Senin, 18 Januari 2016

Membeli Sepatu Kulit di Sukaregang Garut

Sepatu Kulit asal Sukaregang Garut
Assalamu'alaikum.... Semoga harimu baik-baik saja. Doakan juga agar saya dapat selalu menjalani hari-hari dengan baik, diberikan kesabaran, kesehatan, dan waktu yang bermanfaat. Sungguh, tiga hal yang saya sebut itu memang sangat saya butuhkan. Satu minggu lebih, anak-anak terserang flu yang cukup parah. Panas demam sampai berhari-hari, bahkan si sulung drop lagi setelah sempat sembuh. Untungnya bukan demam berdarah, karena alhamdulillah hari ini mereka sudah membaik. Kalau anak sakit, ibunya juga ikut sakit dan itu benar. Saya juga tertular flu. Sudah sakit secara fisik, psikis pun mengalami penurunan. 


Ah, sudah cukuplah mengeluhnya hehe.... Dini hari ini saya bisa kembali menekuri laptop. Kemarin-kemarin juga masih bisa, tapi benar-benar butuh pemaksaan. Itupun karena kewajiban setor artikel. Kalau nggak ada kewajiban, mungkin blognya sengaja terbengkalai. Untuk menyegarkan pikiran, saya mau setor tulisan yang ringan saja. Pengalaman berbelanja produk kulit di Sentra Kerajinan Kulit Garut. Di mana lagi kalau bukan di Sukaregang? 


Ini cerita jalan-jalan liburan tahun baru kemarin ke Garut. Yah, sementara ini jalan-jalannya masih ke kampung suami, sekalian silaturahim. Sebelumnya kami ke Karawang, kunjungan balik ke rumah calon mertua adik suami saya. Lalu dilanjutkan ke Garut, menginap di rumah mertua saya. Adik ipar yang tinggal di Karawang, ingin mencari dompet kulit di Sukaregang. Daripada diam saja di rumah mertua, saya pun ikut pergi. Selain itu, saya memang ingin mencari sepatu atau sandal kulit. Konon harganya lebih murah, hanya puluhan ribu saja. Tidak seperti harga tas kulitnya yang mencapai jutaan rupiah. 

Kalau belum pernah ke Garut, begitu sampai di Pusat Kota Garut, kita bisa tanya ke orang sekitar, di mana daerah Sukaregang itu. Pasti mereka tahu, deh, karena lokasinya memang masih di pusat kota. Pertokoan-pertokoan di Garut ini, rata-rata tidak memiliki tempat parkir. Jadi, jangan heran kalau nanti melihat banyak mobil diparkir di depan samping trotoar. Kelihatannya memang semrawut. Pusat kerajinan kulit di Sukaregang ini pun demikian pula adanya. Tidak ada tempat parkir, jadi kami memarkir mobil di depan toko. Untungnya, hari itu sedang tidak banyak pengunjung. Kami bisa langsung mendapatkan sisi jalan yang kosong. 




Saat masa puncak wisata di mana wisatawan lokal berdatangan ke tempat ini, bisa jadi lho kita kesulitan mencari tempat parkir. Suami pernah tidak jadi mampir ke Sukaregang, gara-gara susah memarkirkan mobil. Paling enak memang membawa motor, bodinya lebih kecil dan bisa diselipkan di mana saja hehe.... Kali ini saya nebeng naik mobil adik ipar, karena suami masih mau istirahat setelah seharian terkena macet dalam perjalanan menuju Karawang dan Garut. Badannya pegal-pegal dan lemas. Liburan tahun baru, banyak yang berwisata ke daerah Bandung dan sekitarnya. 

Adik ipar langsung memarkirkan mobilnya di depan toko sepatu kulit. Biar tidak mampir ke tempat lain, hehehe.... Saya pun segera memilih-milih sandal dan sepatu kulit yang dipajang. Saya naksir sepatu warna putih dan abu-abu, sayang tidak ada ukuran 39 atau 40. Kebanyakan ukuran 38 ke bawah. Kaki saya kan mekar, mana cukup ukuran segitu. Harganya memang sangat terjangkau, tapi tidak ada merknya lho. Kalau Anda suka membeli barang karena merknya, maka Anda perlu menempelkan merk pada produk sepatu dari Sukaregang ini. 

Semua sepatu dibuat dari kulit sapi atau domba. Penjualnya mengatakan bahwa produknya itu dia sendiri yang membuat. Tak heran, modelnya juga klasik. Alias, modul zaman dulu banget. Setelah lama mencari-cari, akhirnya dapat juga yang dimau. Sebenarnya masih belum puas sih, karena dapatnya yang warna hitam. Saya lebih suka model sepatu seperti ini tapi yang warnanya putih abu-abu. Lebih cantik. Tapi, warna hitam ini juga bisa dipakai dengan warna baju apa pun. Tidak  bingung lagi menyelaraskan antara warna baju dan sepatu.

Bagaimana rasanya saat sepatu kulit ini melekat di kaki saya? Wuih, nyaman sekaliii.... Enak dipakainya, ringan, dan kuat. Jahitannya memang kuat. Kulitnya tidak kaku dan keras. Tadinya saya memilih ukuran 40, tapi setelah dipakai kok agak besar? Penjualnya menyarankan agar saya memilih ukuran 39, karena sepatu kulit itu nanti bisa melar. Jadilah saya membeli ukuran 39. Eh, iya benar, muat juga dan lebih  pas di kaki. Kalau sepatu dari bahan lain, ukuran 39-nya belum tentu muat di kaki saya. Sepatu kulit yang saya beli ini harganya Rp 70.000 tapi masih boleh ditawar jadi Rp 60.000. Saya juga membeli sandal untuk anak-anak, Rp 100.000 dapat tiga. Sandal kulit  juga. Lalu, saya tambah lagi beli dua sandal kulit  untuk dua orang keponakan. Borong, nih! 

Adik ipar saya masih mau mencari-cari ke tempat lain. Ya sudah, saya pun berjalan-jalan menyusuri pertokoan di sana, lalu berhenti sejenak di depan toko tas yang semuanya juga terbuat dari kulit. Aduh, matanya langsung terpukau memandangi deretan tas-tas kulit yang dipajang di depan toko. Cantik-cantik, boooo.... Harganya? Tidak seperti tas import yang masih terjangkau, tas kulit asli Sukaregang ini bikin dompet langsung kering hehehe.... Sepanjang yang saya lihat, harga termurah itu Rp 500.000. Nah, yang saya foto ini, harganya Rp 1.400.000 dan Rp 1.200.000. Masya Allah....!

Bagi Anda yang terbiasa membeli tas mahal, harga segitu masih terjangkau. Nah, mending langsung aja ke Sukaregang, dijamin tak menyesal karena tasnya bagus dan mewah. Namun, bagi saya yang belum pernah beli tas mahal, ya harga segitu memang mahal. Saat ini  belum waktunya bagi saya untuk membeli tas-tas mahal. Mau dipakai ke mana, coba? Tas yang ada di rumah saja jarang dipakai karena saya jarang bepergian, hehe....

Sabtu, 16 Januari 2016

Menikmati Transportasi Massal Kereta Commuter Jabodetabek

Gerbong wanita, pink!
Assalamu'alaikum... lama tak bersua dengan saya di blog ini yah hehe.... Dari tadi mau nulis kok nggak jadi-jadi. Begitu ada waktu lowong, malah idenya mampet. Jadi, saya lihat-lihat simpanan foto-foto  yang belum diterbitkan di blog ini. Saya ingat ingin berbagi cerita tentang pengalaman naik kereta Commuter Line Jabodetabek, yang sekarang sudah berubah drastis dibandingkan dengan dua tahun lalu. Jauhnya perjalanan dari Bogor ke Jakarta pun jadi nggak terasa. 


Bagi pembaca blog ini yang sudah sering naik kereta Commuter, tentunya tulisan ini nggak perlu dibaca. Wong biasa saja. Tulisan ini saya tujukan untuk pembaca luar kota Jakarta yang baru pertama kali bepergian ke Jakarta. Saya pernah bertemu seorang pemuda, kira-kira umur 18-20 tahunan yang kebingungan di Stasiun Sawah Besar. Setelah celingak-celinguk mencari orang yang mau dijadikan tempat bertanya, akhirnya dia bertanya kepada saya dan teman saya. "Mbak, kereta ke Bekasi yang mana ya?" Sebenarnya saya juga belum hapal rutenya, teman saya pun enggak tahu. Untungnya, nggak lama lewat pula seorang bapak-bapak. Saya suruh saja dia nanya ke bapak itu, dan bapak itu bilang, "Sebentar lagi lewat keretanya." Eh, benar, nggak lama lewat kereta ke Bekasi. Dia pun naik dan mengucapkan terimakasih kepada kami. Lhoo??? Padahal kami nggak ngasih jawabannya hehe....

Intinya, akan selalu ada yang pertama bagi orang lain. Termasuk pembaca blog ini, barangkali penasaran kereta Commuter Jadebotabek itu seperti apa ya kondisinya saat ini? Saya memiliki beberapa foto kondisi stasiun kereta saat dalam perjalanan ke acara Blogger Gathering. Saya turun di Stasiun Tebet. Umumnya, kondisi Stasiun sudah jauh lebih baik. Bersih, tidak ada sampah, tidak ada pedagang asongan, apalagi pengamen dan pengemis. Cakep banget deh. Walaupun di sisi lain ada yang dirugikan, ya siapa lagi kalau bukan orang-orang kecil yang mencari nafkah itu. Tapi, jujur saja, sebagai penumpang, saya menyukai kondisi kereta dan stasiun seperti sekarang ini. 

Bersih ya stasiunnya....

Kalau dulu, kita mau berdiri aja susah. Berdesakan dengan pedagang yang hilir mudik. Kondisi kereta juga kusam, banyak sampah, dan nggak nyaman. AC-nya banyak yang mati. Kaca-kaca banyak yang pecah atau hilang. Sekarang keretanya sudah lumayan cakep. Dilarang buang sampah di dalam kereta. Di Stasiun juga nggak boleh. Makanya ada tempat sampah yang disediakan di setiap pojok stasiun. Canggihnya lagi, jenis sampahnya juga dipisah: Organik dan Non Organik. 

Tempat sampahnya

Di dalam kereta, ada rute pemberhentian kereta. Kita perhatikan baik-baik nantinya kita mau turun di mana. Lagipula, ada pengeras suara yang memberitahukan saat kereta akan berhenti di stasiun tertentu, kecuali kalau kita ketiduran. Ya nasib, deeeh.... Ada kursi prioritas yang dikhususkan untuk orang-orang yang membutuhkan kursi, seperti ibu hamil, ibu membawa bayi dan balita, orang lanjut usia, dan orang cacat. Ada petugas yang berjaga dan memastikan kursi prioritas itu ditempati oleh orang yang tepat. Sudah nggak ada lagi petugas yang memeriksa karcis, karena sudah menggunakan mesin tap karcis di mana kita nggak bisa masuk ke dalam stasiun kalau karcisnya nggak ditap dulu. Karcis elektronik ini juga memperkecil korupsi petugas, karena hanya bisa dibeli di loket. Loketnya juga bagus dan profesional. 

Rute Pemberhentian

Kita juga bisa memakai kartu e-money untuk menggantikan kartu kereta api lho. Contohnya saya memakai Flazz BCA hadiah dari lomba di blog Kompasiana. Intinya, stasiun kereta api yang sekarang ini lebih canggih, bersih, teratur, dan tertata. Saya bangga dengan perubahan fasilitas Commuter Line ini, walaupun pada saat jam kerja dan pulang kerja, tetap saja keretanya padat penumpang sampai berdesakan. Kalau mau enak, ya naiknya pada waktu tengah hari sampai jam tiga sore, itu aman dan nyaman deh. Ups, kadang-kadang sih masih sering ada  gangguan keberangkatan seperti kereta yang terlambat, terkena banjir sampai listriknya korslet, bahkan mati listrik. 

Di beberapa gerbong juga ada iklannya yang dicat di badan gerbong. Menurut saya wajar saja, karena tiket keretanya sangat murah. Saya saja naik dari Bogor ke Tebet itu hanya bayar Rp 2.000. Jadi, tiketnya itu adalah Rp 2.000 untuk 25 km pertama dan Rp 1.000 untuk setiap 10 km berikutnya. Masya Allah, hari gini naik kereta cuma bayar Rp 2.000? Lah, dulu itu tiketnya lebih mahal. Saya pernah bayar Rp 9.000 untuk ekonomi AC, sekali perjalanan. Untuk bisa mendapatkan fasilitas sebagus ini dengan tiket kereta yang murah, tentu perusahaan perlu mendatangkan sponsor, yaitu pemasang iklan.

Tarif Progressif

Eh iya, sekarang juga sudah ada gerbong wanitanya yaa... meskipun hanya dua gerbong dan sering penuh. Kalau mau dapat duduk, ya mending di gerbong biasa saja karena jumlah gerbongnya lebih banyak daripada gerbong wanita. Tapi kalau kondisinya kereta sangat penuh, mending naik gerbong wanita biar nggak dipepet oleh nonmahram. Kalau bawa anak, saya pilih di gerbong biasa, karena sering dikasih tempat duduk oleh bapak-bapak. Di gerbong wanita, sudah banyak ibu-ibu yang bawa anak juga, jadi nggak mungkin ngasih tempat duduk. Kalau sudah tahu akan pergi pada jam padat penumpang, saya pilih  pakai celana kulot supaya lebih mudah bergeraknya. 

Nah, siapa yang mau berwisata naik kereta Commuter Line Jabodetabek?

Senin, 11 Januari 2016

Berkenalan dengan Fingerprint 2.0 dari Huawei



Pas lagi browsing, cari-cari info tentang smartphone terbaru (lagi kepikiran mau ganti henpon nih!), di Google banyak banget keluar tentang Huawei G8. Sempet heran juga sih soalnya selama ini cuma tahu Huawei itu modem atau BTS, dan nggak pernah tahu kalo punya produk smartphone. Sempet gak tertarik juga karena Huawei ini kayaknya henpon Cina gitu lho... Tapi, akhirnya nerusin ceki-ceki juga karena tampilannya kece.





Eh ternyata, produk smartphone Huawei itu sebelum masuk ke Indonesia, sudah dipasarkan ke Eropa lho, dan sukses pula! Okeh...makin tertarik, ternyata Huawei ini bukan sekedar henpon Cina.

Yang bikin kesengsem adalah teknologi fingerprint 2.0.

Teknologi ini adalah teknologi sentuh dan merupakan generasi kedua dari single-touch fingerprint reader dengan sensitivitas dan kecepatan rekognisi tinggi yang memudahkan pengaksesan berbagai aplikasi hanya dengan satu sentuhan ujung jari pada panel belakang smartphone.

Jadi, fingerprintsense 2.0 bisa membaca sidik jari dari arah mana pun hingga 360 derajat. Tetap bisa mengenali bahkan saat sidik jari tangan kita dalam keadaan basah.




Lalu apa fungsinya fingerprint sense 2.0 ini sih?

Dengan adanya sensor ini, kita bisa mengakses segala macam aplikasi di smartphone. Dari mengangkat panggilan telpon, kamera untuk selfie, dan juga mengakses kontrol notifikasi. Fingerprint ini juga memungkinkan untuk unlock henpon secara cepat, hanya dalam 0.5 detik!



Tahu nggak keuntungan dari teknologi ini? Smartphone jadi lebih aman, dan akan sulit diakses oleh orang lain karena cuma bisa membaca sidik jari kita. 

Huhuhu, makin ditulis, makin bikin mupeng! Paling bener sih, buat mengenal lebih dalam emang musti dicobain sendiri ya. Yang mau beliin saya Huawei G8 ini, saya anggap jadi sodara sendiri deh :) PM yah, hehehe. Psstt...yang masih pingin tahu, coba browsingsendiri ya di Google.



Minggu, 10 Januari 2016

Mie Ayam Mulang Sari, Lezatnya Juara!

Assalamu'alaikum.... menjelang makan siang, saya mau bawa salah satu kuliner Garut yang lezatnya juara ini (halah!). Judulnya kok mainstream banget yaa... seperti sudah banyak yang memakai judul seperti ini. Ya sudahlah, maklum emak nulisnya buru-buru karena semakin sedikit waktu untuk ngeblog tapi nggak ada alasan untuk ngeblog, bukan? Sebelumnya saya sudah menulis tentang Mie Bakso Mulang Sari, Terkenal di Garut. Ya, mie ayamnya ini masih di kedai yang sama. Saya datang lagi, kali ini bersama suami. Ditraktir suami dong judulnya. Makanya, lezaaat.... 


Saya pesan mie ayam karena harganya lebih murah. Tsaaah... dasar emak-emak, nyari yang lebih murah sajah. Saya memang kepingin nyobain yang lain, karena kalau mie baksonya rasanya biasa saja. Berhubung datang lebih pagi, jam 10 pagi, mie ayamnya masih ada! Horaaay.... Kata adik ipar, mie ayamnya ini memang juara. Cepat habis. Jadi penasaran pengen cepat nyobain. Saya juga pesan Es Campur, tapi kali ini benar-benar Es Campur versi saya. Nggak pakai roti. Nyebutnya harus Es Buah, bukan Es Campur, hehehe.... 

Kami pilih makan di lantai atas  supaya lebih lega. Dan benar saja, di lantai atas masih sepi. Asyiik.... Nggak berisik kayak sebelumnya deh. Setelah pesanan datang, tiba waktunya untuk menikmati. Wow... ayamnya penuh sekalii.... Oya, untuk foto kali ini, saya nggak pakai watermark. Pasrah aja deh kalau ada yang mencuri foto ini. Lagi males utak-atik foto, nih. Jadi seadanya yaa.... Foto mie ayamnya sudah  lihat di atas kan? Cakep yah? Bikin lapar, nih. Untung saya menerbitkan artikel ini saat menjelang makan siang. Teman-teman bisa langsung ke warung mie ayam terdekat hihihi.... 

Itu ayamya bukan sekadar ayam suwir-suwir, tapi memang gede-gede gitu. Puas deh. Rasa mie ayamnya sukar dideskripsikan, pokoknya enak.  Nggak heran kalau cepat habis. Plus, harganya lebih murah daripada mie baksonya. Saya lupa harganya, tapi harga mie di kedai ini masih kisaran belasan ribu kok. Mie ayamnya kalau nggak salah sih masih di bawah Rp 10.000.  Ini bukan makanan vegetarian lho. Jadi, kalau ada yang nggak suka makan daging ayam, jangan mampir ke kedai ini. Kecuali kalau mau mienya tanpa ayam, tapi justru daging ayamnya ini yang enak. 

Es Buahnya, segeeer.....

Bagaimana dengan Es Buahnya? Ingat, kalau mau Es Buah, bilangnya Es Buah. Kalau Es Campur, beda lagi komposisinya. Es Buah yang satu ini isinya benar-benar buah. Ada alpukat, kelapa, kolang-kaling, Strawberry, Anggur, Buah Naga, dan lain-lain. Harganya juga di bawah Rp 10.000. Es buahnya  segar dan manis. Kalau terasa seret di lidah, sudah disiapkan teh tawar yang gratis, tis, tis. Beda yah kalau makan di food court yang ada di mall-mall, teh tawarnya pasti  bayar juga. Makanya mumpung ada kuliner yang murah meriah ini, puas-puasin deh. Jadi, siapa nih yang mau main ke Garut? Jangan lupa mampir ke kedai Mie Bakso Mulang Sari ini.

Sabtu, 09 Januari 2016

Romantis Itu Gampang dalam Nova Inspiring Day

Assalamu'alaikum.... Saya mau berbagi pengalaman menghadiri salah satu even Nova Inspiring Day (NID). Menurut seorang teman yang sering  menghadiri acara Nova ini, kegiatan NID ini diadakan setahun kurang lebih empat kali. Wuiiih.... cukup sering juga ya. Saya baru sekali ini berkesempatan datang, karena penasaran kayak apa sih acaranya. Saya melihat undangannya di twitter, lalu mengajak teman-teman komunitas BAW (Be a Writer), lumayan kan jadi ajang kumpul-kumpul setelah lama nggak ngumpul. Maklum deh, anggota BAW itu kebanyakan penulis buku yang lebih suka berdiam di rumah dan fokus menulis, ahahaha.... Apalagi masih banyak yang momong anak bayi, jadi masih susah diajak kumpul-kumpul (termasuk saya :D).


Di undangan tertulis acaranya jam 8 pagi, hari Kamis, 5 November 2015. Waduuuh... hari kerja tuh. Pagi pula, saat orang-orang berangkat kerja. Si bibi sudah berhenti kerja, itu berarti saya mesti bawa Salim. Bisa nggak ya bawa anak naik kereta pagi-pagi pas jamnya orang berangkat kerja? Ah, dicoba aja dulu. Kalau memang nantinya ternyata repot, ya sudah, nggak usah ikut lagi kegiatan yang jatuh pada hari kerja (kenyataannya, sampai sekarang saya sudah nggak ikutan lagi kegiatan di hari kerja, huhuhu.....). Dresscodenya: Pink atau Ungu. Jujur, saya bosan dengan dresscode warna itu, karena sudah pernah dulu pas acara Kopdar LG, Blogger, dan Agrianita IPB. Ada sih baju pink dan ungu, tapi nggak cocok untuk bepergian jauh. Repot ya kalau acara harus ada dresscodenya? Akhirnya saya pakai baju yang sama dengan yang saya pakai di Kopdar LG, Blogger, dan Agrianita IPB itu hehe....

Dekorasinya mirip resepsi pernikahan :D

Setelah tanya-tanya ke teman yang sering datang ke acara NID itu, ternyata acaranya fleksibel, asal jangan datang setelah acara selesai. Saya naik kereta jam 8 (harusnya kan sudah di lokasi jam 8), bareng teman dari Depok juga, Santy Musa. Ya Allah... beneran deh keretanya penuh, untung saya bawa anak, jadi dikasih tempat duduk. Santy yang harus berdiri sampai Tanah Abang. Rencananya kami turun di Palmerah, karena lokasinya di Graha Jalapuspita, Jalan Gatot Subroto Kav. 101, Jakarta Pusat. Dari situ nanti dilanjut naik taksi sampai ke lokasi. Dulu saya belum tahu ojek online. Coba sudah tahu kan nggak sampai kena tipu supir taksinya. 

Teman seperjalanan, Santy Musa
Salim tetap rewel walaupun sudah dipangku, karena memang berdesakan. Dia sampai susah gerak. Ini bukan pengalaman pertama sih naik kereta bawa anak pada jam kerja, tapi dulu saya dikasih ongkos transport yang lebih dari lumayan. Nah, kalau ke acara ini kan nggak dapat ongkos transport ya, jadinya lain kali nggak akan ikut lagi deh karena repot bawa anak di jam kerja dan nggak ada kompensasinya hahaha.... *emak matre. Setidaknya bisa dapat materi yang oke, kece, tentang "Romantis itu Gampang," tapi ternyataaa... saya baru tiba di lokasi jam 10.15! Talkshownya sudah dimulai. Ruangannya sudah penuuuuh dengan undangan. Saya kaget, lho. Ternyata undangannya banyak bangeet.... Kalau di brosurnya tertulis, "Undangan Terbatas," makanya saya cepat-cepat daftar, khawatir kehabisan undangan. Eh, rupanya di brosur susulan ada tulisan, "250 undangan pertama mendapatkan kredit ojek online." Berarti ini undangannya lebih dari 250 mungkin. Akibatnya, saya nggak dapat tempat duduk di bawah ya. Naiklah ke lantai atas dan nggak maksimal deh mendengarkan talkshow di lantai atas. 

Baju Salim juga pink
Oya, sebenarnya gedung Graha Jalapuspita ini deket banget dari Stasiun Palmerah, tapi ya itu, kami dikerjai supir taksi. Bikin bete aja jadinya. Kayaknya nggak mungkin deh supir taksi itu nggak tahu lokasi gedung ini, karena hanya 15 menit dari stasiun. Aneh banget. Kami dibawa muter-muter, sampai kami ngomel-ngomel, baru dibawa ke jalan yang benar. Argonya jadi mahal, Rp 50.000 untuk lokasi yang sangat dekat itu. Makanya saya bilang, andai dulu sudah memakai aplikasi ojek online, mending naik ojek, kan? Kezeeell.... 

Acaranya juga nggak eksklusif, karena siapa saja boleh datang sih. Penuh dan membludak, gedung pun terasa panas. Salim rewel, saya ajak jalan ke luar gedung. Jadi saya nggak dapat materi apa-apa. Nggak ada tempat jajan makanan ringan, saya nyesel nggak bawa cemilan dari rumah. Salim jadi nggak bisa diam. Memang ada banyak bazaar, tapi bukan jual makanan. Produk-produk sponsor yang dijajakan dan itu bukan makanan. Salim juga minta mainan, karena ada anak yang bawa mainan. Berhubung saya baru kali itu bawa Salim sendirian, jadi nggak bawa mainan. Coba bawa mainan seperti Fun Doh, pasti Salim anteng kan. Acara selesai jam satu. Dapat goodiebag dan makan siang sih, tapi kayaknya setara dengan ongkos taksinya hahaha.... Ya masih mending kalau bisa dapat materi acaranya kan, tapi nyatanya nggak dapat karena terlalu bising saking banyaknya undangan, ditambah nggak ada tempat jajan makanan dan mainan. 
Salim rewel, jadi main di luar gedung

Ada demo masaknya dan disiapkan cup-cup kecil yang bisa dicicipi, tapi langsung ludeeesss... wong undangannya ratusan. Berasa ngantri sembako, terus gigit jari karena nggak dapat. Setidaknya saya bisa ketemuan dengan anggota BAW yang jarang atau bahkan belum pernah ketemu, seperti Aida MA, Ida Mulyani, Ade Anita, Aisyah Ficchapuccino (Fika), Murti Yuliastuti. Ade Anita dan Fika juga mewakili komunitas lain. Ya iya sih, komunitas itu memang orangnya sama saja sebenarnya, hehehe.... Itu pertama kalinya juga saya pergi bersama Santy Musa yang notabene tetanggaan di Depok. Lumayanlah, nyari hiburan.  Syukuri saja, kan gratis, kecuali ongkos transportnya. Untung, pulangnya dapat tumpangan dari Mbak Ida Mulyani, jadi gratis deh. Tadinya berharap bisa menang lomba foto komunitas, tapi ternyata enggak. Banyak yang lebih kece, hiks.... Untuk ibu-ibu yang pengen nyari kegiatan, boleh ditunggu acara-acara dari Nova selanjutnya. Mudah-mudahan acara yang berikutnya bisa lebih baik. 

Pengumuman pemenang lomba foto dan doorprize

Jumat, 08 Januari 2016

Cara Diet Alami dalam Waktu Singkat untuk Wanita - Slimming Fast Indonesia



Wanita mana yang tak ingin memiliki tubuh dan berat badan ideal? Pasti semua wanita di penjuru dunia ini menginginkan hal itu. Fenomena ini lantas menimbulkan banyak inovasi di bidang kesehatan terkait dengan penciptaan obat-obatan yang dinilai mampu membakar lemak serta menurunkan berat badan hingga ke berat yang ideal. Bahkan parahnya lagi, obat-obatan yang mengandung bahan-bahan kimia ini dianjurkan untuk dikonsumsi secara terus menerus. Obat-obatan yang dimaksud ini hanya merupakan sebuah multivitamin atau sebagai penunjang program penurunan berat badan anda. Hal yang terpenting dalam menjalani cara diet alami dalam waktu singkatadalah memperhatikan dan membatasi makanan tertentu serta melakukan aktivitas fisik paling tidak lima jam dalam seminggu. Mau Turun 5 kg dalam 10 Hari? Klik Diet Cepat sekarang juga!


Banyak orang yang beranggapan bahwa diet dengan cara alami memakan waktu relatif lama sehingga mereka lebih memilih menggunakan obat-obatan untuk menempuh cara instan. Padahal cara diet alami dalam waktu singkat jika dilakukan dengan konsisten dan teratur tidaklah mustahil bagi Anda yang ingin mendapatkan tubuh ideal. Banyak dari mereka yang gagal menjalani diet karena mereka tidak konsisten dan tidak teratur dalam menjalankan setiap prosesnya. Yang terpenting dalam menjalani diet adalah keteguhan hati. Sebab pasti banyak muncul godaan dari luar yang dapat menggagalkan diet anda. Contohnya ketika Anda sedang ke mall bersama teman-teman Anda, teman-teman Anda mengajak Anda untuk membeli es krim. Karena tidak bisa menolak, maka Anda pun ikut-ikutan membeli es krim. Akibatnya, setiap rangkaian proses diet yang rusak, haruslah diulang kembali dari awal.

Proses diet yang sesungguhnya bukanlah hanya fokus pada penurunan berat badan saja melainkan juga proses pembiasaan diri terhadap makanan-makanan yang mungkin Anda tidak suka. Contohnya Anda terbiasa mengonsumsi makanan yang asin, bersantan, dan digoreng. Memang makanan tersebut sedap di lidah, namun tidak baik dari segi kesehatan. Jadi, Anda harus membiasakan lidah Anda dengan makanan yang sedikit hambar dan direbus. Selain itu, cara diet alami dalam waktu singkat juga membiasakan diri untuk melakukan olahraga teratur seperti berenang, bersepeda, atau lari dalam seminggu.





Sabtu, 02 Januari 2016

Ibu Mertua, Surga Kedua






“La, udah makan? Makan dulu atuh….” 

Ibu mertuaku, tak pernah lupa mengingatkan anak-anaknya untuk makan, termasuk menantunya. Aku bersyukur diberikan ibu mertua yang baik hati, jauh dari perkiraanku semula. Ingatanku kembali ke bulan pertama pernikahan, ketika lelaki yang baru kunikahi, menceritakan sedikit demi sedikit perihal orangtuanya, terutama ibunya. 

“Tadinya Ibu berharap punya menantu orang Garut juga,” ucapan suamiku membuat jantungku berdebar-debar. 

“Jadi, aku bukan menantu yang diharapkan?” 

“Itu supaya Ibu bisa nyambung ngobrolnya, karena Ibu kurang terbiasa bicara bahasa Indonesia.” 

Soal bahasa, memang menjadi kendala komunikasi antara ibu mertua denganku. Beberapa kali ibu mertua kesulitan mencari arti bahasa Sunda yang diucapkannya ke dalam bahasa Indonesia agar aku mengerti. 

“Tadinya Ibu nggak mau punya menantu orang Jawa. Kan ada mitosnya, orang Sunda nggak boleh nikah dengan orang Jawa. Pamali,” kata suamiku lagi. 

Walaupun aku bukanlah menantu idaman, Ibu tetap bersikap  baik kepadaku.

“Nanti lahirannya di Garut saja, biar ada Ibu yang menemani,” suamiku berkata di bulan ketujuh kehamilanku. Hamil anak pertama membuatku takut melahirkan tanpa didampingi seorang ibu. Ibu kandungku sudah meninggal. Allah memberikan ibu yang kedua, yaitu ibu mertua. Sejak mulai hamil, aku sering bertanya mengenai kehamilan kepada ibu mertua. Semua pantangan dan larangannya kupatuhi. Kujalani hubungan jarak jauh dengan suamiku, karena aku menunggu hari perkiraan lahir di rumah mertua. Ibu mertua telaten mengurusku layaknya anak sendiri. Beliau menemaniku membeli perlengkapan bayi dan periksa kandungan ke bidan. 

Setelah melahirkan, beliau juga rutin memasakkan air mandi daun sirih dan makanan bergizi. Aku harus makan banyak, karena menyusui. Ibu mertuaku bersikap seperti ibu kandung. 

Kini, sudah sembilan tahun beliau menjadi ibu keduaku. Ibu kandungku memang sudah meninggal, tetapi aku tak kehilangan kasih sayang seorang ibu. Beberapa minggu yang lalu, seorang kurir mengantarkan paket makanan untukku dari Ibu. Ada ayam pindang kecap buatan Ibu yang siap disantap. Sungguh, aku terharu dibuatnya.  


Sebaliknya, Ibu pernah berkata, “kalau nggak punya uang, nggak usah kasih Ibu apa-apa. Pakai saja uangnya untuk keperluan kalian sendiri. Ibu sudah punya banyak tas, baju, sepatu,” sesak dadaku mendengar kalimat itu.

Beliau membutuhkan liburan, karena meskipun anak-anaknya sudah besar, pekerjaannya masih banyak. Liburan kemarin, kami mengajak Ibu berlibur ke Pamengpeuk, sebuah pantai di Garut Selatan, tiga jam perjalanan dari rumah mertua. Kami menginap di penginapan dekat pantai untuk dua malam. 



Benar saja, di penginapan, Ibu tertidur lama sekali dari usai makan siang sampai menjelang Magrib. Punggungnya sakit karena kemarin sibuk mengurusi acara keluarga. 

Bila surga yang pertama ada di telapak kaki ibu kandung, maka surga yang kedua ada di telapak kaki ibu mertua. Sebab, ibu mertua telah melahirkan dan merawat suamiku hingga menjadi seperti sekarang ini. Terima kasih, Ibu.