Assalamu'alaikum. Siapa yang sudah lama nggak pulang kampung? Saya tunjuk tangan paling pertama, deh. Banyak yang belum tahu kalau saya punya darah Solo, tapi sudah bertahun-tahun nggak ke sana. Rasa kangen pasti ada, termasuk kangen dengan kulinernya. Beruntung kemarin suami mau mengantarkan saya ke Sunter, Jakarta Utara, karena ada Festival Kuliner dan Kebudayaan Tradisional Tematik pertama di Jakarta, Gelar Cita Rasa Solo (GCRS) 2015 di Dapur Solo. Bertempat di Lapangan Parkir Dapur Solo, Sunter Astra, Jl. Danau Sunter Utara 7.
Wuiiih... jauh juga ya dari Bogor ke Sunter? Lebih jauh mana dengan ke Solo? Yah, kalau belum bisa ke Solonya, ke Dapur Solo aja dulu. Saya penasaran, kayak apa sih acaranya. Pagi-pagi, saya dan suami sudah berangkat dan berharap jalanan bersahabat. Alhamdulillah, ternyata lancar jaya, nggak macet. Nggak sabar deh bernostalgia dengan kuliner Solo di Dapur Solo. Meskipun acara ini sudah usai, kita masih bisa bernostalgia dengan kuliner Solo, ke mana lagi kalau bukan ke Dapur Solo, restoran yang khas dengan menu Solo dan sekitarnya.
Restoran yang didirikan oleh Ny. Swan ini ternyata memiliki banyak cabang, diantaranya di Sunter Cabang 1, Sunter Cabang 2, Serpong, Panglima Polim, dan Matraman. Kapan-kapan bisa mampir ke cabang yang terdekat dengan lokasi kita ya. Jika menilik sejarah berdirinya Dapur Solo, luar biasa lho restoran tematik ini adalah hasil perjuangan seorang IBU RUMAH TANGGA, yaitu Ny. Swan Kumarga. Awalnya, Ny. Swan mencari kesibukan di sela mengurus anak dan mengurus rumah tangga dengan berjualan rujak dan jus di garasi rumahnya. Ternyata jualannya laris! Beliau kemudian menambahnya dengan kuliner khas Jawa Tengah, terutama Solo. Eh, laris juga! Nggak disangka, sudah 25 tahun berdiri, Dapur Solo kini menjelma menjadi restoran yang luar biasa, nggak hanya satu lho cabangnya.
Nah, jadi buat ibu-ibu yang sekarang di rumah saja, jangan merasa rendah diri dan kecil hati. Contohlah Ny. Swan, dari rumah pun bisa produktif dan menghasilkan. Siapa yang sangka ya kalau Dapur Solo itu pemiliknya "hanya" seorang ibu rumah tangga? Wuih, jadi kata siapa bekerja itu harus di kantor? Kita bisa membuat kantor sendiri di rumah, terutama untuk para ibu muda yang ingin bekerja sambil mengasuh anak. Kalau punya usaha rumahan yang sukses seperti Ny. Swan ini kita bukan hanya sebagai manajer tapi juga pemiliknya. Gimana nggak keren, coba?
Sebelum mengelilingi stan-stan yang ada di GCRS, saya dan keluarga makan siang dulu di restorannya. Jadi, stan-stannya itu ada di lapangan parkir restoran Dapur Solo. Lapangan parkirnya luas sekali ya, dan masih ada lahan untuk memparkir mobil para pengunjung juga. Anak-anak antusias membaca menu. Komentar pertama keluar dari mulut Ismail, "Enak yah restorannya... Bagus...." Memang, restoran Dapur Solo itu nyaman. AC-nya segera mendinginkan tubuh yang kepanasan saat di luar ruangan. Dekorasi bagian dalamnya pun cantik, dengan nuansa khas Jawa Tengah; batik. Para pramusaji juga mengenakan seragam batik.
Para pramusajinya ramah, nggak pakai lama, mereka menyerahkan daftar menu dan menunggu kami memilih. Ismail minta Nasi Langgi Kuning, yang nasinya dibuat seperti tumpeng mini. Saya bingung mau pesan apa, lalu suami menyarankan Nasi Gudeg, karena saya memang suka Gudeg. Suami malah memesan Nasi Timbel Khas Sunda. Eh, ternyata ada makanan Sunda juga di sini. Sambil menunggu, kami memakan Combro dan Misro yang diantarkan oleh pramusaji. Pesanan pun tiba beberapa saat kemudian. Ismail takjub melihat Nasi Langgi Kuning yang memuncung ke atas. Si Ayah memakan pesanannya dengan lahap, sampai bilang,"Alhamdulillah, kenyang." Ketiga menu tersebut, harganya hanya berkisar Rp 30.000-an. Untuk ukuran restoran, harga segitu cukup terjangkau, lho. Apalagi kami kenyaaang.....
Setelah selesai makan siang, kami pun mengelilingi stan-stan yang ada di sana. Harga makanannya cukup terjangkau, rata-rata Rp 10.000. Saya mencicipi Dawet Ayu yang racikannya berbeda dengan yang lain, karena ada tambahan Bubur Sum Sum dan Ketan Hitam. Rasanya? Juara! Manisnya nggak terlalu manis, pas deh. Anak-anak membeli Es Krim. Berhubung perut sudah kenyang, jadi makanan-makanan lain dibeli dan dibawa pulang. Ada Tahu Petis khas Semarang, Tahu Acar, dan Kue Cubit. Masih banyak kuliner lainnya, seperti Cabuk Rambak, Kue Ranggi, Kue Serabi Solo, Sate Ayam, Lontong Balap, dan lain-lain. Kalau kangen dengan kuliner Solo, langsung saja ke Dapur Solo.
Dawet Ayu |
Khusus di Festival, saya juga melihat workshop melukis batik (canting). Sudah tahu kan kalau batik yang asli itu dibuat dengan ketekunan tangan si pembatik? Bagi yang tertarik ingin tahu cara membatik, bisa menyaksikan workshopnya, gratis, karena digelar di halaman restoran. Dipandu oleh seorang seniman batik yang memakai beskap (pakaian khas Solo). Menarik sekali, festival kuliner dan kebudayaan khas Solo ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru, terutama bagi generasi muda yang kini lebih suka mempopulerkan budaya dan kuliner negara lain. Sudah pernah belum mencicipi kuliner-kuliner khas Indonesia yang lezat ini?
Bagi pengunjung yang beruntung, bisa mendapatkan hadiah sepeda motor, lho! Saya juga nggak mau ketinggalan foto-foto dan diunggah ke Instagram, karena ada kuisnya juga. Lumayan kalau menang bisa dapat voucher makan ratusan ribu di restoran Dapur Solo. Aih, ibu-ibu nggak mau ketinggalan banget ya kalau gratisan hehehe....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar