Sabtu, 16 Januari 2016

Menikmati Transportasi Massal Kereta Commuter Jabodetabek

Gerbong wanita, pink!
Assalamu'alaikum... lama tak bersua dengan saya di blog ini yah hehe.... Dari tadi mau nulis kok nggak jadi-jadi. Begitu ada waktu lowong, malah idenya mampet. Jadi, saya lihat-lihat simpanan foto-foto  yang belum diterbitkan di blog ini. Saya ingat ingin berbagi cerita tentang pengalaman naik kereta Commuter Line Jabodetabek, yang sekarang sudah berubah drastis dibandingkan dengan dua tahun lalu. Jauhnya perjalanan dari Bogor ke Jakarta pun jadi nggak terasa. 


Bagi pembaca blog ini yang sudah sering naik kereta Commuter, tentunya tulisan ini nggak perlu dibaca. Wong biasa saja. Tulisan ini saya tujukan untuk pembaca luar kota Jakarta yang baru pertama kali bepergian ke Jakarta. Saya pernah bertemu seorang pemuda, kira-kira umur 18-20 tahunan yang kebingungan di Stasiun Sawah Besar. Setelah celingak-celinguk mencari orang yang mau dijadikan tempat bertanya, akhirnya dia bertanya kepada saya dan teman saya. "Mbak, kereta ke Bekasi yang mana ya?" Sebenarnya saya juga belum hapal rutenya, teman saya pun enggak tahu. Untungnya, nggak lama lewat pula seorang bapak-bapak. Saya suruh saja dia nanya ke bapak itu, dan bapak itu bilang, "Sebentar lagi lewat keretanya." Eh, benar, nggak lama lewat kereta ke Bekasi. Dia pun naik dan mengucapkan terimakasih kepada kami. Lhoo??? Padahal kami nggak ngasih jawabannya hehe....

Intinya, akan selalu ada yang pertama bagi orang lain. Termasuk pembaca blog ini, barangkali penasaran kereta Commuter Jadebotabek itu seperti apa ya kondisinya saat ini? Saya memiliki beberapa foto kondisi stasiun kereta saat dalam perjalanan ke acara Blogger Gathering. Saya turun di Stasiun Tebet. Umumnya, kondisi Stasiun sudah jauh lebih baik. Bersih, tidak ada sampah, tidak ada pedagang asongan, apalagi pengamen dan pengemis. Cakep banget deh. Walaupun di sisi lain ada yang dirugikan, ya siapa lagi kalau bukan orang-orang kecil yang mencari nafkah itu. Tapi, jujur saja, sebagai penumpang, saya menyukai kondisi kereta dan stasiun seperti sekarang ini. 

Bersih ya stasiunnya....

Kalau dulu, kita mau berdiri aja susah. Berdesakan dengan pedagang yang hilir mudik. Kondisi kereta juga kusam, banyak sampah, dan nggak nyaman. AC-nya banyak yang mati. Kaca-kaca banyak yang pecah atau hilang. Sekarang keretanya sudah lumayan cakep. Dilarang buang sampah di dalam kereta. Di Stasiun juga nggak boleh. Makanya ada tempat sampah yang disediakan di setiap pojok stasiun. Canggihnya lagi, jenis sampahnya juga dipisah: Organik dan Non Organik. 

Tempat sampahnya

Di dalam kereta, ada rute pemberhentian kereta. Kita perhatikan baik-baik nantinya kita mau turun di mana. Lagipula, ada pengeras suara yang memberitahukan saat kereta akan berhenti di stasiun tertentu, kecuali kalau kita ketiduran. Ya nasib, deeeh.... Ada kursi prioritas yang dikhususkan untuk orang-orang yang membutuhkan kursi, seperti ibu hamil, ibu membawa bayi dan balita, orang lanjut usia, dan orang cacat. Ada petugas yang berjaga dan memastikan kursi prioritas itu ditempati oleh orang yang tepat. Sudah nggak ada lagi petugas yang memeriksa karcis, karena sudah menggunakan mesin tap karcis di mana kita nggak bisa masuk ke dalam stasiun kalau karcisnya nggak ditap dulu. Karcis elektronik ini juga memperkecil korupsi petugas, karena hanya bisa dibeli di loket. Loketnya juga bagus dan profesional. 

Rute Pemberhentian

Kita juga bisa memakai kartu e-money untuk menggantikan kartu kereta api lho. Contohnya saya memakai Flazz BCA hadiah dari lomba di blog Kompasiana. Intinya, stasiun kereta api yang sekarang ini lebih canggih, bersih, teratur, dan tertata. Saya bangga dengan perubahan fasilitas Commuter Line ini, walaupun pada saat jam kerja dan pulang kerja, tetap saja keretanya padat penumpang sampai berdesakan. Kalau mau enak, ya naiknya pada waktu tengah hari sampai jam tiga sore, itu aman dan nyaman deh. Ups, kadang-kadang sih masih sering ada  gangguan keberangkatan seperti kereta yang terlambat, terkena banjir sampai listriknya korslet, bahkan mati listrik. 

Di beberapa gerbong juga ada iklannya yang dicat di badan gerbong. Menurut saya wajar saja, karena tiket keretanya sangat murah. Saya saja naik dari Bogor ke Tebet itu hanya bayar Rp 2.000. Jadi, tiketnya itu adalah Rp 2.000 untuk 25 km pertama dan Rp 1.000 untuk setiap 10 km berikutnya. Masya Allah, hari gini naik kereta cuma bayar Rp 2.000? Lah, dulu itu tiketnya lebih mahal. Saya pernah bayar Rp 9.000 untuk ekonomi AC, sekali perjalanan. Untuk bisa mendapatkan fasilitas sebagus ini dengan tiket kereta yang murah, tentu perusahaan perlu mendatangkan sponsor, yaitu pemasang iklan.

Tarif Progressif

Eh iya, sekarang juga sudah ada gerbong wanitanya yaa... meskipun hanya dua gerbong dan sering penuh. Kalau mau dapat duduk, ya mending di gerbong biasa saja karena jumlah gerbongnya lebih banyak daripada gerbong wanita. Tapi kalau kondisinya kereta sangat penuh, mending naik gerbong wanita biar nggak dipepet oleh nonmahram. Kalau bawa anak, saya pilih di gerbong biasa, karena sering dikasih tempat duduk oleh bapak-bapak. Di gerbong wanita, sudah banyak ibu-ibu yang bawa anak juga, jadi nggak mungkin ngasih tempat duduk. Kalau sudah tahu akan pergi pada jam padat penumpang, saya pilih  pakai celana kulot supaya lebih mudah bergeraknya. 

Nah, siapa yang mau berwisata naik kereta Commuter Line Jabodetabek?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar