Mataku terpaku pada logo yang terpampang di sampul buku yang kupegang. Entah sudah berapa buku yang kulihat selalu memakai logo itu di atas kanan sampulnya. GM atau Gramedia. Logo yang sama kudapati kala aku memasuki toko buku besar di kotaku. Toko buku Gramedia. Aku membesar bersama Gramedia, kecintaanku kepada buku-buku semakin menjadi setiap kali kususuri deretan buku terbitan Gramedia yang menerbitkan naluri. Sebagai pembaca, tak sedikit buku-buku terbitan Gramedia yang menginspirasiku untuk menulis, terutama novel.
Aku membaca novel-novel lokal karya penulis-penulis legendaris Gramedia seperti Mira W, Maria A. Sardjono, V. Lestari, Remy Silado, sampai Hilman. Karya Remy Silado seperti Kembang Jepun dan Ca Bau Kan benar-benar membekas, membuatku ingin menulis seperti beliau. Kusisihkan uang sakuku setiap bulan demi membeli novel-novel itu, bagiku itu adalah investasi. Aku juga membaca karya para penulis populer yang ngetop di awal tahun 2000-an, seperti Albertiene Endah, Dewi Sekar, Primadonna Angela, Okki Madasari, dan banyak lagi nama yang membuatku bermimpi menerbitkan buku di Gramedia. Novel-novel impor yang diterbitkan Gramedia pun telah banyak yang kulahap: John Grisham, JK. Rowling, Sydney Sheldon, Agatha Christie, dan lain-lain. Kisah-kisah yang mereka tuliskan memberikan inspirasi tak bertepi kepadaku, sehingga aku dapat mengembangkan imajinasi yang kutuliskan ke dalam novel-novelku sendiri. Memang, novel-novelku belum sesempurna mereka, itulah mengapa aku masih harus terus membaca karya para penulis kenamaan Gramedia agar dapat menyusul jejak mereka.
Namun, melihat namaku tercetak di sampul buku Gramedia ibarat panggang jauh dari api. Telah ratusan buku Gramedia yang kubaca dan telah kucoba mengirimkan beberapa printout naskahku ke Gramedia, semua dikembalikan dengan sukses. Sementara, kulupakan niatan menerbitkan buku di Gramedia. Cukuplah aku berdiri sebagai pembaca, hingga anak-anakku pun kuajari menjadi predator buku. Anak-anakku selalu senang saat kuajak ke toko buku Gramedia. Mereka berteriak kegirangan, lalu mulai berlarian memilah dan memilih buku-buku anak yang terpajang di rak-rak buku. Beberapa kali kujejakkan kaki di Gramedia, bukan sebagai pembaca, melainkan penulis yang sedang meluncurkan novel terbarunya. Bukan terbitan Gramedia. Namaku memang belum seterkenal penulis-penulis yang namanya kusebutkan di atas itu. Aku masih bermimpi bisa menerbitkan buku di Gramedia, bagaimana caranya kita lihat saja nanti. Aku percaya, Tuhan akan menjawab mimpi-mimpi kita bila kita mau terus berusaha.
Tahun 2014, mimpi itu akhirnya terwujud. Novel pertamaku yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pun terbit setelah melalui proses penerbitan selama beberapa bulan. Mataku berkaca-kaca melihat novelku memakai logo GM. Tak hanya itu, beberapa kali aku mendapatkan mention dari akun twitter dan facebook Gramedia yang mempromosikan novelku. Walaupun tak segencar penulis lain yang jauh lebih terkenal, aku bersyukur namaku pernah ada di dalam database penulis-penulis Gramedia. Zaman telah berubah. Teknologi berkembang cepat. Dunia digital telah memudahkan interaksi antara penerbit, penulis, dan pembaca. Gramedia dengan teknologi digitalnya berusaha memajukan para penulis dan mempererat interaksi dengan pembaca. Gramedia membuat lomba #ResensiPilihan dengan memilih resensi buku Gramedia terbaik setiap minggunya. Novelku pun diresensi oleh seorang penulis Gramedia juga, Riawani Elyta, dan berhasil menjadi resensi terbaik.
Respon para pembaca bukuku pun kini disampaikan melalui facebook, twitter, dan sosial media lainnya. Bandingkan dulu sebelum internet berjaya. Buku-buku hanya direspon melalui email. Aku pun tidak tahu bagaimana penerbit mempromosikan bukuku, kecuali dengan dipajang di toko buku-toko buku. Aku juga sering menerima pertanyaan dari para pembaca, bagaimana cara membeli bukuku. Seringkali mereka kesulitan membeli di toko buku, karena terlalu banyaknya buku yang berjejalan di rak-raknya. Sering juga bukuku belum ada di toko buku, sehingga mereka lelah mencari. Buku-buku terbitan Gramedia bisa dibeli di www.gramedia.com dan mendapatkan diskon pula, dibandingkan dengan membeli di toko buku. Gramedia cepat tanggap melihat kebutuhan pasar. Atas nama kepraktisan, kini banyak orang yang malas melangkahkan kaki ke toko buku. Gramedia membuat toko buku online untuk memenuhi permintaan pembaca yang malas ke toko buku, juga para pembaca yang kesulitan mengakses toko buku Gramedia.
Teman-temanku yang berada di ujung pulau, seperti Kalimantan, Sulawesi, pelosok Aceh, dan lain-lain, sangat diuntungkan dengan kehadiran toko buku online. Memang ada toko buku Gramedia, tetapi hanya di pusat kota. Pengalaman temanku yang tinggal di Kalimantan, dia harus menempuh perjalanan tiga jam untuk bisa mencapai toko buku Gramedia di kotanya. Belum lagi harga buku di toko tersebut jauh lebih mahal, karena mungkin ditambah dengan biaya transportasi antar pulau. Lebih baik membayar ongkos kirim dari Jakarta daripada membeli langsung di tokonya. Sebagai penulis sekaligus pembaca, aku sangat diuntungkan dengan transformasi Gramedia, yang tak hanya meluas di dunia nyata melainkan juga dunia digital.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar