Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra, Rasulullah Saw bersabda, “Ada empat kebahagiaan (seorang muslim): istri yang solehah, tempat tinggal (rumah) yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Ibnu Hibban, Al Baihaqy, Adh Dhiyaa’ Al Maqdisy).
Alhamdulillah, kita sudah memasuki pertengahan Ramadan. Hari kemenangan sudah di depan mata. Rasanya tidak rela ditinggalkan oleh bulan suci yang mulia ini, bulan yang menyatukan seluruh keluarga. Bagaimana tidak? Di bulan Ramadan ini, rumah terasa lebih semarak. Suami saya bisa pulang kantor lebih cepat dan berbuka puasa di rumah. Yang tadinya sampai di rumah jam 8.30 malam, khusus di bulan Ramadan, suami saya sudah tiba di rumah jam 6.30 malam. Ada kebijakan dari kantornya, selama bulan Ramadan, para karyawan bisa pulang jam 4.30 sore.
Berbuka puasa di ruang tengah rumah bersama suami |
Bagi saya, berbuka puasa di rumahtidak ada tandingannya. Kelihatannya memang seru berbuka puasa di luar rumah, seperti di restoran, food court, atau street food, tapi tetap saja tak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan dengan berbuka puasa di rumah. Kenangan masa kecil saya saat berbuka puasa di rumah terasa sangat membekas, lebih akrab, dekat, dan syahdu. Ini sisi positifnya berbuka puasa di rumah:
- Tidak perlu antri pesan makanan, seperti yang terjadi saat buka puasa di restoran. Kalau di restoran, menjelang berbuka puasa itu pasti berdesakan pesan makanan, malah sering tak kebagian dan harus mencari tempat makan lain. Tak jarang, buka puasanya jadi terlambat karena makanannya belum siap.
- Bisa menyiapkan hidangan dengan harga lebih murah dan lebih banyak daripada di restoran, karena kita masak sendiri. Pilihan menunya pun bervariasi, menyesuaikan keinginan setiap anggota keluarga.
- Lebih syahdu ketika menyambut detik-detik menjelang berbuka puasa. Orangtua mengarahkan anak-anak membaca surat-surat pendek dan doa berbuka puasa. Kalau di restoran, suaranya pasti lebih berisik karena ada banyak pengunjung lain.
- Tidak perlu berebut atau antri lama ke toilet untuk ambil wudhu, karena jumlah anggota keluarga tidak lebih banyak daripada pengunjung restoran.
- Tidak kena macet di jalan dan bisa langsung menunaikan salat tarawih (setelah buka puasa). Coba deh kalau buka puasa di restoran, pulangnya kena macet, akibatnya jadi tak bisa ikut salat tarawih berjamaah di masjid atau berjamaah di rumah bersama seluruh anggota keluarga.
Salah satu kebahagiaan seorang muslim, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw adalah memiliki rumahyang luas dan nyaman. Rumah yang dapat menjadi surga bagi para penghuninya. Baiti Jannati, Rumahku Surgaku. Rumah, seyogyanya tak hanya menjadi tempat tidur semata, tapi juga tempat untuk mengakrabkan hati setiap penghuninya.
Saya dan keluarga biasa berbuka puasa di ruang tengah dari rumah kami. Di ruang tengah itu ada meja makan yang cukup untuk empat orang. Ruangan itu memang dikhususkan sebagai ruang makan saja, jadi tidak ada televisi. Televisi diletakkan di ruang santai, di lantai dua. Mengapa? Ya, supaya kami bisa berkonsentrasi saat makan, tidak terganggu dengan menonton televisi. Walaupun begitu, kadang-kadang sih kami membawa makanan ke ruang santai dan makan di sana, hehehe….
Hidangan buka puasa di rumah |
Kami bersyukur sudah memiliki rumah sendiri sebagai tempat berlindung, tidak perlu mengontrak rumah. Cicilan rumahdan biaya kontrak rumah, menurut kami sama saja. Jadi, daripada uangnya digunakan untuk mengontrak rumah, lebih baik beli rumah sekalian. Beli rumahitu tidak sulit kok, asal kita sungguh-sungguh mengupayakannya. Harga rumahbervariasi, disesuaikan dengan keuangan yang ada. Pengalaman kami, agar bisa punya rumah, kami harus menekan biaya untuk hal-hal lain yang tidak begitu penting. Lebih baik punya rumah saat anak-anak masih kecil. Kalau mereka sudah besar, biayanya akan banyak dialokasikan untuk pendidikan.
Rumah kami memiliki satu garasi, satu ruang tamu, satu ruang tengah, satu kamar mandi, satu ruang santai, satu dapur, dan tiga kamar tidur. Memiliki rumah yang luas dan nyaman, bukan berarti harus besar dan mewah. Kenyamanan sebuah rumah bergantung pada kebesaran hati pemiliknya dalam mensyukuri apa yang dimilikinya dan menjalin hubungan yang akrab dengan sesama penghuni rumah. Rumah yang besar dan mewah, kalau tidak ada penghuninya (karena sibuk semua), jadi mirip seperti kuburan. Kuburan saja ada penghuninya. Jadi, mumpung bulan Ramadan, mari kita semarakkan suasana Ramadan di rumah.
Mengisi waktu berbuka puasa di rumah dengan menulis |
Tahun ini, anak saya yang sulung memasuki tahun kedua belajar puasa, bertepatan dengan hari libur sekolah. Jadi, dia melaksanakan Ramadan di rumah. Namanya juga baru belajar puasa, masih ada acara merengek setiap menunggu waktu berbuka. Agar dia bisa kuat berpuasa di rumah, saya mengajaknya belajar menulis di laptop. Yap, dia sering melihat saya mengetik di laptop. Dia tahu pekerjaan ibunya—selain menjaga rumah—adalah menulis buku dan blog. Saya mengajaknya menulis cerita tentang apa saja, terutama pengalamannya belajar puasa, agar dia tidak merengek-rengek saat menunggu waktu berbuka tiba. Dan ternyata, tulisan pertamanya adalah tentang makanan-makanan yang mau dia makan pada waktu berbuka nanti, hehehe…. Oke Nak, karena kita berbuka di rumah, insya Allah Mama bisa siapkan semuanya. Semangat, ya, berpuasa di rumah!
Setelah buka puasa, langsung salat Magrib di rumah |
Diikutsertakan dalam:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar