Rabu, 23 Desember 2015

Pengalaman Naik Ojek Online

Assalamu'alaikuum.... alhamdulillah siang yang menjelang sore ini saya bisa ngeblog lagi.  Kemarin heboh rumor pemerintah melarang ojek daring (dalam jaringan) atau ojek online, yaitu ojek yang proses penyewaannya melalui aplikasi di internet. Teman-teman yang sering bepergian pun heboh. Hm, saya sendiri sih nggak begitu antusias dengan berita tersebut, karena baru sekali pakai layanannya, itupun dipesenin orang. Berhubung kemarin saya memakai layanannya untuk yang kedua kali, jadilah saya baru merasakan manfaat dari ojek online ini. Pengalaman dua kali memakai ojek online dari dua perusahaan berbeda tapi sama-sama terkenal ini, menyenangkan dan nyaman. Mungkin karena belum ketemu yang nggak nyamannya, tapi semoga aja jangan pernah ada. 


Jadi, ceritanya kemarin saya ada undangan blogger di daerah Pulogadung, sementara saya ada di Ciputat, di rumah orangtua. Anak-anak sedang liburan, kebetulan kan saya bisa nitipin anak-anak dulu. Seandainya anak-anak nggak sedang liburan, pasti deh saya nggak bisa ikut acaranya yang jatuh di hari kerja itu. Saya berangkat dari Ciputat ke Stasiun Sudimara naik ojek pengkolan Rp 20.000, jarak dekat ya. Eh, ternyata sampai di Stasiun sedang mati listrik sehingga keretanya nggak jalan. Tepok jidat deh. Mau pulang lagi, tapi itu bayar ojeknya aja  Rp 20.000. Dengan ketidakjelasan, saya coba nunggu aja deh. Adik saya udah nyaranin pake ojek online langsung ke Pulogadung, tapi saya nggak mau. Ribet. Saya belum download aplikasinya dan nggak kepikiran bakal memakai layanannya.

Kereta baru datang satu jam kemudian, dong. Buang waktu amat ya nunggu di Stasiun. Naik kereta dua kali dan berasa capeknya karena penuh serta berdesakan. Sampai di Stasiun tujuan, saya dijemput oleh saudara yang tinggal di sana dan bersedia mengantar ke kantor Viva (TV One) tempat pertemuannya. Hff... ternyata jauh juga masuk ke dalam lokasi industri Pulogadung itu. Teman saya bayar ojek biasa dari Stasiun Rp 15.000. Nggak disangka, acaranya berlangsung sampai sore. Duh, udah panik dong, karena saya nggak biasa pulang malam. Ngebayangin naik kereta pada jam pulang kantor, berdesakan dan nggak yakin bisa cepat dapat kereta. Kalau keretanya telat lagi, gimana? Akhirnya saya ngikutin teman-teman lain, download aplikasi salah satu ojek online dan pesan. Teman saya udah pulang semua, saya panik juga tinggal sendirian dan ojeknya belum datang-datang.

Kenapa saya panik? Pertama, rumah saya jauuuuh.... Dari Pulogadung ke Ciputat naik ojek? Nggak salah, Jek? Tapi kata teman saya yang udah pengalaman sih, drivernya nggak masalah. Saya download aplikasi ojek online yang sedang mengadakan promo. Bayar Rp 12.000 se-Jadetabek pada jam biasa, dan Rp 15.000 se-Jadetabek pada jam pulang kantor. Saya kan pulangnya pada jam pulang kantor, jadi bayar Rp 15.000, dengan catatan tarifnya di bawah Rp 85.000. Gila kan? Se-Jadetabek itu jauh, booo.... Dan cuma bayar Rp 15.000?! Kalau lebih dari Rp 85.000, bayarnya nambah Rp 5.000. Saya mendapatkan perhitungan tarif ojek saya yaitu Rp 106.000. Gede banget, yaa??? Memang jauh, kok. Nah, saya hanya bayar Rp 15.000 + Rp 5.000. Pengen kucek-kucek mata jadinya. Makanya saya nggak yakin tukang ojeknya ada yang mau mengantarkan saya, eh ternyata ada! 

Kedua, itu pertama kalinya saya pesan sendiri  ojek online. Sebelumnya kan dipesankan oleh teman pakai hape dia. Saya khawatir juga dengan cerita-cerita nggak enak seperti drivernya membatalkan pesanan. Saya udah mikir mau nelepon saudara saya lagi, tapi saya coba sabar menunggu. Pas saya lihat notifikasinya, eh drivernya udah sampai, tapi kok nggak keliatan. Saya celingak-celinguk, yang mana orangnya? Rupanya banyak yang pesan ojek online juga, jadi banyak driver ojek online yang berdatangan dan menanyakan nama saya. Sayangnya, itu bukan ojek online pesanan saya. 

Setelah beberapa menit menunggu dengan cemas, akhirnya dia datang juga. Dia menelepon lalu melambaikan tangan dari jarak 100 meter dan minta saya yang menghampiri. Oke, saya hampiri. Saya sudah mau pulaaaang.... Tukang ojeknya ngasih tahu apa saya mau bayar Rp 20.000? Ya, ampuuun.. saya mau bangeeet.... Lah wong itu murah sekali, karena sebelumnya saya bayar Rp 20.000 untuk jarak dekat. Saya pun dikasih helm bogo yang masih baru dan bersih. Dikasih masker juga, tapi susah makenya karena berjilbab. Ojek pun berjalan dengan kecepatan sedang. Saya perkirakan perjalanan selama satu jam naik ojek, ternyata salah! 

Rasanya saya sudah duduk lama banget sampai tempat duduknya terasa panaaas.... Satu jam lewat, dua jam lewat, lalu tukang ojeknya mulai berkata, "Kalau tadi naik kereta, pasti sudah sampai, Mbak." Hm, saya nggak tahu apakah kalimatnya itu berisyarat bahwa dia juga lelah, tapi sikapnya masih baik. "Iya, Pak, tapi tadi juga keretanya lama datangnya," jawab saya. Kami terjebak dalam kemacetan dari mulai Senayan sampai Ciputat. Kalau jalannya lancar, mungkin nggak akan sampai 2,5 jam. Yap, dihitung-hitung, ada 2,5 jam saya duduk di atas ojek! Jadi merasa nggak enak. Kasian si bapaknya kayaknya juga kepanasan di atas ojeknya, heheh... Tapi ajaibnya, nggak ada tuh muka bete, kesal, bahkan nada suara yang nggak enak setelah kami sampai di depan rumah saya!

Si bapak itu bahkan bersikeras bahwa saya hanya membayar Rp 20.000 saja. Saya tadinya salah menerjemahkan. Saya kira kalau tarifnya Rp 106.000 dikurangi Rp 85.000 berarti masih ada Rp. 21.000. Jadi, saya bayar Rp 15.000 + Rp 21.000. Ternyata si bapaknya meyakinkan bahwa kekurangan sisanya itu hanya dibayar Rp 5.000. Intinya, saya hanya bayar Rp 20.000! Baru ketemu nih driver kayak gini, dikasih lebih nggak mau. Wajah dan sikapnya juga tetap menyenangkan. Nggak marah-marah dan bete karena harus mengantar penumpangnya jauh-jauh. Saya bersyukur sekali bisa dapat driver yang baik, sehingga saya bisa cepat ketemu dengan anak-anak.

Sepanjang perjalanan, saya memikirkan betapa susahnya mencari uang. Mengantar penumpang jauh-jauh dan melelahkan, dibayarnya hanya Rp 20.000. Memang sih katanya kan nanti kekurangannya ditanggung oleh perusahaan aplikasi, tapi rasanya gimana gitu cuma bayar Rp 20.000. Ya udahlah, nggak usah dibawa mellow. Lah kalau disuruh bayar Rp 106.000, apa mau? Ya nggak mau juga, hehehe... Intinya sih, dua kali pengalaman memakai ojek online ini, saya sangat terbantu dengan murahnya dan sikapnya yang ramah. Bagi saya, ojek online ini adalah penemuan moda transportasi terbombastis tahun ini. Solusi bagi emak blogger yang nggak mau jadi pepes sarden di kereta dan ingin cepat sampai ke rumah untuk bisa memeluk anak-anaknya kembali. Terima kasih untuk para penemu aplikasi ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar