Menulis novel bertema pernikahan agaknya mulai menjadi spesialisasi saya seiring dengan bertambahnya kedewasaan (cieeh.. merasa sudah dewasa...). Gaya menulis dan tema yang diambil memang terus mengikuti perkembangan zaman, walaupun pada tahun 2014 saya malah menerbitkan tiga novel remaja berjudul "Dag, Dig, Dugderan, Brisbane, dan Aku Juliet." Saat ini saya sedang menulis novel pernikahan yang murni romantis sambil belajar memunculkan sisi romantis yang tidak hambar. Maklum, novel romance saya, "Aku, Juliet" dikritik oleh seorang peresensi karena kurang ada sentuhan fisik di antara tokoh-tokohnya. Berhubung tokoh-tokoh novel tersebut masih SMA, saya memang takut-takut memasukkan sentuhan fisik di antara mereka. Kalau di novel yang sedang saya tulis ini, sudah pasti ada sentuhan fisiknya, karena tokoh utamanya adalah sepasang suami istri.
Menulis novel pernikahan bagi saya sendiri bukan lagi hal yang tabu mengingat saya sudah menikah, jadi ada pengalaman dong hehehe.... Beberapa waktu lalu, ada seorang teman novelis yang mencermati kemunculan novel-novel pernikahan yang ditulis oleh penulis jomblo, alias belum menikah. Tidak boleh? Ya, tentu saja boleh, itu berarti imajinasi si penulis sangat luas sehingga bisa membayangkan kehidupan pernikahan meskipun belum menjalaninya. Nah, kalau penulis yang masih jomblo sudah bisa menulis novel bertema pernikahan, mengapa saya tidak? Anehnya, memang saya sendiri merasakan imajinasi mengenai pernikahan itu lebih besar saat belum menikah dibandingkan setelah menikah. Duh, jangan-jangan.... Sebenarnya sih karena saya agak khawatir nantinya kelepasan memasukkan pengalaman pribadi dengan suami, ahahah....
Walaupun menikah selama sembilan tahun, saya belum pernah menuliskan sedikit pun pengalaman menikah dengan suami ke dalam novel-novel saya. Novel "Cinderella Syndrome" itu ditulis sebelum menikah dan isinya tentang kegalauan-kegalauan para jomblo (perempuan) yang sibuk mencari jodoh sesuai keinginan. Ada memang satu tokoh yang sifat dan karakternya mirip saya, yaitu Violet, seorang penulis yang takut bepergian jauh, tapi hanya karakternya lho yang mirip. Kisah hidupnya tidak. Novel "Perjanjian yang Kuat" juga masih bercerita tentang kegalauan seorang lajang berusia di atas 30-an dalam menanti jodoh. Kisah itu juga bukan kisah saya, melainkan kisah titipan seorang teman yang sudah lama ingin dituliskan ke dalam sebuah novel.
Novel pernikahan lainnya adalah "Surga yang Terlarang," itu juga saya tulis setelah menikah tapi sama sekali tidak berisi pengalaman pernikahan saya dan suami. Oya, sebelumnya juga saya menulis "Jean Sofia" yang bertema pernikahan beda agama dan tentu saja bukan dari pengalaman saya dan suami. Jadi memang saya benar-benar belum pernah memasukkan pengalaman pernikahan saya dan suami ke dalam novel-novel saya. Terus, kapan dong? Apa pengalaman pernikahan kami nggak ada manis-manisnya? Ada, dong... tapi saya tulis di buku nonfiksi pernikahan hehehe... Tunggu saja tanggal mainnya, ya. Insya Allah kalau jadi diterbitkan, akan muncul di bulan Februari.
Apa sih yang bisa dijual dari sebuah novel pernikahan sehingga genre ini memiliki kesempatan untuk diterbitkan?
Romantisme pernikahan: Kisah cinta itu tak ada habisnya dibahas dan dinikmati. Secara naluri, setiap manusia memang menyukai kisah cinta. Romantisme pernikahan adalah bagian kehidupan yang menarik, apalagi bila seorang penulis mampu membuat pembaca ikut tersenyum, tersipu, dan berbahagia dengan kehidupan romantis tokoh-tokoh di dalam novel tersebut. Akan tetapi, romantisme ini bagi saya pribadi, jangan sampai jatuh ke dalam adegan-adegan sexy yang memancing imajinasi pembaca untuk membayangkan hal yang tidak-tidak. Romantisme bisa dibangun melalui adegan-adegan sederhana, seperti membelai rambut, mencium dahi, berpegangan tangan, kata-kata yang romantis, bahkan sekadar pandangan mata di antara kedua tokohnya. Penulis harus mampu membuat pembaca berdesir.
Dramatisasi pernikahan: Kehidupan pernikahan tak selalu mulus, malah seringkali menimbulkan konflik yang luar biasa, seperti: perbedaan prinsip, tidak memiliki anak, perselingkuhan, perbedaan agama, dan sebagainya. Sayangnya, banyak penulis novel pernikahan yang mengangkat tema yang itu-itu saja. Kemampuan penulis untuk mengaduk emosi pembaca melalui totalitas tokoh-tokohnya dalam berkonflik adalah nilai jual yang tinggi untuk sebuah novel pernikahan. Biasanya, pembaca suka dengan cerita yang mengharubiru dan bikin mewek.
Pesona Tokoh-tokohnya: Walaupun kedua tokohnya sudah menikah, daya tarik mereka tetap dapat membius pembaca. Contoh saja, novel kehidupan "Syah Jahan dan Mumtaz Mahal" sang pendiri Taj Mahal. Tokoh Syah Jahan yang gagah dan Mumtaz Mahal yang cantik membuat pembaca masuk ke dalam ceritanya.
Komedi Pernikahan: Eit, jangan salah! Novel pernikahan tidak selalu yang mewek-mewek dan banyak drama. Novel pernikahan yang lucu juga disukai oleh pembaca, misalnya mengangkat konflik yang antimainstream, biasa tapi nggak biasa, dan bisa bikin pembaca tertawa. Contohnya, suami istri yang baru menikah, rebutan tempat tidur karena yang satu nggak bisa tidur tanpa pakai kelambu, satunya lagi merasa risih tidur di dalam kelambu. Eh, kok saya jadi kepikiran ya pengen nulis cerita kayak gitu? Hahaha....
Ya udahlah, jangan cuma diomongin, buruan ditulis deh novelnya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar