3 novel baruku |
Berhubung ada giveaway dari blog Cokelat Gosong yang temanya sangat “gue banget”, maka saya akan kembali menuliskan pengalaman menjadi penulis pemula. Sebenarnya saya sudah sering menuliskan pengalaman menjadi penulis, terutama di dalam blog ini. Saat ini sudah ada lebih dari 20 buku solo (novel dan nonfiksi) saya yang diterbitkan oleh penerbit mayor. Seperti penulis lainnya, saya juga pernah menjadi penulis pemula. Penulis yang memulai langkah dari nol, baik itu dalam hal menulis maupun menerbitkan buku. Bahkan saya pernah berada di titik nol itu dua kali. Pertama, ketika belum menerbitkan buku sama sekali. Kedua, ketika sempat berhenti menulis selama tiga tahun (karena menikah dan mengurus bayi), lalu bangkit kembali.
Menjadi penulis pemula itu memang pahit tapi manis. Pahitnya, naskah ditolak terus oleh penerbit. Manisnya, semangat menulis menggebu-gebu, tanpa memikirkan apakah buku akan laris, menjadi terkenal, fenomenal, dan sebagainya. Menulis tanpa beban. Beda ya kalau sudah pernah menerbitkan buku dan mendapatkan komentar dari pembaca (apalagi komentar pedas), mau nulis se-kata dua kata saja sudah takut salah, hihihihi….. Lalu, bagaimana akhirnya naskah saya bisa diterbitkan?
Mengikuti perlombaan menulis
Naskah saya ditolak terus, hanya cerpen saja yang bisa sesekali dimuat di majalah. Naskah pertama saya ditolak oleh penerbit yang mana editornya itu teman saya juga. Bayangkan! Harusnya sebagai teman, dia tidak menolak naskah saya, hahahaha…. Syukurlah, saya move on, lalu mengirimkan naskah tersebut ke sebuah lomba menulis novel yang diadakan penerbit yang lebih besar daripada penerbit tempat teman saya bekerja itu. Tak disangka, novel saya justru jadi pemenang kedua! Sejak itu saya yakin, naskah ditolak di satu penerbit, belum tentu ditolak juga di penerbit lain. Itulah langkah pertama saya menerbitkan buku. Gelar juara dua itu memuluskan langkah berikutnya, karena sudah ada penghargaan menulis yang saya terima.
Mengikuti selera penerbit
Seorang penulis harus rajin membaca, baik itu membaca buku maupun tren penerbitan. Caranya? Rajin ke toko buku atau melihat-lihat situs toko buku online. Cermati juga sosial media para penerbit, buku-buku apa yang mereka terbitkan. Akan lebih bagus kalau membeli bukunya juga. Sebagai informasi, persaingan buku fiksi sangat ketat karena banyaknya jumlah penulis fiksi tapi pembacanya tidak lebih banyak daripada buku nonfiksi. Naskah fiksi yang diprioritaskan untuk diterbitkan adalah novel, sedangkan kumcer (kumpulan cerita pendek) hanya untuk penulis yang sudah punya nama, fans, atau menjamin bisa menjual bukunya sejumlah eksemplar tertentu. Naskah yang berpeluang besar untuk diterbitkan sekalipun itu ditulis oleh penulis pemula adalah naskah nonfiksi populer dan agama.
Mengikuti perkembangan sosial media
Kini ada kecenderungan penerbit memprioritaskan penulis yang aktif di sosial media, misalnya dengan jumlah follower twitter, blog, instagram, dan sebagainya di atas 1.000, sehingga ada jaminan bukunya laris karena penulisnya rajin berpromosi di sosial media. Jadi, jangan malas-malas mengoptimalkan jejaring sosialmu, siapa tahu nanti ada penerbit yang melirik.
Self Publishing? Why Not?
Katanya, Cokelat Gosong mau menerbitkan bukunya melalui self publishing. Self publishing ini ada dua: menerbitkan buku sendiri (produksi dan jual sendiri) atau pakai jasa perusahaan self publishing (dibantu proses produksi dengan biaya terjangkau). Biasanya penulis yang modalnya terbatas, menggunakan jasa perusahaan self publishing dengan proses produksi POD (print on demand, dicetak bila ada pesanan). Kalau punya modal besar, lebih baik cetak sendiri, biaya kurang lebih Rp 11 juta-an, lalu kerjasama dengan distributor buku untuk memasarkan bukunya. Pengalaman saya menggunakan jasa self publishing dengan sistem POD, yah dapat capeknya saja hehehe…. Royalti belum nyicipin sedikit pun, konon jumlah royalti belum mencukupi untuk dikirim padahal saya berhasil jual ratusan eksemplar. Sudah begitu, saya hanya dapat 10% royalty, padahal biaya produksi dari saya. Mending cetak sendiri, saya dapat 100% royalti. Itulah kenapa, sekarang saya tidak pernah lagi memakai jasa self publishing. Saya berusaha menerbitkan buku di penerbit mayor, karena lebih jelas keuntungannya. Saya berusaha menembus penerbit besar karena mereka amanah dalam memberikan hak-hak penulis.
Nah, untuk bisa menembus penerbit mayor itu, penulis harus berusaha keras menulis naskah yang berkualitas dan menjual. Untuk penulis pemula, jika ingin menulis fiksi, tulislah novel lalu ikutkan ke lomba menulis novel. Peluang lebih besar bila menulis nonfiksi yang bermanfaat untuk pembaca (berupa buku panduan, terutama panduan bisnis dan industri kreatif). Penerbitan buku kini sudah masuk ke industri kreatif, jadi bolehlah menulis dengan tema “How to be a Writer.” Sepengetahuan saya, sudah banyak buku sejenis, karena itu bila ingin menerbitkan buku yang mirip, buat tema yang lebih spesifik dan menarik, misalnya:
“Bagaimana menerbitkan bukumu dan mendapatkan penghasilan puluhan juta dari menulis?”
Siapa contoh penulis yang bisa dijadikan inspirasi? Raditya Dika, misalnya, yang bukunya terjual sembilan ribu eksemplar di minggu pertama.
Jadi nggak sabar nunggu buku Cokelat Gosongterbit, nih hehehe….
Jadi nggak sabar nunggu buku Cokelat Gosongterbit, nih hehehe….
*762 kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar