Rabu, 14 Oktober 2015

Cegah dan Waspadai Gejala Kanker Payudara Sejak Dini



Di usia belasan, aku merasakan kehadirannya.
Sesuatu yang berdenyar-denyar di dadaku.
Keras, sakit, dan sensitif.
Aku kebingungan. Apa yang terjadi kepadaku?
Mengapa aku begitu emosi ketika ada orang yang mengenai dadaku?
Kutanya kepada Ibu, dan ia memberiku pakaian dalam khusus untuk dadaku.
“Pakai ini, supaya nggak sakit lagi kalau loncat-loncat,” katanya.
Hari demi hari berlalu, sesuatu itu terus tumbuh di dadaku.
Hingga ukuran pakaian dalamku berubah. Ia menggembung seperti sepasang gunung.
Yang kulihat di buku-buku gambar semasa SD.
Ibu bilang, aku sudah dewasa. Aku tidak boleh membiarkan siapa pun menyentuh dadaku.
Tapi, bukan hanya itu saja.
Aku harus menjaga dan merawatnya.
Karena ada penyakit yang dapat mengambilnya tanpa sisa. Bahkan merenggut nyawaku.
Kanker payudara.
                                                                         
Kanker payudara bukanlah suatu hal baru dalam hidup saya. Beberapa wanita di sekitar saya, pernah terkena kanker payudara. Dua orang diantaranya bahkan sudah meninggal.  Suami saya pernah bilang, bahwa saya harus menjaga pola makan karena banyak saudara saya yang terkena kanker. Sewaktu remaja, saya datang ke rumah kakek untuk menjenguk adik kakek (perempuan) yang sedang sakit. Saya memanggilnya, “Nyai.” Mama melarang saya melihat karena penyakitnya tidak enak dilihat. Saya belum mengerti penyakit apa itu. Kata Mama, ada luka di payudara Nyai yang memerah, bernanah, dan membusuk. Menyeramkan. Tak lama setelah itu, Nyai meninggal dunia. Lama-lama saya tahu penyebabnya karena kanker payudara.

Hanya selang beberapa tahun setelah itu, seorang sepupu saya pun meninggal dunia di usia muda. Anaknya yang terkecil baru umur empat tahun. Saya menjenguknya saat kanker payudaranya sudah parah. Ah, lagi-lagi kanker payudara. Saya tidak tahu persis apa penyebabnya. Menurut orang-orang tua, Nyai terkena kanker payudara karena sering memasak menggunakan minyak jelantah (minyak sisa memasak yang sudah kehitaman). Minyak jelantah bersifat karsinogen, memicu kanker. Sedangkan adik sepupu saya terkena kanker payudara karena tidak menyusui. Kedua anaknya memang tidak disusui karena bentuk payudara ibunya yang masuk ke dalam. Katanya, ASI yang tidak dikeluarkan itu dapat menumpuk dan menjadi racun. 

Kanker payudara bisa disebabkan oleh banyak hal, tak hanya dari keturunan. Tetangga saya juga ada yang terkena kanker payudara, tapi sampai sekarang masih hidup. Barangkali karena pencegahannya lebih cepat. Payudaranya sudah diangkat. Kedua adik ipar saya pun pernah menjalani operasi pengambilan tumor jinak di  payudara. Bila tak diambil, kemungkinan akan berkembang menjadi kanker. Keduanya mengaku sering makan makanan cepat saji, bakso, dan makanan-makanan yang mengandung MSG dalam jumlah berlebihan.         

Begitu banyaknya kasus kanker payudara di sekeliling saya membuat saya lebih berhati-hati. Ternyata, kanker payudara tak hanya disebabkan oleh genetik atau keturunan. Semua wanita berpotensi mengalaminya.  Apalagi di masa sekarang ini di mana kita sulit menemukan makanan sehat yang bebas MSG, formalin, pewarna dan pemanis buatan, serta pengawet. Dari sekian banyak kasus kanker itu, saya menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah makanan. Tentunya ini hanya berdasarkan pengamatan saya, karena setiap saya mendengarkan cerita-cerita mereka yang berkaitan dengan kanker, selalu saja penyebabnya adalah makanan. 

Jadi, tak ada salahnya kalau kita mulai memilah dan memilih setiap makanan yang kita makan. Sepengetahuan saya (dari hasil  baca-baca referensi), kanker disebabkan oleh mutasi  genetik sel-sel yang ada di dalam tubuh kita, yang tadinya jinak menjadi ganas. Ini seperti di dalam film-film fiksi ilmiah. Mutasi atau berubahnya sel-sel itu bisa disebabkan oleh makanan yang buruk atau zat-zat kimia. Beberapa hal yang sudah saya praktekkan berkaitan dengan makanan (agar tidak menyebabkan kanker), diantaranya:

Mengurangi MSG/ Vetsin/ Mecin
Siapa sih yang tidak suka makan enak? Lidah kita sudah terbiasa makan makanan gurih yang kebanyakan memakai MSG atau Mecin (orang sini menyebutnya Mecin). Saya juga dari kecil sudah terbiasa pakai Mecin, jadi kalau tidak pakai itu rasanya hambar. Penelitian mengenai Mecin, bisa dibrowsing saja ya. Kalau dijelaskan di sini nanti jadi seperti artikel ilmiah. 

Intinya, sesuatu yang berlebihan itu pasti tidak baik. Seorang saudara ibu mertua saya, meninggal karena kanker Tiroid, dan katanya itu karena dia kalau masak selalu pakai Mecin yang banyak. Lidahnya sudah ketagihan Mecin. Pakai Mecin tidak cukup satu sendok untuk satu panci sayur, tapi mesti pakai Mecin yang ukuran 100 gram itu. Wuiddiiih… Dari cerita itulah saya takut masak pakai Mecin banyak-banyak. Alhamdulillah, sekarang saya juga sudah tidak pakai Mecin atau Penyedap Rasa lagi. Saya pakai yang alami: kuah kaldu ayam atau sapi asli ditambah gula dan garam. Rempah-rempah alami juga bisa menyedapkan masakan. 

Sebenarnya Mecin itu juga sudah ada di bumbu-bumbu instan, seperti kecap dan saus sambal. Jadi, kalau kita masak pakai Mecin lagi, bisa dibayangkan berapa banyaknya Mecin yang menumpuk di tubuh kita? Mungkin rasa masakan kita memang sedikit berbeda dari yang sebelumnya pakai Mecin menjadi tidak pakai, tapi kalau dibiasakan lama-lama lidah kita akan menyesuaikan juga kok. Semakin alami masakan kita, semakin baik. 

Tidak Menggunakan Minyak Jelantah untuk Memasak
Minyak Jelantah adalah minyak bekas pakai. Minyak yang dipakai berulang kali itu warnanya menghitam. Memang sepertinya sayang ya, minyak yang baru dua kali dipakai, kelihatannya masih jernih, dan jumlahnya banyak, lalu kita buang? Enaknya kita pakai terus sampai habis. Padahal, pemanasan berulang kali bisa memicu zat penyebab kanker. Minyak itu kan menempel di masakan kita, lalu kita makan. Biasanya, pedagang gorengan atau makanan-makanan yang digoreng itu memakai minyak berulang kali, lihat saja minyak di wajannya yang hitam. Minyak yang bagus itu yang sekali pakai, tapi dipakai yang kedua kali juga masih bisa ditoleransi. Setelah itu, buang.

Lebih baik lagi kalau makanannya tidak digoreng, alias direbus. Yang ini nih saya masih harus belajar, karena saya suka gorengan. Mendingan sih goreng sendiri di rumah daripada beli. Beli sesekali boleh, asal tidak setiap hari. Makan gorengan banyak-banyak juga bisa menyebabkan kolesterol dan radang tenggorokan. Solusi untuk menghemat pemakaian minyak, gunakan secukupnya saja tidak perlu sampai memenuhi wajan. Sesuaikan dengan banyaknya makanan yang akan digoreng. 

Tidak Sering-sering Makan Bakso dan Makanan Cepat Saji
Makan bakso? Siapa yang tidak suka? Saya juga suka banget. Bakso itu memang bikin kecanduan, tapi apa coba yang bikin kecanduan? Ya, mecinnya. Nah, kalau makan baksonya tidak pakai Mecin? Ya, baksonya itu, dibuatnya dari apa dulu. Kalau baksonya bikin sendiri, kita yang menggiling sendiri dan memastikan bahwa bahan-bahannya aman, silakan saja makan bakso setiap hari. Tapi, kita tidak tahu bahan-bahan apa yang terkandung di dalam bakso kaki lima. 

Tanpa bermaksud menyamakan semua bakso yang dijual di jalan-jalan, seorang teman saya yang bekerja di instansi kesehatan, pernah mewanti-wanti agar jangan sering-sering jajan bakso. Dia sudah pernah meneliti kualitas bakso di jalan-jalan dan menemukan banyak bahan berbahaya, seperti boraks dan pengawet. Pesannya, kalau bisa makan bakso sebulan sekali saja. Kalau benar-benar bisa, jangan pernah makan bakso yang dijual di jalan. Bikin sendiri saja. 

Makanan cepat saji seperti Fried Chicken juga tidak boleh banyak-banyak. Adik ipar saya yang pernah operasi tumor jinak di payudara, mengaku kalau dulu sewaktu kuliah dia sering makan Fried Chicken. Namanya juga anak kampus, malas masak, dan kosnya berada persis di depan mal. Di mal itu ada restoran cepat saji, ya cus lah dia makan di sana terus, hampir setiap hari. Saya juga sesekali makan Fried Chicken, tapi tidak sering. Kalau sering-sering juga bisa bolong kantong saya, hehehe…. 

Biasakan Makan Sayur dan Buah
Jangankan anak-anak, saya saja masih harus membiasakan diri makan sayur dan buah. Keduanya mengandung serat yang melancarkan pencernaan, sehingga dapat membuang racun yang menumpuk. Buat yang suka sembelit, harus diwaspadai tuh, karena kalau susah BAB itu berarti racunnya menumpuk di tubuh. Ibu saya yang terkena kanker lidah pun awalnya susah BAB. Buang air besar lima hari sekali. Normalnya, buang air besar itu sehari sekali. 

Tidak Mengonsumsi Alkohol dan Rokok
Alkohol dan rokok ini ibarat pupuk untuk sel kanker. Yang tadinya sel kanker itu dalam keadaan tidur, lalu dibangunkan oleh rokok dan alkohol, bahkan membesar, membesar, dan membesar sehingga terjadilah kanker ganas. Mari lakukan gaya hidup sehat saja. Kita bisa hidup tanpa rokok dan alkohol. Mending uangnya dibelikan buah yang banyak. 

Itu pencegahan dari sisi makanan. Selain itu, saya juga tidak memakai BRA (penyangga payudara) yang terlalu ketat, terutama di malam hari saat tidur. Agar payudara dapat "bernapas" dan aliran darahnya menjadi lancar. Untuk lebih amannya lagi, kita juga mesti rutin melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Cara-caranya sudah banyak disebar di internet. Kemarin pagi, saya menyaksikan tayangan mengenai pencegahan kanker payudara di TV One, bahwa akan lebih akurat lagi kalau kita melakukan Mammogram (Tes Kesehatan Payudara) untuk mengetahui apakah payudara kita dihinggapi benih-benih kanker atau tidak. Di Indonesia, sudah ada mobil Mammogram di mana kita bisa memeriksakan payudara dengan menggunakan X-Ray. Alat ini dapat menunjukkan benjolan di payudara sebelum gejalanya dirasakan oleh kita. Lebih cepat diketahui, lebih cepat diobati, insya Allah keberhasilan sembuhnya pun lebih besar. 

Wanita yang berusia di atas 40 tahun, setidaknya melakukan Mammogram satu kali setahun atau tiap dua tahun, karena risiko terkena lebih besar. Wanita yang berusia di bawah 40 tahun dan memiliki risiko kanker payudara secara genetik (ada keluarganya yang terkena kanker), juga harus melakukan Mammogram dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter pribadi. Wanita yang tidak termasuk kedua kategori di atas, juga sebaiknya melakukan Mammogram setelah berkonsultasi dengan dokter. Saya sendiri belum pernah melakukan Mammogram, dan jadi terpikir untuk melakukannya. Apalagi dengan keberadaan mobil Mammogram dari Pemerintah itu, kita bisa tes kesehatan payudara secara gratis. Mobilnya ada di Puskesmas-Puskesmas, tapi sepertinya dijadwalkan bergantian. Alatnya juga sudah lebih canggih dan tidak sakit. 

Semoga dengan semakin pedulinya kita terhadap penyakit yang satu ini, kematian akibat penyakit ini dapat ditekan ya, Bu-Ibu. Eh, Bapak-bapak juga lho, karena kanker payudara juga bisa menghinggapi Bapak-bapak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar