Jumat, 20 Februari 2015

Setiap Orang Berguna dengan Caranya Masing-masing

Batang lidi pun memiliki kegunaan

Da aku mah apa atuh… nulis novel, yang beli cuman satu-dua orang. Nggak kayak Raditya Dika yang novelnya langsung laris 80 ribu eksemplar dalam 3 hari. Ikut lomba blog, nggak menang-menang. Nggak kayak blogger lain, ikut sekali langsung menang….”


Da aku mah apa atuh… cuman di rumah aja. Kerjaan cuman tidur dan main sama anak-anak. Nggak bisa bantu suami nyari uang. Nggak bisa kasih uang ke orangtua.”

Da aku mah apa atuh…..”

Hiyaaaah… panjang ya kalau mau diteruskan curcolnya. Sudah sering juga saya membaca status-status bernada curcol dari ibu-ibu rumah tangga yang 100 persen di rumah, mengenai statusnya yang seolah “tak berguna.” Cuman ibu rumah tangga, apalah artinya? Nggak bisa nyari uang, nggak bisa bantu suami, nggak bisa bantu orangtua. Percuma disekolahin tinggi-tinggi. Udah capek kerja mengurus rumah dan anak-anak, masih juga disebut “nggak kerja.” Masak nggak begitu jago, apalagi beres-beres rumah. Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku… hiks….

Saya juga pernah membaca status seorang penulis novel yang mengeluhkan penjualan novelnya yang nggak bagus. Padahal, nulis udah sepenuh hati, pakai riset mati-matian, revisi puluhan kali. Begitu saatnya pembayaran royalti, eh cuman dapat Rp 200.000, itu royalti satu tahun *ini mah saya :D.

Pernah merasa nggak berguna juga? Saya sering. Terus mencari apa kelebihan diri ini, dan rasanya kok nggak punya kelebihan apa-apa. Semua bidang yang saya masuki, seolah tak memberikan keyakinan bahwa saya ahli di bidang itu. Semua serba nanggung. Apa sebenarnya yang sedang saya cari? Apakah saya ingin orang-orang memuji saya, “hebat, keren, amazing, wonderful!” gitu?

Kemarin saya nonton film Shaolin yang diperankan oleh Andi Lau dan Jacky Chan. Mr. Chan bilang, “Jangan pernah merasa tidak berguna, karena setiap orang itu berguna dengan caranya masing-masing.” Wuiih… jleb banget quote itu. Terasa nendang di hati. Kalau dipikir, betul juga. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menjadi berguna. Tak perlu menyamakan posisi kita dengan orang lain, karena setiap orang itu tidak sama.

Misalnya, akan capek membandingkan diri saya dengan Raditya Dika. “Da aku mah apa atuhlah. Novel cuman terjual 400 eksemplar, sedangkan RD bisa 80 ribu eksemplar dalam 3 hari.” Padahal, belum tentu RD seberuntung saya. Beruntung dalam hal lain, lho. Kalau dalam penjualan novel, sudah tentu dia jauh lebih beruntung. Saya kembali teringat film 2012, itu tuh film tentang kiamat yang terjadi di tahun 2012. Alhamdulillah, 3 tahun sudah berlalu, dan ramalan itu tidak terbukti ya. Saya sudah tiga kali nonton film itu karena saya suka visual efeknya, hehehe…. Kalau habis nonton, saya langsung tobat deh, ngeri membayangkan kiamat.

Saya bukan mau cerita soal kiamatnya, tapi tentang tokoh utama film itu, seorang penulis buku bernama Jackson Curtis. Tahu nggak? Bukunya cuman terjual nggak lebih dari 500 eksemplar! Walaupun demikian, buku tersebut ada di dalam tas Dr. Adrian Helmsey, seorang peneliti yang ikut merancang perahu besar untuk menyelamatkan spesies manusia bila kiamat benar-benar terjadi. Jackson Curtis bersama keluarganya mati-matian menyelamatkan diri dari kiamat, berangkat ke Cina untuk ikut naik ke kapal besar itu. Hanya orang-orang terpilih saja yang bisa naik ke perahu tersebut, diantaranya pemimpin-pemimpin negara-negara besar. Orang biasa yang mau naik perahu tersebut harus membayar Rp 2 miliar juta dollar (kalau nggak salah lho ya). Nggak mungkin kan Jackson Curtis yang bukunya cuman terjual 500 eksemplar itu bisa naik pesawat tersebut? *hadeuuuh… royalti 200 ribu, mana mungkin euy bisa beli tiket perahu.

Jutaan orang mati dalam bencana besar yang disebut kiamat itu. Dr. Adrian berkata kepada Putri Presiden yang selamat naik ke perahu, sambil mengacungkan buku Jackson Curtis. Katanya, “Buku ini hanya terjual 500 eksemplar. Penulis buku ini barangkali tidak dapat menyelamatkan diri, tapi bukunya kelak menjadi warisan dunia yang penting, karena bukunya ada di tanganku.” Kira-kira begitu kata Dr. Adrian.

Jleb. Tiba-tiba seperti ada sesuatu yang menendang saya. Buku yang hanya terjual 500 eksemplar, tapi dari jumlah itu, salah satunya dibeli oleh ayah si peneliti, dan menghadiahkannya kepada si peneliti. Buku-buku lain, bahkan dari penulis bestsellersekalipun, belum tentu bisa selamat seperti buku itu, karena semua yang ada di dunia, dikisahkan hancur lebur dihantam berbagai bencana yang mengiringi kiamat: gunung meletus, gempa bumi, sampai tsunami. Amazing! Jackson Curtis, sang penulis pun, menjadi salah satu tokoh penting di film tersebut, karena dia-lah tokoh utamanya, walaupun bukunya hanya terjual 500 eksemplar. Sudah tentu dia dikisahkan selamat dari kiamat, walaupun berusaha mati-matian.

Saya hanya mau bilang bahwa, barangkali kita menganggap diri kita tak berguna, tapi belum tentu orang lain menganggap begitu. Barangkali kita menganggap diri kita gagal meraih impian, tapi bukan berarti diri kita seorang pecundang. Seperti kata Doraemon dalam film “Stand By Me, Doraemon.” Tatkala Nobita nyaris putus asa, Doraemon berkata, “kau sudah berusaha keras. Jangan cemaskan kegagalan. Jika orang lain bisa, kau pasti bisa.”

Duh, nasihat dari Doraemon itu benar-benar mengena di hati saya. Setelah semua usaha yang saya lakukan, dan saya masih merasa gagal, mengapa saya harus mencemaskannya? Terus saja berusaha, barangkali tinggal sedikit lagi langkah saya untuk meraih keberhasilan. Ada kalanya kecemasan itu muncul karena kita terlalu memikirkan omongan orang lain. Kita melakukan sesuatu untuk  membahagiakan orang lain, padahal yang lebih berhak kita bahagiakan adalah diri kita sendiri. Membahagiakan orang lain tak akan ada habisnya, karena mereka selalu memiliki celah untuk mencari kekurangan kita.

Setiap orang berguna dengan caranya masing-masing. Ibu rumah tangga yang hanya di rumah, berguna karena keberadaannya di rumah untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan anak-anak. Penulis yang bukunya hanya terjual 500 eksemplar pun berguna, karena siapa tahu bukunya menginspirasi orang lain walaupun orang itu jumlahnya hanya satu. Siapa pun kamu, selama kamu mengusahakan dirimu untuk berguna, maka kamu sudah berguna untuk dirimu sendiri maupun orang lain.  Jadi, marilah mensyukuri diri sendiri, karena Allah Swt tidak menciptakan manusia untuk sesuatu yang sia-sia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar