Selasa, 10 Februari 2015

Dua Mimpi, Dua Realisasi

Pizza pertama saya, bentuknya masih
harus disempurnakan :D
Apa mimpi yang akan diwujudkan dalam waktu dekat? Wah, susah nih. Terlalu banyak mimpi dan nggak yakin apakah bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Namanya juga mimpi, letaknya di awang-awang dan hanya ada saat tidur. Begitu bangun, hilang lagi mimpinya, hihihi….


Seorang teman pernah menyatakan rasa irinya kepada saya karena saya masih bisa menulis dan ngeblog di sela-sela mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-anak. Dia tidak tahu, bahwa saya juga memendam rasa iri kepadanya karena dia bisa memasak makanan apa pun dan membuat kue-kue yang cantik. Saya menulis tapi tidak bisa memasak makanan enak, apalagi kue-kue yang cantik. Saya pernah bertekad tidak akan memasak kue lagi, gara-gara kue yang saya buat itu keras dan tidak enak. Saya sudah mencoba puluhan kali, tapi tak juga bisa membuat kue yang enak dilihat dan dimakan. Saya iri sekali kepada ibu-ibu yang jago memasak dan membuat kue. Sementara itu, ibu-ibu lain malah iri kepada saya karena saya bisa menulis.

Barangkali, itu mengapa kita harus mensyukuri keadaan diri kita apa pun adanya. Sebab, apa yang kita miliki itu bisa jadi masih menjadi mimpi orang lain, sedangkan apa yang orang lain miliki  barangkali itulah yang kita mimpikan. Ya, saya bermimpi bisa membuat kue untuk anak-anak saya. Minimal, untuk anak-anak saya. Saya belum berani bermimpi bisa menjadi pengusaha kue.

Awal tahun ini, saya mulai berani membuat kue di luar kue bolu. Dulu saya kadang-kadang bikin kue untuk anak-anak tapi kuenya itu-itu saja, yaitu kue bolu, hihihi…. Bolunya juga kadang sukses, kadang gagal total. Gagalnya itu karena bantet, terlalu keras, terlalu lembek, terlalu manis sampai rasanya jadi pahit, atau malah nggak ada rasanya. Wah, parah. Kalau sudah gagal, biasanya bolu itu saya telan sendiri, hiks….

Saya sudah punya beberapa buku resep hadiah dari sebuah penerbit, tapi nggak pernah saya coba. Bagi saya, membaca buku resep itu seperti membaca rumus Matematika. Sulit dan memusingkan. Entahlah, 350 gram terigu, ½ sdt garam, ¼ merica, dan lain-lain, itu membuat kepala saya pusing tujuh keliling. Makanya kenapa bolu saya gagal, karena saya jarang pakai resep hahahahaha…. Saya takar-takar sendiri saja. Saya juga malas mencari bahan-bahan kue yang susah. Saya hanya menggunakan bahan yang dijual di warung,  ya gimana mau bagus hasilnya? Paling-paling di warung itu hanya ada telur, terigu, margarin, dan gula.

Untuk mewujudkan mimpi membuat kue itulah, saya mulai membuka buku resep yang sudah lecek karena dibolak-balik anak-anak. Iya, anak-anak suka membuka buku resep itu hanya untuk menunjukkan ke saya, “aku mau ini, Ma!” tapi mamanya nggak bisa bikinnya, hiks…. Saya ingin membahagiakan anak-anak dengan membuat kue yang mereka inginkan. Yang pertama adalah Pizza. Anak-anak suka banget makan Pizza dan sudah ada resepnya di buku itu. Saya coba dengan bahan yang ada, disertai perasaan takut gagal. Ah, kalau belum mencoba, mana tahu gagal?

Alhamdulillah, ternyata percobaan pertama saya cukup sukses! Anak-anak suka memakan pizza buatan saya. Saya sudah berhasil menaklukkan ketakutan. Selanjutnya, saya ingin membuat Cup Cake. Masalahnya, saya harus membeli cetakan dan kertas Cup Cakenya dulu. Mudah-mudahan saya bisa mewujudkannya bulan depan.

Selain bermimpi bisa membuat kue, saya juga bermimpi membuat sekolah menulis novel secara online yang professional. Maksudnya, berbayar. Sudah lama saya berpikir ke sana, tapi masih kurang percaya diri. Siapa saya berani-beraninya membuat sekolah menulis novel, berbayar pula! Keberanian itu muncul karena ada beberapa pembaca yang ingin berguru kepada saya, tapi saya memiliki keterbatasan waktu. Untuk menulis saja, saya harus kucing-kucingan dengan anak-anak.  Dengan berbayar, guru dan murid juga bisa lebih saling menghargai. Guru menghargai murid dengan memberikan ilmunya secara sungguh-sungguh, murid pun menghargai gurunya dengan benar-benar mengerjakan tugas yang diberikan, toh dia sudah mengeluarkan uang. Sayang kan, sudah bayar tapi nggak serius belajar.

Saya menggandeng seorang novelis yang sudah menerbitkan belasan buku dan memenangkan berbagai perlombaan menulis novel, Riawani Elyta. Seharusnya sekolah menulis novel itu sudah diluncurkan bulan Januari yang lalu, kemudian mundur ke Februari, tapi sepertinya akan mundur lagi. Semoga bulan Maret 2015 sudah bisa dimulai, karena kami masih menggodok modul pembelajarannya. Maklum, sekolahnya serius nih, jadi modulnya harus digarap dengan sungguh-sungguh. Targetnya, semua murid bisa menulis novel, menyelesaikan novel yang mandeg, bahkan menerbitkan novel mereka di penerbit-penerbit terkenal, terutama penerbit yang sudah menerbitkan novel saya dan Riawani Elyta. Tertarik? Siap-siap daftar ya, hehehe….. 

*710 kata










Tidak ada komentar:

Posting Komentar