Saya dan tabungan syariah |
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 275-279)
Allah Swt sudah jelas-jelas mengharamkan riba di dalam Al Quran, dan Nabi Muhammad menegaskannya di dalam sabda-sabdanya. Begitu dahsyatnya hukuman bagi para pemakan riba, tetapi pada prakteknya, umat Islam di Indonesia sulit menerapkan dalam kehidupan sehari-hari karena kita sudah dikurung dalam praktek keuangan ribawi. Tak hanya berhubungan dengan bank, bahkan masyarakat di perkampungan pun banyak terjerat oleh rentenir yang memberikan pinjaman dengan riba berlipat ganda.
Saya mengenal produk keuangan syariah pertama kali saat duduk di bangku SMA, sekitar tahun 1999. Teman saya mengajak untuk membuka tabungan syariah di Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank pertama sesuai syariah. Dia hanya menjelaskan sekilas pentingnya menggunakan tabungan syariah, agar terbebas dari riba yang diharamkan agama Islam. Kami membuka tabungan untuk pelajar dengan saldo awal plus kartu ATM-nya hanya dikenakan biaya Rp 50.000. Untuk sekarang, saya tidak tahu biayanya berapa. Sampai hari ini, tabungan Muamalat itu masih saya gunakan. Keuntungan menabung di Bank Muamalat yang saya rasakan adalah: terbebas dari riba tetapi mendapatkan bagi hasil, dapat berzakat 2,5% yang dipotong dari saldo tabungan secara otomatis setiap bulan, dan tidak ada biaya administrasi bank.
Tak disangka puluhan tahun telah berlalu dan saya masih tetap menggunakan tabungan bank syariah. Saya merasa aman dan nyaman. Walaupun lama tidak menabung, saldo tabungannya malah bertambah. Tidak seperti saat di bank konvensional yang dipakai karena aturan pembayaran SPP kuliah, saya malah dikirimi surat peringatan karena biaya administrasinya melampaui saldo tabungan. Saldo tabungan saya sejumlah Rp 150 ribu itu hilang untuk menutupi biaya administrasi, dan saya masih diancam kalau tidak segera membayar tunggakan sebesar Rp 60.000. Kesal sekali rasanya, sehingga saya buru-buru menutup tabungan bank konvensional itu dengan membayar tunggakan biaya administrasi. Pengalaman yang tidak pernah saya alami selama menabung di bank syariah.
Tabungan Muamalat yang menemani sejak 17 tahun lalu |
Beberapa tahun terakhir, bank syariah yang saya gunakan juga mengenakan biaya administrasi tapi sampai hari ini saya belum mengalami pengalaman tidak menyenangkan seperti dikirimi surat peringatan agar segera membayar biaya administrasi. Alhamdulillah, barangkali di situlah berkahnya menggunakan produk keuangan syariah. Namun, aktivitas keuangan yang kita jalani tak hanya seputar tabungan. Dalam berbagai pembiayaan keuangan, dibutuhkan produk-produk keuangan syariah lainnya agar umat Islam terbebas dari riba. Berikut adalah produk keuangan syariah yang saya inginkan:
KPR Syariah yang Memudahkan Punya Rumah
Memiliki rumah adalah impian setiap orang, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga. Tidak semua orang bisa membeli rumah secara tunai. Sebagian besar orang malah harus mencicil pada Bank melalui Kredit Perumahan Rakyat. Sosialisasi penggunaan KPR Syariah masih kurang gencar. Suami saya masih memilih KPR Konvensional, meskipun beberapa kali saya menyinggung soal haramnya riba. Di jejaring sosial facebook, seorang teman juga mengeluhkan kekurangan KPR Syariah, yaitu cicilan per bulannya yang lebih mahal daripada KPR Konvensional, sehingga dia terpaksa memakai KPR Konvensional. Ternyata, setelah saya membaca beberapa referensi, KPR Syariah justru memiliki banyak kelebihan.
Cicilan per bulan KPR Syariah memang lebih besar daripada KPR Konvensional, tapi sifatnya tetap, tidak naik atau turun mengikuti kenaikan dan penurunan bunga. Sedangkan KPR Konvensional membebankan cicilan tetap hanya sampai tiga tahun pertama, selanjutnya cicilan akan naik mengikuti kenaikan bunga. Kecuali kalau bunga turun, cicilan bisa turun. Pembiayaan KPR menurut Bank Syariah adalah Harga jual rumah ditambah margin keuntungan. Jadi, bila harga rumahnya Rp 200 juta, Bank mengambil margin RP 50 juta, maka nasabah membayar rumah tersebut seharga Rp 250 juta yang dicicil per bulan sesuai ketentuan, dengan jumlah cicilan tetap sampai masa kredit berakhir, misalnya lima belas tahun. Sedangkan pada KPR Konvensional, Bank menetapkan bunga pada cicilan yang harus dibayar oleh nasabah, yang bisa naik turun sesuai pergerakan bunga.
Enaknya lagi, jika menggunakan KPR Syariah, kita boleh mempercepat pembayaran tanpa dikenakan denda. Tidak seperti di Bank Konvensional. Suami saya pernah menyebutkan hal ini ketika terpikir ingin cepat melunasi cicilan KPR Konvensional, suami menundanya karena khawatir dikenakan denda. Sebab, jika kita mempercepat pembayaran, Bank akan kehilangan keuntungan yang diperolehnya dari bunga. Sayangnya, kami sudah terlanjur menggunakan KPR Konvensional akibat kurangnya edukasi mengenai KPR Syariah. Masyarakat harus lebih dikenalkan lagi untuk beralih ke KPR Syariah.
Selain sosialisasi KPR Syariah, saya juga berharap proses pengajuan kreditnya lebih mudah. Tak harus orang-orang kantoran atau bergaji tetap, tapi juga wiraswasta kecil. Seorang teman saya yang membuka usaha jual beli buku via online, sampai hari ini belum juga memiliki rumah (setelah lebih dari 7 tahun menikah), karena sulitnya mengajukan KPR ke Bank. Padahal, usahanya itu sangat menguntungkan. Putaran uangnya bisa ratusan juta per bulan. Masalahnya, dia tidak punya slip gaji yang membuktikan bahwa dia punya penghasilan setiap bulannya dan usahanya belum memiliki badan hukum (legalitas usaha). Dia mengontrak rumah dengan biaya sewa Rp 1,5 juta per bulan. Sangat disayangkan, bukan? Lebih baik biaya sewa rumah itu digunakan untuk mencicil rumah di KPR Syariah. Banyak sekali wiraswasta yang mendirikan usaha rumahan dan tak memiliki legalitas usaha. Apa jaminannya mereka bisa membayar cicilan KPR? Mungkin bisa menyerahkan laporan transaksi usahanya setiap bulan, dengan menyertakan resi (bukti pengiriman) barang ke pembeli atau menunjukkan arus uang masuk dan keluar di rekening tabungannya.
Pinjaman Bebas Bunga dan Tanpa Agunan (Kredit Tanpa Agunan)
Masyarakat kecil dengan pendidikan rendah masih banyak yang awam dengan produk keuangan syariah. Jika membutuhkan uang, mereka menggunakan jasa bank-bank kecil atau bank kampung atau rentenir yang mengenakan bunga tinggi. Alih-alih membantu kesulitan ekonomi malah mencekik leher. Pengalaman tetangga pembantu saya, cukup dijadikan pelajaran. Misal, meminjam uang Rp 1.000.000, sudah dipotong di muka Rp 200.000, lalu setiap minggunya harus membayar Rp 50.000 dengan bunga Rp 50.000. Bank-bank kecil itu banyak bertebaran di kampung-kampung, tak sedikit yang membuat nasabahnya gantung diri karena stres tidak bisa melunasi pinjaman. Itulah mengapa Allah Swt sangat mengharamkan riba karena meminjamkan uang dengan riba adalah perbuatan zalim.
Nah, bagaimana caranya agar produk keuangan syariah ini bisa menjangkau masyarakat ekonomi rendah? Mereka sungkan berangkat ke bank, apalagi bila memikirkan ribetnya meminjam uang dari bank. Saya mengusulkan pihak bank yang berinisiatif mendatangi mereka, menjelaskan tentang pinjaman bank syariah yang bebas bunga dan bagaimana mekanismenya. Rentenir itu adalah perorangan, mereka aktif mendatangi masyarakat dengan senyumnya yang manis bak pahlawan dari antah berantah. Awalnya enak, mereka memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan, tapi saat menagihnya, mereka memasang wajah sangar dan penuh ancaman. Mereka memberikan kredit tanpa agunan, karena orang miskin tidak memiliki harta untuk diagunkan, tapi menarik bunga yang sangat memberatkan.
Bank Syariah bisa mencontoh Grameen Bank ala Muhammad Yunus, seorang Bankir dari Bangladesh yang meluncurkan kredit mikro untuk usahawan miskin yang tidak bisa meminjam uang dari Bank Umum. Bukan hanya kredit untuk usaha, tapi juga konsumsi. Tanpa syarat yang memberatkan dan tanpa agunan. Cicilannya pun ringan, yang ditarik setiap minggu. Mengapa setiap minggu? Karena orang miskin justru berat disuruh membayar setiap bulan. Setiap mendapatkan uang, mereka akan langsung menggunakannya. Pihak Bank juga berinisiatif mengadakan pelatihan wirausaha, agar mereka dapat diberdayakan dan dapat membayar cicilan pinjamannya.
Bank Syariah bisa mengadakan Grebek Pasar atau Grebek Sawah atau Grebek Toko atau Grebek Sekolah untuk menghimpun dana dari nasabah dengan membuka tabungan di Bank Syariah, karena banyak pedagang yang belum menyimpan uangnya di Bank, sehingga rentan mengalami perampokan. Contohnya, juragan beras yang dibegal dalam perjalanan pulang, karena membawa uang ratusan juta rupiah hasil transaksi di kiosnya. Mengapa uang itu tidak langsung ditabungkan ke Bank? Itulah pertanyaan saya yang barangkali baru bisa dijawab setelah bertanya langsung kepada para pedagang.
Itulah dua produk keuangan syariah yang saya inginkan agar lebih disosialisasikan dan dikembangkan, sehingga bisa semakin memudahkan masyarakat yang membutuhkannya.
Insya Allah, kita bisa memperoleh keberkahan dalam kehidupan sehari-hari karena telah bebas dari riba. Industri keuangan syariah pun dapat lebih berkembang dan lebih dekat dengan masyarakat. Kita pun bisa dengan lantang berkata: Aku Cinta Keuangan Syariah.
Referensi penulisan:
Diikutkan dalam Lomba Blog Keuangan Syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar