Kamis, 29 Oktober 2015

Awal yang Baru untuk Berani Pergi Sendiri



“Coba kamu mandiri dong, masa ke mana-mana minta ditemani terus?” 

Saran dari salah seorang sahabat saya semasa di bangku kuliah itu masih terus terngiang di telinga, sampai membuat saya bertekad suatu ketika nanti saya harus berani bepergian sendirian! Barangkali karena semasa kecil orangtua tidak memberikan kepercayaan kepada saya untuk “ngebolang”, akhirnya saya menjadi phobia jalan. Entah apa  namanya phobia yang satu itu, deh. Pokoknya, kalau disuruh bepergian sendirian ke tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya, pasti saya sudah paranoid duluan. Ujung-ujungnya, nyari teman yang bisa diajakin pergi. 


Setelah menikah, saya tambah phobia jalan, apalagi menjadi ibu rumah tangga yang lebih banyak di rumah. Dan sepertinya, kondisi semacam itu tidak hanya dialami oleh saya. Seorang teman saya yang tadinya petualang, suka naik gunung, suka jalan-jalan ke tempat-tempat jauh, eh setelah terkurung di dalam sangkar emas bertahun-tahun, berubah menjadi burung yang tak bisa terbang. Ingat kan film “Rio” tentang burung langka berwarna biru yang dikurung di dalam sangkar dan tidak bisa terbang? Kondisinya malah lebih menyebalkan dibandingkan saya. Walaupun sudah ada teman jalan, tetap saja dia malas hihihi…..

Beberapa bulan ini, alhamdulillah, si kecil sudah disapih dari ASI. Sebelum disapih, saya sudah berniat untuk bisa lebih aktif di dunia luar, khususnya saat akhir pekan. Kalau hari-hari kerja, saya harus menunggui anak-anak di rumah. Waktu itu masih ada asisten rumah tangga, sekarang sudah tidak ada. Yang penting setiap akhir pekan atau minimal dua minggu sekali, saya ada kegiatan di luar deh. Tadinya saya masih repot ditemani suami dan anak-anak, sampai suami pun mengeluarkan kalimat yang  mirip dengan ucapan sahabat saya di atas itu. 

Saya pikir-pikir, memang benar sih kalau ikut kegiatan dengan membawa suami dan anak-anak itu jadi lebih lama. Sebelum pergi, harus menyiapkan keperluan anak-anak juga. Belum perginya kan bawa mobil, waktu di perjalanan jadi lebih lama. Lalu di tempat acara, suami kerepotan mengawasi anak-anak selagi ibunya mengikuti kegiatan. Suami merasa lebih baik menunggui anak-anak di rumah, bisa sambil tiduran dan nonton teve.  Tidak capai juga karena harus menyetiri istrinya. Suami pun bersedia menunggui anak-anak di rumah, termasuk anak yang paling kecil. Yang penting saya tahu diri juga, tidak lantas setiap saat ikut kegiatan. Sesekali, bolehlah. 

Jadi, inilah awal yang baru buat saya. Mandiri bepergian ke mana-mana, tidak lagi minta ditemani oleh suami dan membawa anak-anak. Pertama kali memulainya, rasanya deg-degan. Agar perjalanannya lebih cepat, saya naik kereta ke Jakarta. Bagi orang lain yang sudah terbiasa, pasti tak masalah. Ya ampun,  cuma naik kereta saja masa takut? Tapi, itulah…. Perasaan deg-degan sudah dimulai dari sejak menggesekkan kartu tiket kereta, menunggu kereta yang akan datang (diperhatikan benar-benar, jurusan Tanah Abang atau Kota), naik ke dalam kereta, dan mendengarkan baik-baik suara operator setiap perhentian di stasiun, jangan sampai terlewat. Saya juga berulangkali membaca peta rute kereta listrik yang ada di bagian atas kereta. Di situ tertulis nama-nama stasiun di mana kereta akan berhenti sejenak. Kalau ingat itu, jadi geli sendiri. Itu baru pergi ke Jakarta (rumah saya di Bogor). Coba bagaimana kalau disuruh pergi ke tempat yang lebih jauh lagi? 

Lama-lama saya merasakan terbiasa. Ah, ternyata gampang ya naik kereta. Coba DARI DULU saya berani melakukannya, kan saya tidak akan menolak beberapa kesempatan bagus yang pernah saya datang gara-gara suami sedang tidak bisa menemani. Apa yang membuat saya akhirnya berani memulai bepergian sendirian? Saya rasa, tidak selamanya saya bakal memiliki teman di perjalanan. Saya lahir sendirian, mati pun nanti sendirian. Apa saya mau selamanya bergantung kepada orang lain? Dulu saya bergantung kepada sahabat, setelah menikah jadi bergantung kepada suami. Kalau saya tidak menghilangkan phobia tersebut, saya akan kehilangan banyak hal, diantaranya:

Melatih kemandirian, biar tidak bergantung kepada orang lain terus.
Mengunjungi tempat-tempat baru yang menarik dan barangkali nantinya bisa diangkat ke dalam novel-novel saya.
Bertemu dengan orang-orang baru, teman-teman baru, menjaring koneksi baru, menjalin pertemanan baik itu pertemanan tulus tanpa tendensi apa-apa maupun pertemanan untuk urusan bisnis. Silaturahim memanjangkan rezeki, bukan?
Mencoba beraneka ragam menu makanan baru yang disajikan di acara-acara tersebut. Ini sih memang maunya, hihihi…..
Bisa mendapatkan bahan tulisan untuk mengisi blog ini, tentunya. Dari satu acara saja bisa dapat banyak bahan tulisan, dari mulai kuliner, tempat acaranya, tema dan materi yang diulas, pembicaranya, dan sebagainya.

Pergi sendiri, bisa bertemu salah satu penulis favorit: Ninit Yunita
Tentunya, perjalanan saya masih panjang untuk menghapus phobia yang satu ini. Saya baru saja menghanguskan satu tiket gratis pelesiran ke Bali, gara-gara tidak berani jalan sendirian. Kalau mengajak suami dan anak-anak, nomboknya banyak sekali karena tiket ke Bali itu mahal. Saya masih berpikir, “buat apa ya jalan-jalan ke Bali sendirian? Nanti kayak orang bingung, nggak ada teman bicara.” Iya sih, saya sempat kepikiran seorang traveler yang terkenal, Trinity, pernah bicara di sebuah acara di televisi, kalau dia lebih senang jalan sendirian (solo traveler), bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia. Duh, kapan ya saya bisa seperti itu? Hm, menaklukkan Jakarta saja baru-baru ini. Pelan-pelan dululah, hehehe…. 

Bismillah, semoga awal yang baru ini dapat membuat banyak perubahan pada diri saya, terutama menaklukan rasa takut akan kesendirian.  Berdua memang lebih baik, tapi sendiri itu pasti.


Sabtu, 17 Oktober 2015

Ada Pulsa, Ada Cinta



Duh, judulnya materialistis sekali ya? Xixixi… tapi ini kenyataan. Kenyataan dalam hidup saya yang tidak bisa dipungkiri bahwa Pulsa memang perlu dalam hubungan percintaan. Tahu sendiri, kan? Zaman sekarang, orang lebih sering terhubung dengan dunia maya daripada nyata. Sms, telepon, dan sosial media lebih sering diakses dari bangun tidur sampai tidur lagi dibandingkan dengan kumpul-kumpul di dunia nyata. Termasuk dalam hubungan percintaan, dan percintaan saya memang banyak didominasi dengan urusan pulsa.


Yah, tolong nanti kirimin pulsa buat internetan yah…..

Beberapa jam kemudian,

Yah, kok pulsanya belum dikirim? 

Malam hari, 

“Mah… kok pintunya dikunci?”
“Ayah ini dimintai tolong isiin pulsa, nggak diisi-isi. Aku kan bosen di rumah terus, disms nggak jawab.”
“Aku kan sibuk meeting. Lagian jauh ATM-nya.” 

Suami istri bersitegang hanya gara-gara… pulsa! 

Sungguh, itu sering terjadi kepada saya sejak saya sering internetan demi bisa mendapatkan secuil berlian. Untuk mengisi waktu luang setelah memutuskan menjadi ibu rumah tangga, saya pun rajin menulis di blog dan bersosial media. Tentunya, itu butuh pulsa. Kehabisan pulsa membuat saya mati gaya. Saat mau ikut lomba menulis, eh tiba-tiba pulsa habis. Gagal deh berkesempatan mendapatkan sebongkah berlian. Dulu, di tempat saya masih jarang orang yang berjualan pulsa, kecuali mau jalan sedikit ke depan jalan raya dan itu butuh ongkos ojek. Maklum, saya tinggal di kampung. Akhirnya, saya minta tolong ke suami untuk membelikan pulsa. Dia membeli pulsa elektrik di dekat kantornya yang dikirim ke nomor saya. 

Saya ingin pulsa yang sudah dibelikan oleh suami itu bisa menghasilkan keuntungan. Jadi, tidak hanya membuang-buang pulsa. Saya juga ingin tetap bisa berprestasi di wilayah nondomestik, meskipun sehari-hari berada di rumah. Sudah tentu, pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga juga sebuah prestasi. Mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-anak bukanlah pekerjaan sepele. Seorang lelaki dengan tenaga kuda pun belum tentu bisa, lho. Apalagi dengan anak-anak yang masih kecil-kecil yang selalu siap mengacak-acak rumah setiap lima menit. 

Beberapa prestasi sebagai Blogger
Namun, kesibukan mengurus urusan domestik (rumah tangga) tak membuat saya berhenti beraktivitas di wilayah nondomestik. Dunia digital telah memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk mewujudkan mimpinya dan bermanfaat bagi orang banyak, sekalipun dilakukan di dalam rumah. Tidak percaya? Saya mulai dengan kembali menekuni aktivitas menulis. Hobi menulis sudah saya lakukan sejak masih kelas enam SD. Saya menulis apa saja, dari mulai catatan harian, cerpen, puisi, sampai novel. Setelah mengenal blog dan membuat blog ini, saya mulai mengikuti lomba-lomba blog yang ada. Alhamdulillah, berbagai prestasi menulis di blog telah membuat hidup saya semakin bersemangat. Sambil tetap mencuci pakaian, piring, mengepel, menyetrika, memasak, dan mengasuh anak-anak, saya juga menggoreskan prestasi di dunia tulis menulis dan blog. Jadi, siapa bilang ibu rumah tangga hanya tahu urusan dapur, sumur, dan kasur? 


Pulsa telah mengubah hidup saya

Kini, pulsa murah sudah bukan barang langka. Coba bandingkan dengan zaman kuliah dulu. Menerima telepon saja bisa menyedot pulsa. Sewaktu kuliah dan tinggal di kontrakan bersama beberapa orang teman, hanya satu orang yang sudah punya handphone, yaitu saya. Otomotis, teman-teman pun menumpang terima telepon dari orangtua mereka. Saya menetapkan tarif untuk setiap terima telepon, sesuai dengan jumlah pulsa yang dihabiskan. Terima telepon saja bayar? YAP! Betapa mahalnya pulsa saat itu, sampai-sampai terima telepon saja bayar. 

Bedanya dengan sekarang, kalau dulu isi pulsa tidak cukup Rp 100.000 hanya untuk sms dan telepon, kini isi pulsa Rp 50.000 pun sudah bisa sekalian internetan untuk satu bulan. Kita sudah bisa terima telepon tanpa bayar, bahkan untuk menelepon pun biayanya sudah tidak semahal dulu. Sebelum berkomunikasi via internet, saya pernah telepon-teleponan dengan sahabat selama satu jam dan hanya dikenakan Rp 1.000. Telinga sampai panas saking lamanya mengobrol di telepon. 

Sebagai ibu rumah tangga yang penghasilannya lebih banyak berasal  dari suami, pulsa murah ini tentu saja sangat membantu. Saya tetap bisa berkomunikasi dengan dunia luar tanpa harus menghabiskan uang belanja pemberian suami. Pulsa yang saya keluarkan itu malah bisa meraup penghasilan yang dapat membantu keuangan keluarga. 

Isi pulsa juga sudah tidak ribet lagi dengan pulsa elektrik. Saya sudah lama lho tidak mengisi pulsa menggunakan voucher isi ulang yang harus digosok dengan uang logam. Saya tinggal  memesan pulsa elektrik yang ditransfer ke nomor handphone saya. Tidak perlu lagi ke luar rumah hanya untuk mengisi pulsa. Praktis, hemat, dan efisien. Saya juga tidak perlu merepotkan suami lagi yang harus jauh-jauh ke ATM demi mengisikan pulsa untuk istrinya, hehe….

Prosedur pengisian pulsa elektrik, sebagai berikut: 


  • Penjual mengirimkan SMS pengisian pulsa ke salah satu SMS Centre dari server pulsa elektrik.
  • Server pulsa elektrik mengirimkan perintah pengisian pulsa kepada operator seluler sesuai nomor handphone pelanggan.
  • Operator seluler akan mengisikan pulsa ke nomor handphone pelanggan.
  • Pelanggan menerima pulsa elektrik sesuai pesanan.
  • Setelah transaksi selesai, Operator akan mengirimkan status transaksi kepada server pulsa elektrik.
  • Server pulsa elektrik akan mengirimkan laporan transaksi kepada penjual pulsa.

Semua itu bisa dilakukan dari rumah. Penjual pulsa hanya tinggal mengisi deposit di server pulsa elektrik yang bisa dilakukan seminggu sekali atau dua minggu sekali atau sebulan sekali, tergantung kecepatan transaksi melalui ATM atau datang langsung ke kantor servernya. Bahkan, pengisian deposit juga bisa dilakukan di rumah kalau kita sudah menggunakan fasilitas mobile banking, internet banking. 

Isi Pulsa Sekaligus Isi Dompet?
Siapa yang tidak mau mendapatkan tambahan penghasilan tanpa harus keluar rumah? Pilihan menjadi ibu rumah tangga (yang tidak bekerja di luar rumah) bukanlah tanpa risiko. Risikonya ya kehilangan tambahan penghasilan bila saya bekerja di kantor. Jadi, saya harus jeli melihat peluang menambah penghasilan yang bisa dilakukan tanpa ke luar rumah. Dulu pernah ada ibu-ibu yang bertanya, “bagaimana cara menambah penghasilan dari rumah bila belum memiliki keahlian tertentu?” 

Yah, memang untuk memiliki suatu keahlian seperti menulis (seperti saya), membuat kue, menjahit, dan sebagainya itu membutuhkan proses yang panjang. Teman-teman saya yang memutuskan untuk menjadi ibu rumahan, mencari penghasilan tambahan dengan memanfaatkan keahlian yang telah mereka kuasai. Ada yang membuat beraneka kue dan dipasarkan melalui internet, ada yang membuat kerajinan tangan, ada yang menjadi penjual online, dan banyak lagi. Bagaimana dengan ibu-ibu yang tidak punya keahlian tambahan apa pun selain mengurus rumah dan anak-anak? 

Tenang, peluang bisnis ada dari mana saja, asal kita mau berusaha. Termasuk salah satunya adalah berjualan pulsa! Wah, modalnya berapa yah? Kalau harus jaga konter tiap hari, ya susah dong. Kita kan ibu rumah tangga yang tugas utamanya mengurus rumah dan anak-anak. Siapa bilang jualan pulsa mesti punya modal gede dan setiap hari menjaga konter? Jualan pulsa saat ini bisa dilakukan di rumah sambil melakukan pekerjaan rumah tangga, lho! 

Isi pulsa sekaligus isi dompet
Caranya, tinggal daftar ke Pojok Pulsa, salah satu server pulsa elektrik nasional di Indonesia, penyedia pulsa murah Jakarta yang telah melayani pelanggan selama 6 tahun dengan transaksi puluhan juta, baik itu pengisian pulsa elektrik maupun voucher fisik. Semua kemudahan yang diberikan oleh Pojok Pulsa bakal membuat kita—ibu rumah tangga—bisa mendapatkan penghasilan dari rumah walaupun belum memiliki keahlian tertentu yang membutuhkan waktu lama untuk mempelajarinya. Apa saja kemudahan itu? 

Deposit Bebas
Tidak ada batasan minimal deposit, kita bebas menyimpan berapa pun uang yang mau kita simpan di Pojok Pulsa yang sewaktu-waktu digunakan untuk transfer pulsa. Kalau posisi kita dekat dengan kantor pusat Pojok Pulsa di Jakarta Timur, kita bisa langsung menyerahkan deposit itu ke kantornya. Kalau jauh, bisa ditransfer melalui ATM antara jam 08.00 sampai 21.00 WIB.  Jadi, soal modal, tidak ada masalah kan di Pojok Pulsa. Modal berapa pun, hayo! 

Transaksi Lebih Mudah Tanpa Pulsa SMS
Melakukan transaksi juga bisa melalui Yahoo Masseger, GTalk, Facebook, dan Whatsapp, sehingga menghemat pulsa untuk sms ke server Pojok Pulsa. Caranya dengan mendaftarkan akun kita ke server Pojok Pulsa, lalu melakukan transaksi melalui akun yang dipilih. Dengan begitu, kita tidak perlu keluar pulsa untuk sms ke server Pojok Pulsa, saat akan mengisikan pulsa untuk pelanggan atau konsumen kita. 

SMS To End User
Konsumen/ pelanggan akan mendapatkan nama outlet/ konternya (yaitu kita), yang dikirimkan ke handphone pelanggan setelah melakukan pengisian pulsa elektrik. Misalnya: Top Up Rp 5.000 oleh Leyla Cell Berhasil pada tgl 18/10/2015 20:20:03 “Terima kasih telah membeli di Leyla Cell.” Wuiiih… keren yah, seperti konter professional lainnya. 

Saat ini ada 83.505 Reseller yang terdaftar di Pojok Pulsa, dengan 23.352 Reseller Aktif, 33.000+ transaksi setiap hari, dan 53 juta total transaksi, membuktikan bahwa Pojok Pulsa adalah server pulsa elektrik yang tepercaya. Kita bisa isi pulsa sekaligus isi dompet, dong! Selain itu, dari segi pelayanannya pun sangat memuaskan, seperti adanya fasilitas online webreport, transaksi nonstop 24 jam, komplain cepat dan ramah, komisi yang dapat ditukar kapan pun, support PPOB, bonus transaksi terbanyak, dan ada kuis dan undian berhadiahnya juga! 

Cara daftarnya gampang, cukup sms dengan format: REG*NAMA*NomorHP*Kota, kirim ke 0812-1242-6711. Setelah itu, kita akan mendapatkan Nama Konter, ID, dan PIN yang harus disimpan untuk digunakan saat berhubungan dengan customer service Pojok Pulsa. 

Pulsa elektrik Jakarta, ya Pojok Pulsa! 

Tidak salah kan kalau saya bilang: Ada Pulsa, Ada Cinta? Karena suami yang rutin mengisikan pulsa untuk istrinya sebagai bukti cinta dapat membuat istrinya memiliki penghasilan tambahan sebagai tanda cinta kepada suami. Dengan penghasilan tambahannya, istri bisa membantu suami menambah keuangan rumah tangga, plus sesekali membelikan hadiah untuk suami tercinta. 

Terima kasih, suamiku tercinta, untuk pulsa yang selama ini kaukirimkan kepadaku…. 


http://pojokpulsa.co.id/lomba-blog-pojokpulsa-2015/

Kamis, 15 Oktober 2015

Domino's Pizza Cibinong, Sensasi Makan Pizza Berkali-kali

Sudah agak lama saya tahu kalau di depan Cibinong City Mall telah dibuka outlet Domino's Pizza. Berhubung masih ada voucher MAP, dua minggu lalu, kami sekeluarga makan siang dulu di Domino's Pizza, sebelum memutari Cibinong City Mall. Berbeda dengan outlet Domino's lain yang sudah saya kunjungi, Domino's Cibinong ini bangunannya ada dua lantai. Lantai pertama desainnya mirip dengan outlet lain: dapur koki, kasir, dan dua pasang meja untuk pengunjung. Kalau di Domino's D'Mall Depok, restorannya berada di luar outlet, di Cibinong ini restorannya ada di lantai kedua. Naiklah kami ke lantai dua, supaya lebih leluasa. 


Lantai duanya cukup luas dan ilustrasi-ilustrasi di temboknya itu bikin jiwa narsis saya kumat. Sambil menunggu Pizzanya siap (butuh sekitar 15 menit), saya foto-foto dulu. Oya, saya pesan Value Deal 5, dapat dua Pizza Reguler, satu pak Nugget, dan satu minuman soda. Anak-anak kan nggak minum soda, jadi mereka beli minuman lagi. Harga minumannya dua kali lipat daripada di minimarket. Jadi mending beli minuman dulu di minimarket hehehe.... Untuk harga paket Value Deal 5-nya Rp 120.000,- sudah dengan pajak. Menurut saya itu cukup terjangkau, karena kami berlima cukup kenyang. Pengalaman kami, kalau mau kenyang pilih Pizza dengan tepung tebal, jangan yang tipis. Kalau yang tipis seperti makan keripik saja. 

Toping Keju
Meatza, full daging

Toping Pizzanya ada banyak pilihan, saya pilih yang Meatza dengan daging sapi dan sosis, dan Cheese dengan keju yang melimpah. Kalau mau tambah keju lagi tinggal bayar RP 7.000 tapi saya nggak mau karena khawatir anak-anak nanti nggak suka. Ternyata anak-anak memang lebih suka yang Meatza, Sidiq langsung makan tiga potong. Foto Sidiq yang sedang makan itu saya abadikan dan saya posting di Instagram, sambil ngetag Domino'snya, eh dapat hadiah Pizza gratis lagi! Uhuuui.... Memang bertepatan dengan even bagi-bagi 70 Pizza Gratis dari Domino's. Sayangnya, cuma sampai tanggal 11 Oktober.


Untuk yang toping keju, rasanya memang lebih asin seperti keju. Sedangkan yang Meatza lebih cocok di lidah anak-anak. Nggak heran, anak-anak lebih suka Meatza. Ini bergantung selera juga. Anak-anak saya memang suka makan sosis, jadi begitu mereka melihat taburan sosis di atas Meatza, langsung antusias dan berebut. Makanya kalau bikin Pizza sendiri pun saya hanya tinggal menaburinya dengan sosis. Untuk Nuggetnya, fotonya masih ada di handphone, malas mindahinnya ini hehe.... Bentuknya seperti Love, rasa daging ayamnya sangat kental. Malah sepertinya itu daging ayam semua (bukan tepung, seperti Nugget-Nugget kemasan). Lalu, ada keju lelehnya juga. Enak, deh.

Mangapnya kegedeaan....
Makan-makan seperti ini bikin saya punya ide untuk mempraktekkannya di rumah. Walaupun mungkin nggak akan mirip banget. Anak-anak juga sudah nagih, kapan mamanya bikin Pizza lagi. Ini memang sedang malas, karena butuh tenaga kuda untuk menguleni. Mumpung voucher MAP-nya masih ada, ya kita beli dulu aja deh ya. Kalau nanti voucher MAP-nya habis, ya berdoa semoga dapat lagi. Buat yang berada di sekitaran Cibinong, bisa mampir ke Domino's Cibinong ini, letaknya mudah dijangkau karena di depan Cibinong City Mall. Pengunjung juga tidak terlalu ramai, jadi lebih nyaman kalau mau makan bersama keluarga besar di lantai atas. Semua foto di atas sudah saya muat di Instagram @LeylaHana.



Rabu, 14 Oktober 2015

Cegah dan Waspadai Gejala Kanker Payudara Sejak Dini



Di usia belasan, aku merasakan kehadirannya.
Sesuatu yang berdenyar-denyar di dadaku.
Keras, sakit, dan sensitif.
Aku kebingungan. Apa yang terjadi kepadaku?
Mengapa aku begitu emosi ketika ada orang yang mengenai dadaku?
Kutanya kepada Ibu, dan ia memberiku pakaian dalam khusus untuk dadaku.
“Pakai ini, supaya nggak sakit lagi kalau loncat-loncat,” katanya.
Hari demi hari berlalu, sesuatu itu terus tumbuh di dadaku.
Hingga ukuran pakaian dalamku berubah. Ia menggembung seperti sepasang gunung.
Yang kulihat di buku-buku gambar semasa SD.
Ibu bilang, aku sudah dewasa. Aku tidak boleh membiarkan siapa pun menyentuh dadaku.
Tapi, bukan hanya itu saja.
Aku harus menjaga dan merawatnya.
Karena ada penyakit yang dapat mengambilnya tanpa sisa. Bahkan merenggut nyawaku.
Kanker payudara.
                                                                         
Kanker payudara bukanlah suatu hal baru dalam hidup saya. Beberapa wanita di sekitar saya, pernah terkena kanker payudara. Dua orang diantaranya bahkan sudah meninggal.  Suami saya pernah bilang, bahwa saya harus menjaga pola makan karena banyak saudara saya yang terkena kanker. Sewaktu remaja, saya datang ke rumah kakek untuk menjenguk adik kakek (perempuan) yang sedang sakit. Saya memanggilnya, “Nyai.” Mama melarang saya melihat karena penyakitnya tidak enak dilihat. Saya belum mengerti penyakit apa itu. Kata Mama, ada luka di payudara Nyai yang memerah, bernanah, dan membusuk. Menyeramkan. Tak lama setelah itu, Nyai meninggal dunia. Lama-lama saya tahu penyebabnya karena kanker payudara.

Hanya selang beberapa tahun setelah itu, seorang sepupu saya pun meninggal dunia di usia muda. Anaknya yang terkecil baru umur empat tahun. Saya menjenguknya saat kanker payudaranya sudah parah. Ah, lagi-lagi kanker payudara. Saya tidak tahu persis apa penyebabnya. Menurut orang-orang tua, Nyai terkena kanker payudara karena sering memasak menggunakan minyak jelantah (minyak sisa memasak yang sudah kehitaman). Minyak jelantah bersifat karsinogen, memicu kanker. Sedangkan adik sepupu saya terkena kanker payudara karena tidak menyusui. Kedua anaknya memang tidak disusui karena bentuk payudara ibunya yang masuk ke dalam. Katanya, ASI yang tidak dikeluarkan itu dapat menumpuk dan menjadi racun. 

Kanker payudara bisa disebabkan oleh banyak hal, tak hanya dari keturunan. Tetangga saya juga ada yang terkena kanker payudara, tapi sampai sekarang masih hidup. Barangkali karena pencegahannya lebih cepat. Payudaranya sudah diangkat. Kedua adik ipar saya pun pernah menjalani operasi pengambilan tumor jinak di  payudara. Bila tak diambil, kemungkinan akan berkembang menjadi kanker. Keduanya mengaku sering makan makanan cepat saji, bakso, dan makanan-makanan yang mengandung MSG dalam jumlah berlebihan.         

Begitu banyaknya kasus kanker payudara di sekeliling saya membuat saya lebih berhati-hati. Ternyata, kanker payudara tak hanya disebabkan oleh genetik atau keturunan. Semua wanita berpotensi mengalaminya.  Apalagi di masa sekarang ini di mana kita sulit menemukan makanan sehat yang bebas MSG, formalin, pewarna dan pemanis buatan, serta pengawet. Dari sekian banyak kasus kanker itu, saya menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah makanan. Tentunya ini hanya berdasarkan pengamatan saya, karena setiap saya mendengarkan cerita-cerita mereka yang berkaitan dengan kanker, selalu saja penyebabnya adalah makanan. 

Jadi, tak ada salahnya kalau kita mulai memilah dan memilih setiap makanan yang kita makan. Sepengetahuan saya (dari hasil  baca-baca referensi), kanker disebabkan oleh mutasi  genetik sel-sel yang ada di dalam tubuh kita, yang tadinya jinak menjadi ganas. Ini seperti di dalam film-film fiksi ilmiah. Mutasi atau berubahnya sel-sel itu bisa disebabkan oleh makanan yang buruk atau zat-zat kimia. Beberapa hal yang sudah saya praktekkan berkaitan dengan makanan (agar tidak menyebabkan kanker), diantaranya:

Mengurangi MSG/ Vetsin/ Mecin
Siapa sih yang tidak suka makan enak? Lidah kita sudah terbiasa makan makanan gurih yang kebanyakan memakai MSG atau Mecin (orang sini menyebutnya Mecin). Saya juga dari kecil sudah terbiasa pakai Mecin, jadi kalau tidak pakai itu rasanya hambar. Penelitian mengenai Mecin, bisa dibrowsing saja ya. Kalau dijelaskan di sini nanti jadi seperti artikel ilmiah. 

Intinya, sesuatu yang berlebihan itu pasti tidak baik. Seorang saudara ibu mertua saya, meninggal karena kanker Tiroid, dan katanya itu karena dia kalau masak selalu pakai Mecin yang banyak. Lidahnya sudah ketagihan Mecin. Pakai Mecin tidak cukup satu sendok untuk satu panci sayur, tapi mesti pakai Mecin yang ukuran 100 gram itu. Wuiddiiih… Dari cerita itulah saya takut masak pakai Mecin banyak-banyak. Alhamdulillah, sekarang saya juga sudah tidak pakai Mecin atau Penyedap Rasa lagi. Saya pakai yang alami: kuah kaldu ayam atau sapi asli ditambah gula dan garam. Rempah-rempah alami juga bisa menyedapkan masakan. 

Sebenarnya Mecin itu juga sudah ada di bumbu-bumbu instan, seperti kecap dan saus sambal. Jadi, kalau kita masak pakai Mecin lagi, bisa dibayangkan berapa banyaknya Mecin yang menumpuk di tubuh kita? Mungkin rasa masakan kita memang sedikit berbeda dari yang sebelumnya pakai Mecin menjadi tidak pakai, tapi kalau dibiasakan lama-lama lidah kita akan menyesuaikan juga kok. Semakin alami masakan kita, semakin baik. 

Tidak Menggunakan Minyak Jelantah untuk Memasak
Minyak Jelantah adalah minyak bekas pakai. Minyak yang dipakai berulang kali itu warnanya menghitam. Memang sepertinya sayang ya, minyak yang baru dua kali dipakai, kelihatannya masih jernih, dan jumlahnya banyak, lalu kita buang? Enaknya kita pakai terus sampai habis. Padahal, pemanasan berulang kali bisa memicu zat penyebab kanker. Minyak itu kan menempel di masakan kita, lalu kita makan. Biasanya, pedagang gorengan atau makanan-makanan yang digoreng itu memakai minyak berulang kali, lihat saja minyak di wajannya yang hitam. Minyak yang bagus itu yang sekali pakai, tapi dipakai yang kedua kali juga masih bisa ditoleransi. Setelah itu, buang.

Lebih baik lagi kalau makanannya tidak digoreng, alias direbus. Yang ini nih saya masih harus belajar, karena saya suka gorengan. Mendingan sih goreng sendiri di rumah daripada beli. Beli sesekali boleh, asal tidak setiap hari. Makan gorengan banyak-banyak juga bisa menyebabkan kolesterol dan radang tenggorokan. Solusi untuk menghemat pemakaian minyak, gunakan secukupnya saja tidak perlu sampai memenuhi wajan. Sesuaikan dengan banyaknya makanan yang akan digoreng. 

Tidak Sering-sering Makan Bakso dan Makanan Cepat Saji
Makan bakso? Siapa yang tidak suka? Saya juga suka banget. Bakso itu memang bikin kecanduan, tapi apa coba yang bikin kecanduan? Ya, mecinnya. Nah, kalau makan baksonya tidak pakai Mecin? Ya, baksonya itu, dibuatnya dari apa dulu. Kalau baksonya bikin sendiri, kita yang menggiling sendiri dan memastikan bahwa bahan-bahannya aman, silakan saja makan bakso setiap hari. Tapi, kita tidak tahu bahan-bahan apa yang terkandung di dalam bakso kaki lima. 

Tanpa bermaksud menyamakan semua bakso yang dijual di jalan-jalan, seorang teman saya yang bekerja di instansi kesehatan, pernah mewanti-wanti agar jangan sering-sering jajan bakso. Dia sudah pernah meneliti kualitas bakso di jalan-jalan dan menemukan banyak bahan berbahaya, seperti boraks dan pengawet. Pesannya, kalau bisa makan bakso sebulan sekali saja. Kalau benar-benar bisa, jangan pernah makan bakso yang dijual di jalan. Bikin sendiri saja. 

Makanan cepat saji seperti Fried Chicken juga tidak boleh banyak-banyak. Adik ipar saya yang pernah operasi tumor jinak di payudara, mengaku kalau dulu sewaktu kuliah dia sering makan Fried Chicken. Namanya juga anak kampus, malas masak, dan kosnya berada persis di depan mal. Di mal itu ada restoran cepat saji, ya cus lah dia makan di sana terus, hampir setiap hari. Saya juga sesekali makan Fried Chicken, tapi tidak sering. Kalau sering-sering juga bisa bolong kantong saya, hehehe…. 

Biasakan Makan Sayur dan Buah
Jangankan anak-anak, saya saja masih harus membiasakan diri makan sayur dan buah. Keduanya mengandung serat yang melancarkan pencernaan, sehingga dapat membuang racun yang menumpuk. Buat yang suka sembelit, harus diwaspadai tuh, karena kalau susah BAB itu berarti racunnya menumpuk di tubuh. Ibu saya yang terkena kanker lidah pun awalnya susah BAB. Buang air besar lima hari sekali. Normalnya, buang air besar itu sehari sekali. 

Tidak Mengonsumsi Alkohol dan Rokok
Alkohol dan rokok ini ibarat pupuk untuk sel kanker. Yang tadinya sel kanker itu dalam keadaan tidur, lalu dibangunkan oleh rokok dan alkohol, bahkan membesar, membesar, dan membesar sehingga terjadilah kanker ganas. Mari lakukan gaya hidup sehat saja. Kita bisa hidup tanpa rokok dan alkohol. Mending uangnya dibelikan buah yang banyak. 

Itu pencegahan dari sisi makanan. Selain itu, saya juga tidak memakai BRA (penyangga payudara) yang terlalu ketat, terutama di malam hari saat tidur. Agar payudara dapat "bernapas" dan aliran darahnya menjadi lancar. Untuk lebih amannya lagi, kita juga mesti rutin melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Cara-caranya sudah banyak disebar di internet. Kemarin pagi, saya menyaksikan tayangan mengenai pencegahan kanker payudara di TV One, bahwa akan lebih akurat lagi kalau kita melakukan Mammogram (Tes Kesehatan Payudara) untuk mengetahui apakah payudara kita dihinggapi benih-benih kanker atau tidak. Di Indonesia, sudah ada mobil Mammogram di mana kita bisa memeriksakan payudara dengan menggunakan X-Ray. Alat ini dapat menunjukkan benjolan di payudara sebelum gejalanya dirasakan oleh kita. Lebih cepat diketahui, lebih cepat diobati, insya Allah keberhasilan sembuhnya pun lebih besar. 

Wanita yang berusia di atas 40 tahun, setidaknya melakukan Mammogram satu kali setahun atau tiap dua tahun, karena risiko terkena lebih besar. Wanita yang berusia di bawah 40 tahun dan memiliki risiko kanker payudara secara genetik (ada keluarganya yang terkena kanker), juga harus melakukan Mammogram dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter pribadi. Wanita yang tidak termasuk kedua kategori di atas, juga sebaiknya melakukan Mammogram setelah berkonsultasi dengan dokter. Saya sendiri belum pernah melakukan Mammogram, dan jadi terpikir untuk melakukannya. Apalagi dengan keberadaan mobil Mammogram dari Pemerintah itu, kita bisa tes kesehatan payudara secara gratis. Mobilnya ada di Puskesmas-Puskesmas, tapi sepertinya dijadwalkan bergantian. Alatnya juga sudah lebih canggih dan tidak sakit. 

Semoga dengan semakin pedulinya kita terhadap penyakit yang satu ini, kematian akibat penyakit ini dapat ditekan ya, Bu-Ibu. Eh, Bapak-bapak juga lho, karena kanker payudara juga bisa menghinggapi Bapak-bapak.