidang-bidang yang memerlukan kekuatan otot (polisi, satpam, dan sebagainya). Hidup mereka amat keras. Beatrice justru tertarik ingin masuk faksi ini karena berbeda 180 derajat dengan Abnegation. 

Candor, orang-orang yang kalau di dunia kita ini adalah para penghibur, artis, pelawak, dan sebagainyalah. Semua orang harus memilih satu dari keempat faksi tersebut yang hidupnya terpisah-pisah. Bila salah memilih, mereka akan menjadi orang terbuang yang hidup di luar tembok. Misalnya nih, orang dari faksi Abnegation, memilih masuk ke faksi Dauntess, tapi ternyata mereka nggak kuat karena beda gaya hidupnya. Mereka harus dibuang ke luar tembok. Wuih, serem yaaah!

Tris dan Four sama-sama Divergent
Lalu, Divergent? Nah, ini beda lagi. Ada satu tipe kecerdasan yang amat dihindari, yaitu Divergent. Mereka yang termasuk Divergent adalah orang yang memiliki kecerdasan ganda! Yaitu, orang-orang yang pintar di semua faksi: Erudite, Abnegation, Dauntless, dan Candor. Mestinya sih, kalau di kita, orang-orang yang punya kecerdasan ganda ini malah bagus ya. Orangtua mana yang nggak mau anaknya punya kecerdasan ganda? Apa saja bisa. Tapi, di kota ini, orang-orang yang ketahuan memiliki kecerdasan ganda atau Divergent, harus dimusnahkan karena dapat membahayakan keseimbangan kota!

Ternyata, selesai dites, Beatrice terbukti memiliki kecerdasan ganda, alias Divergent! Orangtuanya menyuruh Tris berbohong, nggak boleh mengaku Divergent dan harus mengaku Abnegation agar mereka nggak terpisah. Tris nggak mau. Dia muak dengan kehidupan Abnegation yang damai. Dia justru tertantang ingin masuk ke faksi Dauntless yang penuh kekerasan. Dengan berani, Tris memilih faksi Dauntless dan memulai kehidupan yang penuh kekerasan! Itu belum selesai. Tris harus lari dari faksi pemerintah, alias Erudite yang terus mengejar orang-orang Divergent seperti dirinya!

Setelah menonton film ini, saya jadi ketagihan nonton lanjutannya dan saya sudah nonton juga seri keduanya, tapi saya lupa judulnya apa karena kurang begitu berkesan. Semua rahasia mengapa orang-orang Divergent itu harus dimusnahkan, dibongkar di seri kedua. Lebih seru yang pertama, menurut saya. Untuk novelnya, saya baru baca yang judulnya “Four.” Terus, apa hubungannya film ini dengan saya sampai-sampai saya terinspirasi? 

Mungkin karena saya merasa kalau saya ada di dalam cerita film itu, barangkali saya juga seorang Divergent! Pede amat ya? Hehehe…. Saya merasa kadang saya ini seorang Erudite yang suka bekerja di depan komputer dan membaca buku. Kadang saya ini Abnegation yang suka ketenangan dan kedamaian. Kadang saya ini Dauntless yang ingin hidup bebas tanpa tekanan. Dan kadang pula saya ini Candor, yang suka bicara ngawur. 

Salut dengan penulisnya yang kepikiran membuat cerita tentang misi memusnahkan orang-orang dengan kecerdasan ganda. Sementara banyak orang berpikir bahwa anak-anak dengan multiple intelligence itu bagus, si penulisnya ini malah berpikir tentang pihak lain yang ingin para Divergent dimusnahkan. Alasannya, ya karena orang-orang yang Divergent itu bisa melakukan semuanya saking cerdasnya. Orang-orang dengan satu kemampuan saja pun merasa terancam. Kita sendiri, pernah nggak merasa iri dengan orang yang banyak bisanya? Saya pernah, tapi iri positif lho. Saya justru merasa tertantang bila bertemu dengan orang-orang semacam itu. Dia saja bisa, masa saya enggak? Saya nggak mau menyerah dengan kekurangan saya. Kalau dia bisa, kenapa saya enggak? 

Novel Divergent
Kira-kira begitulah pemahaman saya mengenai makna dari film Divergent. Kalau menurut orang lain maknanya berbeda, namanya saja karya fiksi, bisa dimaknai apa saja. Yang penting kita asyik saja nontonnya, tapi harus pintar cari waktu nonton film ini karena ada adegan yang nggak boleh ditonton anak-anak. Sebagai seorang novelis, saya juga berharap kelak ada novel saya yang difilmkan seperti novel Divergent karya Veronica Roth ini. Aamiin… Doain, yaah….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar