Sabtu, 28 Februari 2015

Kegagalan Tak Lebih Banyak dari Keberhasilan

Minggu lalu saya membuat kue kering pesanan Ismail, si sulung. Dengan penuh percaya diri, saya tinggalkan kue itu di dalam oven yang saya kira sudah sesuai timernya. Suhu 170 derajat, waktu panggang 15 menit. Oke, sip. Saya mau buka smartphone dulu. Lihat-lihat linimasa di Twitter, sesekali membalas mention. Tahu-tahu, Sidiq, si tengah, berlari-lari menghampiri sambil berteriak, "Mamah! Mamah! Kenapa itu panggangannya berasap?" 


"Hah? Berasap? Perasaan baru sebentar ditinggal." Saya cepat-cepat menghampiri oven, daaaan.... OAAAAA! Kuenya GOSONG! Ya Allah, kan baru ditinggal sebentar? Kenapa gosong, sih? Saya mengomel-ngomel sendiri. Kan udah bener tadinya timernya, 15 menit. Biasanya malah ditambah, karena belum terlalu kering. Lah itu baru 10 menit kenapa gosong? Saya cek suhunya... astaga! Ternyata suhunya tinggi sekali, 200 derajat selsius. Pantas aja gosong! Daripada merutuki kebodohan dan menyalahkan orang lain--siapa sih yang udah naikin suhunya???--lebih baik saya panggang lagi adonan yang masih ada. Saya pandangi adonan yang gosong. Hiks, sedih... Lumayan kan ada beberapa butir kue yang bisa dimakan, kalau saja tidak gosong. Tapi, ya sudahlah. Namanya juga takdir, hehehe....

Alhamdulillah, kue keringnya pun jadi dan tidak gosong. Hasilnya juga bagus. Setelah dihitung-hitung, jumlah yang berhasil dengan jumlah yang gosong, masih lebih banyak yang berhasil. So, lupakan saja kegagalan yang telah lalu. Jadikan pelajaran. Toh, setelah gagal itu, saya jadi mawas diri. Lain kali jangan hanya mengecek timernya, tapi juga suhunya. Saat itu, saya memang "lupa" mengecek suhu, karena berpikir tak ada yang mengutak-atiknya. Hanya saya yang memakai oven itu dan suhunya selalu tetap. Kalau timer, memang berubah-ubah sesuai jenis kue yang dipanggang. 

Saya jadi mikir, ternyata benar juga ya. Kegagalan akan membawa hikmah terhadap keberhasilan di masa depan. Dengan gagal, kita jadi mawas diri, hati-hati, dan lebih mempersiapkan diri dalam melakukan sesuatu. Hasil yang kita peroleh pun lebih baik, dibandingkan dengan bila kita tidak pernah gagal. Begitu juga dalam menulis dan mengikuti lomba menulis. Saya melihat teman-teman yang sering gagal dalam lomba, justru lebih bersemangat untuk terus berkompetisi. Sedangkan teman-teman yang sering menang lomba, begitu gagal satu kali, "down"nya berhari-hari bahkan berbulan-bulan. 

Begitu juga dengan seseorang yang sering mendapatkan PUJIAN. Sekalinya gagal, langsung masuk ke dalam tanah. Sedangkan yang dianggap biasa-biasa saja, enjoy saja melangkah karena toh orang-orang menganggapnya biasa. Dan yang perlu diingat, kegagalan itu hanya sedikit dari keberhasilan yang akan diperoleh kelak. Jika jumlah kue yang berhasil dipanggang sejumlah 30, maka yang gagal hanya 10. Jadi, mengapa tidak kita ikhlaskan saja kegagalan itu? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar