Sabtu, 28 Februari 2015

Kegagalan Tak Lebih Banyak dari Keberhasilan

Minggu lalu saya membuat kue kering pesanan Ismail, si sulung. Dengan penuh percaya diri, saya tinggalkan kue itu di dalam oven yang saya kira sudah sesuai timernya. Suhu 170 derajat, waktu panggang 15 menit. Oke, sip. Saya mau buka smartphone dulu. Lihat-lihat linimasa di Twitter, sesekali membalas mention. Tahu-tahu, Sidiq, si tengah, berlari-lari menghampiri sambil berteriak, "Mamah! Mamah! Kenapa itu panggangannya berasap?" 


"Hah? Berasap? Perasaan baru sebentar ditinggal." Saya cepat-cepat menghampiri oven, daaaan.... OAAAAA! Kuenya GOSONG! Ya Allah, kan baru ditinggal sebentar? Kenapa gosong, sih? Saya mengomel-ngomel sendiri. Kan udah bener tadinya timernya, 15 menit. Biasanya malah ditambah, karena belum terlalu kering. Lah itu baru 10 menit kenapa gosong? Saya cek suhunya... astaga! Ternyata suhunya tinggi sekali, 200 derajat selsius. Pantas aja gosong! Daripada merutuki kebodohan dan menyalahkan orang lain--siapa sih yang udah naikin suhunya???--lebih baik saya panggang lagi adonan yang masih ada. Saya pandangi adonan yang gosong. Hiks, sedih... Lumayan kan ada beberapa butir kue yang bisa dimakan, kalau saja tidak gosong. Tapi, ya sudahlah. Namanya juga takdir, hehehe....

Alhamdulillah, kue keringnya pun jadi dan tidak gosong. Hasilnya juga bagus. Setelah dihitung-hitung, jumlah yang berhasil dengan jumlah yang gosong, masih lebih banyak yang berhasil. So, lupakan saja kegagalan yang telah lalu. Jadikan pelajaran. Toh, setelah gagal itu, saya jadi mawas diri. Lain kali jangan hanya mengecek timernya, tapi juga suhunya. Saat itu, saya memang "lupa" mengecek suhu, karena berpikir tak ada yang mengutak-atiknya. Hanya saya yang memakai oven itu dan suhunya selalu tetap. Kalau timer, memang berubah-ubah sesuai jenis kue yang dipanggang. 

Saya jadi mikir, ternyata benar juga ya. Kegagalan akan membawa hikmah terhadap keberhasilan di masa depan. Dengan gagal, kita jadi mawas diri, hati-hati, dan lebih mempersiapkan diri dalam melakukan sesuatu. Hasil yang kita peroleh pun lebih baik, dibandingkan dengan bila kita tidak pernah gagal. Begitu juga dalam menulis dan mengikuti lomba menulis. Saya melihat teman-teman yang sering gagal dalam lomba, justru lebih bersemangat untuk terus berkompetisi. Sedangkan teman-teman yang sering menang lomba, begitu gagal satu kali, "down"nya berhari-hari bahkan berbulan-bulan. 

Begitu juga dengan seseorang yang sering mendapatkan PUJIAN. Sekalinya gagal, langsung masuk ke dalam tanah. Sedangkan yang dianggap biasa-biasa saja, enjoy saja melangkah karena toh orang-orang menganggapnya biasa. Dan yang perlu diingat, kegagalan itu hanya sedikit dari keberhasilan yang akan diperoleh kelak. Jika jumlah kue yang berhasil dipanggang sejumlah 30, maka yang gagal hanya 10. Jadi, mengapa tidak kita ikhlaskan saja kegagalan itu? 

Jumat, 27 Februari 2015

Blog Buku Bikin Baca Buku Makin Seru

Buku koleksi pribadi yang sudah laku dijual :D
Ada penulis yang nggak suka baca buku? Wuih, kebangetan! *bukanmaksudmenyindirlho*. Saya suka membaca buku, tapi masalahnya saya ini suka pilih-pilih baca buku. Dulu, saya pernah menang lomba menulis novel yang salah satu hadiahnya adalah mendapatkan buku senilai Rp 3 juta! Sebanyak apa bukunya? Banyak bangeeeet! Sayang, buku-bukunya jenis buku nonfiksi yang mana saat itu saya malas membaca buku nonfiksi kecuali buku-buku kuliah hehehe.... Ada juga buku fiksinya, tapi bisa dihitung jari. Alhasil, buku-buku nonfiksinya hanya teronggok di lemari buku. Ada yang saya bagi-bagikan juga ke orang-orang. 


Baru dua tahun terakhir, saya membuka blog buku untuk menampung review buku yang sudah saya baca. Tahun pertama, hanya ada beberapa saja reviewnya. Kemudian, ada teman blogger yang mengajak ikutan sebuah Reading Challenge. Sayang, saya masih belum konsisten membaca dan mereview, sehingga hanya ikut beberapa kali. Lumayan sih dapat pulsa Rp 10 ribu. Tahun kedua, baru deh saya ikut Indiva Readers Challenge, karena hadiahnya super wow: Notebook dan Smartphone. Aiih.. matre yaah? Xixixi... 

Terlepas dari matrenya, saya menjadikan lomba itu sebagai tantangan membaca buku. Bayangin kalau saya nggak ikut lomba itu, pasti masih banyak buku yang hanya ditimbun dan nggak dibaca. Mubajir, sedangkan Allah Swt nggak suka orang mubajir. Alhamdulillah kan, gara-gara ikut tantangan itu, saya jadi bisa membaca 100 buku sekaligus mereviewnya. Padahal tadinya saya males banget mereview buku. Dulu, saya sering membaca buku hanya satu sampai dua bab. Kalau nggak menarik ya ditinggal. Sejak ikut tantangan baca buku, sekuat mungkin saya usahakan menyelesaikan buku yang sudah dibaca. Ternyata banyak sekali buku yang kurang menarik pada halaman awal, tapi akhirnya sangat berkesan. Kalau sudah gitu, saya suka nyesel karena dulu nggak selesai dibaca. 

Blog buku memang bikin baca buku makin seru. Apalagi kalau ditambah dengan mengikuti tantangan membaca dan mereview buku. Kalau lagi nggak mood, inget-inget aja hadiahnya, hehehe.... Sebagai penulis, bukan sekadar hadiahnya saja, tapi juga wawasan dan ilmu yang bertambah. Buku juga investasi. Sudah jamak terjadi di dunia maniak buku, kalau lagi nggak punya uang, bisa menjual buku-buku koleksinya. Saya sudah sering melakukannya lho, walau hanya sekadar kerjaan sampingan. Kalau benar-benar nggak punya uang, baru deh saya keluarkan koleksi buku saya untuk dijual, dan entah mengapa selalu laku. Heran. 

Tahun ini saya mengikuti empat tantangan membaca dan mereview buku. Semoga saya konsisten mengikutinya. Hadiahnya memang nggak sebesar tantangan tahun lalu, yang penting saya bisa mengalahkan kemalasan membaca dan mereview buku. Mereview buku juga bisa membuat saya menganalisa hal-hal menarik dan tidak menarik dari suatu buku dan menjadikannya semacam pijakan dalam menulis buku. Ini link blog buku saya, kapan-kapan mampir ya :D 



Rabu, 25 Februari 2015

ISLAMIC BOOK FAIR 2015

Jumat, 27 Februari 2015, Islamic Book Fair 2015 dibuka. Terletak di Istora Senayan, Jakarta. Saya sudah pingin banget dateng ke sana. Terakhir kali datang pas si sulung masih bayi. Setelah itu, tidak pernah datang lagi karena suami merasa repot bawa anak-anak, huhuhu... Beginilah kalau beda hobi. Suami memang tidak begitu tertarik dengan buku. Kalau pameran gadget, so pasti suami datang karena sekalian dengan tugas kantor. Jadinya saya lebih sering beli buku murah via toko buku atau toko online. 


Memang sih, pengalaman datang ke pameran buku itu suasananya kurang kondusif untuk anak-anak. Penuh, berjubel, dan terlalu luas tempatnya jadi capek bo. Mau mencari buku murah pun sudah bingung duluan saking banyaknya pengunjung dan stan. Yang mengenaskan, tempat salatnya terlalu sempit sehingga tidak memadai untuk jumlah pengunjung yang membludak. Antriannya pun panjang sekali. Eh tapi, tetap saja saya pingin ke sana karena saya sudah tahu mau berburu buku apa. Lagipula, itu kan pengalaman pameran buku bertahun-tahun lalu. Barangkali sekarang sudah ada perbaikan di mana-mana.

Harga-harga bukunya memang murah-murah. Setidaknya, untuk buku-buku baru bisa dapat diskon sampai 40%, lumayan kan? Apalagi buku-buku obral, bisa beli satu karung deh. Supaya bisa borong, budgetnya juga sudah harus disiapkan. Alhamdulillah, setelah menunggu bertahun-tahun, sekarang baru ada budgetnya. Saya sudah merencanakan untuk pergi tanggal 28 atau 29 Februari, ternyataaaaaa.....

"Mah, aku harus ke Jogja minggu depan. Dinas," kata suami saya, minggu lalu. 

Aaaapppaaah?

Syukurlah doi ngomongnya di sms, jadi saya masih bisa calm down. 

"Ya udah, Yah, berangkat aja ke Jogja, gak apa-apa kok. Tapi, minggu depan jadi ya ke IBF?" 

*berdoa dimulai*

Eh,  ternyata di stan Mizan ada diskon 30% untuk semua buku baru, khusus di hari pertama, Jumat, 27 Februari. Berarti novel saya, Brisbane, juga diskon 30% dong. Lumayan tuh diskonnya, lebih banyak daripada diskon untuk penulis. Tinggal tunjukkan voucher diskon ini di kasir stan Mizan. Saya kurang tahu teknisnya, apakah vouchernya diprint dulu atau di sana sudah disediakan? Nah, teman-teman yang ada waktu datang hari Jumat besok, JANGAN LEWATKAN! Saya juga nggak sabar pengen beli buku, huhuhu......









Senin, 23 Februari 2015

I LOVE MONDAY

Terima kasih, Sidiq!
Hari Senin acapkali dibenci orang karena harus kembali bekerja setelah libur dua hari. Hari Senin kemarin, rupanya menjadi hari yang indah buat saya. Kabar pertama datang dari tukang ojek langganan yang setiap hari menjemput Ismail di sekolahnya, SDIT AL Hikmah, Cipayung, Depok. Saya minta dilihatkan pengumuman kelulusan Sidiq, karena tahun ini Sidiq akan menyusul kakaknya masuk SD. Kami sengaja memilihkan SD yang sama. Sidiq belum bisa membaca, walaupun sudah masuk TK selama 2,5 tahun. Jadi, kami agak ragu apakah dia bisa lolos SDIT AL Hikmah? Sebelumnya, ada tes tulis dan psikologi. Deg-degan menunggu pengumuman. Saya bahkan mengusulkan, jika Sidiq tidak lulus, akan dimasukkan ke SD Negeri saja. Saya serahkan semuanya kepada Allah. Alhamdulillah, tukang ojek kasih kabar kalau Sidiq lulus! 


Kabar kedua datang sore harinya, pas baru sempat  buka Twitter dan Facebook. Saya dikabarkan menang Indiva Readers Challenge, tantangan membaca dan meresensi buku dari Penerbit Indiva yang diadakan sepanjang tahun 2014. Saya pikir hanya menang hadiah hiburan. Saya hanya meresensi 100  buku, sesuai target. Saya lihat ada beberapa peserta yang lebih aktif meresensi. TERNYATA... saya menjadi juara kedua dan mendapatkan smartphone baru! Langsung sujud syukur. Masya Allah, rejeki yang tak disangka-sangka. Tantangan membaca itu sudah membuat saya rajin baca buku. Sebelumnya sih mood-mood-an saja. Tahun lalu, saya paksakan membaca walaupun bukunya tidak terlalu bagus atau enak dibaca. Lanjut teruuusss....

Meresensi buku juga bukan tanpa godaan. Kadang-kadang saya malas meresensi buku. Makanya saya tidak begitu serius menjadi peresensi buku. Kalau teman-teman penulis lain sudah mencoba mengirim resensi buku ke media, saya tak begitu tergoda. Kalau lagi mau ya hayo, tapi lebih banyak tidak maunya. Sudah meresensi serius-serius, eh tidak dimuat. Sakitnya tuh di sini.. hihihi..... Kalau Reading Challenge kan  berbeda. Tidak perlu serius-serius meresensinya. Dan tidak perlu menunggu dimuat di media, langsung saja posting di blog. Manfaatnya, saya jadi dapat banyak ilmu dari buku-buku yang selama ini hanya teronggok di lemari buku. Ketagihan ikut Reading Challenge, saya ikut empat RC lagi di tahun 2015 ini. Hadiahnya tidak besar seperti tahun lalu. Bagi saya yang penting saya bisa membaca semua buku yang sudah lama tidak dibaca. 

Alhamdulillah, semoga rejeki-rejeki di atas itu membuat saya makin bersemangat menjadi ibu dan penulis :D

I LOVE MONDAY
(pada dasarnya, semua hari itu baik)

Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah setelah ibadah yang wajib adalah memasukkan kegembiraan pada seorang Muslim." (HR. Thabrani)

Pengumuman Pemenang















Jumat, 20 Februari 2015

Setiap Orang Berguna dengan Caranya Masing-masing

Batang lidi pun memiliki kegunaan

Da aku mah apa atuh… nulis novel, yang beli cuman satu-dua orang. Nggak kayak Raditya Dika yang novelnya langsung laris 80 ribu eksemplar dalam 3 hari. Ikut lomba blog, nggak menang-menang. Nggak kayak blogger lain, ikut sekali langsung menang….”


Da aku mah apa atuh… cuman di rumah aja. Kerjaan cuman tidur dan main sama anak-anak. Nggak bisa bantu suami nyari uang. Nggak bisa kasih uang ke orangtua.”

Da aku mah apa atuh…..”

Hiyaaaah… panjang ya kalau mau diteruskan curcolnya. Sudah sering juga saya membaca status-status bernada curcol dari ibu-ibu rumah tangga yang 100 persen di rumah, mengenai statusnya yang seolah “tak berguna.” Cuman ibu rumah tangga, apalah artinya? Nggak bisa nyari uang, nggak bisa bantu suami, nggak bisa bantu orangtua. Percuma disekolahin tinggi-tinggi. Udah capek kerja mengurus rumah dan anak-anak, masih juga disebut “nggak kerja.” Masak nggak begitu jago, apalagi beres-beres rumah. Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku… hiks….

Saya juga pernah membaca status seorang penulis novel yang mengeluhkan penjualan novelnya yang nggak bagus. Padahal, nulis udah sepenuh hati, pakai riset mati-matian, revisi puluhan kali. Begitu saatnya pembayaran royalti, eh cuman dapat Rp 200.000, itu royalti satu tahun *ini mah saya :D.

Pernah merasa nggak berguna juga? Saya sering. Terus mencari apa kelebihan diri ini, dan rasanya kok nggak punya kelebihan apa-apa. Semua bidang yang saya masuki, seolah tak memberikan keyakinan bahwa saya ahli di bidang itu. Semua serba nanggung. Apa sebenarnya yang sedang saya cari? Apakah saya ingin orang-orang memuji saya, “hebat, keren, amazing, wonderful!” gitu?

Kemarin saya nonton film Shaolin yang diperankan oleh Andi Lau dan Jacky Chan. Mr. Chan bilang, “Jangan pernah merasa tidak berguna, karena setiap orang itu berguna dengan caranya masing-masing.” Wuiih… jleb banget quote itu. Terasa nendang di hati. Kalau dipikir, betul juga. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menjadi berguna. Tak perlu menyamakan posisi kita dengan orang lain, karena setiap orang itu tidak sama.

Misalnya, akan capek membandingkan diri saya dengan Raditya Dika. “Da aku mah apa atuhlah. Novel cuman terjual 400 eksemplar, sedangkan RD bisa 80 ribu eksemplar dalam 3 hari.” Padahal, belum tentu RD seberuntung saya. Beruntung dalam hal lain, lho. Kalau dalam penjualan novel, sudah tentu dia jauh lebih beruntung. Saya kembali teringat film 2012, itu tuh film tentang kiamat yang terjadi di tahun 2012. Alhamdulillah, 3 tahun sudah berlalu, dan ramalan itu tidak terbukti ya. Saya sudah tiga kali nonton film itu karena saya suka visual efeknya, hehehe…. Kalau habis nonton, saya langsung tobat deh, ngeri membayangkan kiamat.

Saya bukan mau cerita soal kiamatnya, tapi tentang tokoh utama film itu, seorang penulis buku bernama Jackson Curtis. Tahu nggak? Bukunya cuman terjual nggak lebih dari 500 eksemplar! Walaupun demikian, buku tersebut ada di dalam tas Dr. Adrian Helmsey, seorang peneliti yang ikut merancang perahu besar untuk menyelamatkan spesies manusia bila kiamat benar-benar terjadi. Jackson Curtis bersama keluarganya mati-matian menyelamatkan diri dari kiamat, berangkat ke Cina untuk ikut naik ke kapal besar itu. Hanya orang-orang terpilih saja yang bisa naik ke perahu tersebut, diantaranya pemimpin-pemimpin negara-negara besar. Orang biasa yang mau naik perahu tersebut harus membayar Rp 2 miliar juta dollar (kalau nggak salah lho ya). Nggak mungkin kan Jackson Curtis yang bukunya cuman terjual 500 eksemplar itu bisa naik pesawat tersebut? *hadeuuuh… royalti 200 ribu, mana mungkin euy bisa beli tiket perahu.

Jutaan orang mati dalam bencana besar yang disebut kiamat itu. Dr. Adrian berkata kepada Putri Presiden yang selamat naik ke perahu, sambil mengacungkan buku Jackson Curtis. Katanya, “Buku ini hanya terjual 500 eksemplar. Penulis buku ini barangkali tidak dapat menyelamatkan diri, tapi bukunya kelak menjadi warisan dunia yang penting, karena bukunya ada di tanganku.” Kira-kira begitu kata Dr. Adrian.

Jleb. Tiba-tiba seperti ada sesuatu yang menendang saya. Buku yang hanya terjual 500 eksemplar, tapi dari jumlah itu, salah satunya dibeli oleh ayah si peneliti, dan menghadiahkannya kepada si peneliti. Buku-buku lain, bahkan dari penulis bestsellersekalipun, belum tentu bisa selamat seperti buku itu, karena semua yang ada di dunia, dikisahkan hancur lebur dihantam berbagai bencana yang mengiringi kiamat: gunung meletus, gempa bumi, sampai tsunami. Amazing! Jackson Curtis, sang penulis pun, menjadi salah satu tokoh penting di film tersebut, karena dia-lah tokoh utamanya, walaupun bukunya hanya terjual 500 eksemplar. Sudah tentu dia dikisahkan selamat dari kiamat, walaupun berusaha mati-matian.

Saya hanya mau bilang bahwa, barangkali kita menganggap diri kita tak berguna, tapi belum tentu orang lain menganggap begitu. Barangkali kita menganggap diri kita gagal meraih impian, tapi bukan berarti diri kita seorang pecundang. Seperti kata Doraemon dalam film “Stand By Me, Doraemon.” Tatkala Nobita nyaris putus asa, Doraemon berkata, “kau sudah berusaha keras. Jangan cemaskan kegagalan. Jika orang lain bisa, kau pasti bisa.”

Duh, nasihat dari Doraemon itu benar-benar mengena di hati saya. Setelah semua usaha yang saya lakukan, dan saya masih merasa gagal, mengapa saya harus mencemaskannya? Terus saja berusaha, barangkali tinggal sedikit lagi langkah saya untuk meraih keberhasilan. Ada kalanya kecemasan itu muncul karena kita terlalu memikirkan omongan orang lain. Kita melakukan sesuatu untuk  membahagiakan orang lain, padahal yang lebih berhak kita bahagiakan adalah diri kita sendiri. Membahagiakan orang lain tak akan ada habisnya, karena mereka selalu memiliki celah untuk mencari kekurangan kita.

Setiap orang berguna dengan caranya masing-masing. Ibu rumah tangga yang hanya di rumah, berguna karena keberadaannya di rumah untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan anak-anak. Penulis yang bukunya hanya terjual 500 eksemplar pun berguna, karena siapa tahu bukunya menginspirasi orang lain walaupun orang itu jumlahnya hanya satu. Siapa pun kamu, selama kamu mengusahakan dirimu untuk berguna, maka kamu sudah berguna untuk dirimu sendiri maupun orang lain.  Jadi, marilah mensyukuri diri sendiri, karena Allah Swt tidak menciptakan manusia untuk sesuatu yang sia-sia. 

Sabtu, 14 Februari 2015

Yang Tersimpan dalam Buku Harian


Jantungku sudah berdebar kencang sejak masih di rumah. Jam 06.30, aku sudah harus berada di sekolah. Pakaianku masih putih biru, meskipun sudah diterima sebagai siswa di SMA itu. Pakaian seragam itu masih akan kukenakan hingga seminggu ke depan dalam rangka MOS (Masa Orientasi Siswa). Sekolah baruku sudah ramai ketika aku sampai. Kami mengikuti upacara bendera sekaligus pembukaan MOS. Peluh dan keringat bercucuran di sekujur tubuh, rasanya tidak nyaman dan ingin cepat-cepat masuk kelas. Sayangnya, kepala sekolahku yang baru itu sangat suka berbicara. Barangkali sudah satu jam dia berdiri di podium dan berbicara dari A sampai Z. Itu masih mending dibandingkan tiga tahun lalu saat aku baru masuk SMP. Punggungku gatal menyiksa karena aku baru pertama kali memakai bra.


Akhirnya, kami diperkenankan masuk ke dalam kelas. Aku masuk ke kelas nomor tiga dari depan. Perasaan gugup  menerjang, karena tak ada seorang pun yang kukenal. Takut-takut, aku menghampiri meja nomor tiga, baris kedua, yang salah satu kursinya masih kosong. “Hai, duduk sini!” si pemilik kursi di sebelah kursi kosong itu memanggilku. Tubuhnya ramping, rambutnya dipotong bob, dan pipinya tirus. Agaknya aku akan senang duduk dengannya. Kami pun berkenalan. Aku senang sudah mendapatkan seorang teman di hari pertama.

Tak lama, bunyi bel yang masih kuno dengan suara “Kring… kring…” terdengar di seantero sekolah. Kami langsung duduk tenang, diikuti dengan kedatangan beberapa senior ke dalam kelas. Mereka sudah memakai pakaian seragam putih abu-abu yang lebih keren daripada putih biru. Wajah-wajah mereka terlihat jauh lebih dewasa. Ada dua perempuan dan tiga laki-laki. Yang perempuan terlihat cantik dan terawat, tidak seperti anak-anak SMP sepertiku yang masih belum piawai merawat tubuh. Wajah mereka bersinar dengan senyum percaya diri yang sulit kutandingi. Mereka adalah senior MOS yang bertanggungjawab di kelas kami. Salah satu dari mereka berbicara dan memperkenalkan diri, selang sepuluh menit kemudian….

“Eh, sorry, gue telat!” seseorang menyela, masuk ke dalam kelas dengan langkah percaya diri, bibir yang mengumbar tawa.

“Ah, elo… pake telat, lagi!” sahut seorang senior MOS. Dan senior yang telat itu kembali menghamburkan tawa. Aku kira, kegiatan MOS itu akan sangat menyenangkan, sampai….

“Gue tuker-tuker dulu ya bangkunya! Biar elo semua bisa kenalan!” senior MOS yang terlambat itu mengajukan usulan. Aih! Tukar-tukar bangku? Pun dengan teman yang duduk di sebelahku itu, aku baru mengenalnya.

“Heh, kamu, kamu pindah ke sana, ya!” senior MOS yang telat itu, mulai menukar-nukar bangku kami. Aku deg-degan. Apakah bangkuku juga akan ditukar? Mataku pun mau tak mau tak bisa lepas dari memandang senior MOS yang telat itu. Wajahnya biasa saja, tidak bisa dideskripsikan seperti tokoh-tokoh cowok di dalam novel, semacam tinggi, putih, berhidung mancung, dan lain-lain. Deskripsi fisiknya biasa saja, kelak, teman-temanku menyebutnya “standar.” Lalu, apa yang membuat…..

Astaga! Mataku bersirobok dengan matanya. Tatapan matanya segera menghujam jantungku. Aku merasakan serbuan ombak di dalam dadaku. Jantungku berdetak amat kencang. Perutku pun  mulai bergejolak. Oke, baiklah…. Kenapa dia jadi terlihat tampan? Dia berlalu melewatiku…. Ah, syukurlah….

Tapi…..

“Kamu…”
“Gue?” teman di sebelahku menyahut. Aku menoleh ke samping, dan terkejut!
“Bukan, kamu….” Matanya memandangku. “Kamu pindah ya belakang.”

Aku terpana. Dia bicara padaku! Dia meninggalkanku setelah bicara singkat, tapi hatiku masih terus menyimpannya kelak sampai tiga tahun masa belajarku di SMA itu. Oya, aku pindah ke bangku paling belakang. Dia akan sering berada di belakangku, menyandar pada tembok, atau sesekali berpegangan pada sandaran kursi yang kududuki. Membuat deburan ombak di dadaku tak berhenti. Membuatku semakin hanyut dalam lautan cinta.

Sebuah pesan masuk ke dalam inbox hapeku. Aku segera meraih hape yang tergeletak di samping tempat tidur. Tanganku refleks meraba perutku yang berisi janin berusia 7 bulan. Calon putra pertamaku. Dua bulan menjelang melahirkan, aku diungsikan ke rumah mertua. Suamiku masih tetap tinggal di Bogor karena harus bekerja. Menjalani LDR dengan suami di saat hamil tua itu sungguh menyiksa. Akan tetapi, suamiku merasa lebih aman bila aku tinggal bersama ibunya, agar ada yang menemani bila tiba-tiba melahirkan. Kami menuntaskan rindu dengan mengirim sms dan menelepon. Dua minggu sekali, suami menemuiku tapi tetap saja kelak aku lebih suka ditemani suami dalam keadaan bagaimana pun.

Aku selalu berbunga-bunga setiap menerima sms dan telepon dari suami. Seperti siang itu. Cepat-cepat aku baca smsnya, yang kali itu membuat jantungku melompat kaget. Mulutku menganga membaca kalimatnya,
“Aku tadi ketemu sama… di kantor, lho. Dia titip salam buat kamu….”

Suami menulis nama seseorang yang sudah lama kukubur. Seseorang yang mengisi masa putih abu-abuku dengan sejuta warna—merah jambu, merah, kuning, abu-abu, hitam, putih…. Tanganku bergetar memegang hape, bingung merangkai kalimat balasan untuk suamiku. Ya Allah, suamiku bertemu dia? Sejuta pertanyaan menuntut jawaban. Bagaimana suamiku dan dia bisa berkenalan? Aku coba merangkai logika, rasanya tidak mungkin mereka bisa kenal. Ah, tidaaaaak!

Aku tanyakan kepada suami, eh jawabannya malah,
“Ya gitu deh… penasaran, yaa….”

Suamiku tak membalas lagi, membiarkanku dalam kebingungan. Aku tidak pernah menceritakan soal dia kepada suamiku, dan bagaimana mungkin juga dia tahu bahwa suamiku itu menikah denganku? Aku tak berani tanya-tanya lagi karena nanti suamiku berpikir aku masih menyimpan perasaan kepadanya. Peristiwa kebetulan itu lebih mirip adegan sinetron. Walaupun aku penulis novel, aku tak percaya dengan adegan-adegan kebetulan seperti itu karena aku memang jarang sekali mengalaminya.

Waktu berlalu, buah cinta kami telah lahir, membuatku semakin mencintai suamiku. Lelaki yang bukan lelaki pertama yang mengisi hatiku, tetapi berhasil mengambil seluruh porsi cintaku untuk laki-laki lain. Setelah menikah dengannya, aku melupakan semua cinta yang pernah singgah di hatiku. Aku masih penasaran bagaimana suamiku mengenal dia, sampai kemudian mendapatkan waktu yang tepat untuk bertanya.

“Bagaimana aku kenal dia? Itu… dia ada di buku harianmu, kan. Waktu itu aku lagi bersih-bersih lemari dan nemuin buku harianmu itu.” Suamiku tertawa, membuat wajahku memerah. Telunjuknya terarah pada buku harian yang tersimpan di dalam lemari bukuku. Kukira, suamiku tak akan pernah membacanya karena dia tak suka membaca buku apalagi membereskan lemari buku. Dengan alasan banyak rayap, suamiku membongkar koleksi-koleksi bukuku dan menemukan buku harian itu.

“Kamu itu… rajin banget nulis tentang dia. Kalau tentang aku, nulis juga nggak?” suamiku menggoda.
“Banyaaak…. Semua smsmu sebelum nikah pun sudah kutulis tuh, detil, dari tanggal, isi, walaupun isinya sepele….”
“Dasar penulis! Kamu masih cinta ya sama dia, kok buku hariannya masih disimpan?”
“Enggaklah! Ini kan kusimpan untuk bahan nulis novel. Makanya, jangan baca-baca buku harian orang!” aku mencubit suamiku, dan dia tertawa.
“Kayaknya cuman aku laki-laki yang mau nikah sama kamu. Itu buktinya dia nggak mau jadian sama kamu, hahahahaha….! Eh, jangan masukin sms-smsku ke dalam novel!” Suami tertawa, seolah bangga sekali bisa mengerjai istrinya. 

Ah, cinta pertama… namamu masih ada di dalam buku harianku karena aku membutuhkannya untuk bahan riset novel-novelku. 

















Jumat, 13 Februari 2015

DIBUKA: KELAS BIMBINGAN PRIVAT MENULIS NOVEL


Mau belajar menulis novel?
Sudah mulai menulis novel, tapi belum selesai juga?
Sudah selesai menulis novel, tapi selalu gagal menembus seleksi penerbit mayor?
Ingin novelnya dikritisi pementor yang sudah berpengalaman?

Novel remaja dan dewasa adalah novel yang selalu eksis di pasaran, memiliki daya jual tinggi dan selalu memiliki pangsa peminat yang luas.


Selama ini, Anda yang ingin menerbitkan novel remaja atau dewasa, mungkin pernah mengikuti berbagai kelas penulisan novel baik yang gratis maupun berbayar, ataupun belajar secara otodidak, namun belum berhasil menulis novel sampai selesai, ataupun telah berkali-kali mengirim novel ke penerbit, tapi berkali-kali pula mengalami penolakan.

Untuk membantu mewujudkan impian Anda menjadi penulis novel, mari bergabung bersama kami di Kelas Private Smart Writer untuk mendapatkan private coaching/ mentoring (bimbingan privat dan personal) bersama penulis berpengalaman yang akan membimbing anda dalam tahap demi tahap penulisan novel.

Di sini kami menyediakan pilihan paket kelas yang dapat disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan budget Anda, sebagai berikut :

-          Kelas standard, investasi Rp. 300.000,- waktu maksimal 2 bulan, peserta akan mendapatkan :

·         modul materi lengkap penulisan novel,
·         2 eks novel karya mentor yang bisa dipilih peserta,  bebas ongkir.
·         bimbingan khusus menyusun elemen-elemen penting dalam novel (premis, sinopsis, outline, karakter, setting, konflik, dll),

-          Kelas reguler, investasi Rp. 450.000,- waktu maksimal 4 bulan, peserta akan mendapatkan :

·         modul materi lengkap penulisan novel,
·         2 eks novel karya mentor yang bisa dipilih peserta, bebas ongkir.
·         bimbingan khusus menyusun elemen-elemen penting dalam novel, dan
·         bimbingan penulisan 5 bab novel,

-          Kelas eksklusif, investasi Rp. 650.000,-,waktu maksimal 6 bulan, peserta akan mendapatkan :

·         modul materi lengkap penulisan novel,
·         2 eks novel karya mentor yang bisa dipilih peserta, bebas ongkir.
·         bimbingan khusus menyusun elemen-elemen penting dalam novel, dan
·         bimbingan penulisan novel hingga selesai,

-          Kelas super eksklusif, investasi Rp. 900.000,- waktu maksimal 9 bulan, peserta akan mendapatkan :
·         modul materi lengkap penulisan novel,
·         2 eks novel karya masing-masing mentor yang bisa dipilih peserta, bebas ongkir.
·         bimbingan khusus menyusun elemen-elemen penting dalam novel,
·         bimbingan penulisan novel hingga selesai
·         editing,
·         rekomendasi penerbit yang tepat.

Sistematika mentoring :
  1. Bimbingan privat penulisan novel dan komunikasi antara mentor dan peserta diselenggarakan melalui email.
  2. Modul materi yang berisi bimbingan penulisan novel akan dikirim ke email peserta, dan peserta akan dibimbing untuk menulis novel sesuai tahapan-tahapan di dalam modul tersebut. (Contoh : tahap I Modul perumusan tema).
  3. Setiap tahapan memiliki batas waktu yang harus diikuti oleh peserta. (Contoh : tahap I waktu maksimal dua minggu). Selanjutnya peserta mengirim hasil pengerjaan modul ke email mentor, mentor akan mengoreksi dan memberi masukan untuk diperbaiki.
  4. Waktu untuk mentor mengoreksi dan memberi masukan, selambat-lambatnya seminggu setelah peserta mengirim hasil pengerjaan modul ke email mentor.
  5. Waktu untuk peserta merevisi pengerjaan modul, maksimal satu minggu setelah mentor mengirim masukan perbaikan ke email peserta. Lewat dari waktu ini, bimbingan akan dilanjutkan ke modul berikutnya
  6. Jika ada pertanyaan terkait materi, peserta boleh mengajukan pertanyaan ke email mentor : riawanielyta@gmail.com cc. leyla_hana@yahoo.com.
  7. Jika karena sesuatu alasan yang mendesak, waktu pengerjaan modul dan revisi tidak dapat memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan, waktu akan diperpanjang sesuai kesepakatan dalam batas yang sewajarnya.

Dengan sistematika ini, peserta akan terpacu untuk melakukan tahap-tahap penulisan dengan runut, memiliki konsep penulisan yang matang, dan langsung praktek menulis novel di bawah bimbingan yang intensif.

Cara pendaftaran :
1.      Transfer biaya sesuai tarif kelas yang dipilih ke :
Rekening bank Mandiri nomor 109-00-1340669-9 a/n. Riawani Elyta, atau BCA 3800530091 an. Riawani Elyta
2.      Kirimkan bukti transfer beserta nama lengkap, alamat lengkap, nomor Hp ke email: riawanielyta@gmail.com  dengan subject: daftar_kelas(jenis kelas yang dipilih)_nulisprivat.  Modul akan dikirim ke email peserta paling lambat seminggu setelah masa pendaftaran selesai (Kelas Pertama 14 Februari – 14 Maret 2015). Kelas kedua dan seterusnya, info menyusul.
3.      Untuk kelas eksklusif dan super eksklusif, biaya dapat dicicil 3x selama proses bimbingan berlangsung.
4.      Bimbingan privat akan langsung diberikan terhitung pada saat modul pertama dikirimkan.
5.      Jika ada pertanyaan terkait kelas privat ini, bisa menghubungi inbox FB Riawani Elyta atau Leyla Hana.

Profil Mentor

Riawani Elyta

Telah menghasilkan 13 novel dan 2 buku duet non fiksi, diantaranya novel Hati Memilih, Yang Kedua (Bukune), A Cup of Tarapuccino (Indiva), A Miracle of Touch (Gramedia Pustaka Utama), The Coffee Memory (Bentang Pustaka), dan lain-lain. Saat ini juga bertindak sebagai admin komunitas menulis online Be A Writer Community. Penghargaan lomba menulis yang pernah ia raih, antara lain: Pemenang I Resensi Buku Indiva (2008), Pemenang II Sayembara Cerber Femina (2008), Pemenang Harapan Sayembara Cerber Femina (2009), Pemenang Hiburan Feature Ufuk Dalam Majalah Ummi (2009), Pemenang Favorit Lomba Menulis Cerpen Remaja Rohto-Lip Ice (2010), Pemenang II Sayembara Novel Inspiratif Indiva (2010), Pemenang I Lomba Novel Remaja Bentang Belia (2011, bersama Shabrina WS), Pemenang Berbakat Lomba Novel Amore Gramedia (2012), dan Pemenang Unggulan Novel Inspiratif Indiva (2014).

Novel Riawani Elyta

Leyla Hana

Telah menghasilkan 20 novel, 6 buku nonfiksi, dan beberapa buku antologi. Novel terbarunya adalah: Aku, Juliet (Penerbit Moka), Dag Dig Dugderan (Gramedia Pustaka Utama), dan Brisbane (DAR! Mizan). Penghargaan menulis novel yang pernah diperoleh adalah Juara II Sayembara Menulis Novel Remaja Gema Insani Press (2002) dan Juara III Sayembara Menulis Novel Inspiratif Pro U Media (2009). Pendiri komunitas penulis Be a Writer (@BAWCommunity) ini juga seorang blogger yang beberapa kali memenangkan lomba blog. 


Novel Leyla Hana